Jumat, 30 Maret 2012

Larutan Dapar

I.       Pendahuluan
Dalam struktur molekul zat yang bervariasi mempengaruhi berat molekul zat tersebut, dimana akan mempengaruhi sifat fisikokimia suatu zat, serta kemampuan obat dalam mengabsorbsi.
Sistem klasifikasi biofarmasetik diperkenalkan melalui sebuah metode untuk mengidentifikasi situasi yang mungkin mengikuti uji disolusi in vitro yang digunakan untuk memastikan bioekivalensi dalam ketidakhadiran studi bioekivalensi klinik secara nyata. Pada dasarnya pendekatan secara teori menyatak`n, kelarutan dan permeabilitas intestinal diidentifikasi sebagai karakteristik pengobatan utama yang mengontrol absorpsi. Dalam klasifikasi biofarmasetik tersebut telah membagi beberapa senyawa menjadi empat kelas berdasarkan permeabilitas dan kelarutan. Sistem klasifikasi ini berguna dalam memprediksi efek transporter penghabisan dan serapan pada penyerapan lisan maupun di tingkat postabsorption sistemik setelah pemberian dosis oral dan intravena.
 Tabel 1. Klasifikasi Sistem Biofarmasetik
Kelas
Kelarutan
Permeabilitas
Korelasi Pada In Vivo dan In Vitro
1
Tinggi
Baik
Korelasi pada in vivo dan in vitro jika laju disolusi adalah rendah dari pada laju pengendapan pada lambung, jika tidak maka hal tersebut terbatas/tidak ada korelasi.
2
Rendah
Baik
Korelasi pada in vivo dan in vitro diharapkan apabila secara in vitro laju disolusi serupa dengan laju disolusi pada in vivo, kecuali jika pada dosis yang sangat tinggi.
3
Tinggi
Buruk
Penyerapan (permeabilitas) merupakan laju yang menetukan dan terbatas atau tidaknya korelasi pada in vivo dan in vitro dengan laju disolusi.
4
Rendah
Buruk
Terbatas atau tidak adanya korelasi pada in vivo dan in vitro yang diharapkan.
1.        Kelas I - tinggi permeabilitas , tinggi kelarutan
Pada kelas ini menunjukkan sejumlah daya serap yang tinggi dan sejumlah disolusi yang tinggi. Tingkat ini membatasi mekanisme laju pelepasan obat adalah pelarutan obat dan jika disolusi sangat pesat maka tingkat penyerapan pada lambung menjadi tingkat penentuaan langkahnya.
·         Contoh: Metoprolol, Diltiazem, Verapamil, Propranolol.  
·         Mereka senyawa yang dapat diserap dengan baik dan tingkat penyerapan mereka biasanya ditandai dengan adanya ekskresi yang lebih tinggi.
2.        Kelas II - permeabilitas tinggi, kelarutan rendah
Pada kelas ini memiliki sejumlah daya serap yang tinggi tetapi sejumlah disolusi yang  rendah. Dalam disolusi obat in vivo maka langkah rate limiting untuk penyerapannya, kecuali pada sejumlah dosis yang sangat tinggi. Penyerapan untuk obat kelas II biasanya lebih lambat dan terjadi selama periode yang lebih lama. Korelasi antara in vitro-In vivo biasanya dikecualikan untuk kelas I dan kelas II obat-obatan.
·         Contoh: Glibenklamid Fenitoin, Danazol, Ketokonazol, asam mefenamat, Nifedinpine.
·         Para bioavailabilitas produk tersebut dibatasi oleh tingkat solvasi mereka. Sebuah korelasi antara in vivo bioavailabilitas dan in vitro solvasi dapat ditemukan.
3.        Kelas III - permeabilitas rendah, kelarutan tinggi
Pada kelas ini permeabilitas adalah tingkat membatasi langkah untuk penyerapan obat. Obat ini menunjukkan variasi yang tinggi dalam tingkat absorpsi obat. Sejak terjadinya disolusi yang  cepat, maka terjadi variasi berbeda yang disebabkan adanya perubahan permeabilitas membran fisiologi dan bukan faktor dosis formulir.
Pada kelas obat jenis ini memerlukan teknologi yang mengatasi keterbatasan fundamental dari permeabilitas absolut atau daerah. Peptida dan protein merupakan bagian dari kelas III dan teknologi penanganan bahan-bahan tersebut mulai meningkat.
·         Contoh: Simetidin, Acyclovir, Neomycin B, Captopril.
·         Penyerapan dibatasi oleh laju permeasi tetapi obat ini terlarut sangat cepat. Jika formulasi tidak mengubah durasi waktu permeabilitas atau gastro-intestinal, kemudian dapat menerapkan kriteria pada kelas I.
4.        Kelas IV - permeabilitas rendah, kelarutan rendah
Pada kelas ini menunjukkan banyak masalah untuk pemberian oral secara efektif. Untungnya, contoh ekstrim dari senyawa kelas IV adalah pengecualian, bukan aturan dan jarang dikembangkan dan mencapai pasar. Namun demikian sejumlah obat kelas IV memang ada.
Pada obat kelas ini menyajikan sebuah tantangan besar bagi pengembangan sistem pengiriman obat dan rute pilihan untuk memberikan obat-obatan tersebut secara parenteral dengan formulasi yang mengandung peningkat kelarutan.
·         Contoh: Taxol, hidroklorotiazid
·         Mereka senyawa memiliki bioavailabilitas miskin. Biasanya senyawa ini tidak diserap dengan baik selama mujosa pada usus dan diharapkan adanya variabilitas yang tinggi.
Tabel 2. Model obat yang disarankan untuk mengklasifikasikan permeabilitas senyawa obat yang baru.
Obat
Kelas Permeabilitas
Keterangan
Alpha-methyldopa
Rendah
Transporter Asam amino
Antipyrine
Tinggi
Penanda permeabilitas
Atenolol
Rendah
Paracellular, Standar internal
Caffeine
Tinggi

Carbamazepine
Tinggi

Hydrochlorothiazide
Rendah
Kelas IV
Furosemide
Rendah
Kelas IV
Ketoprofen
Tinggi

Mannitol
Tinggi à Rendah
Perbatasan penandaan
Metoprolol
Tinggi
Tinggi ke rendah penanda, internal standar.
Naproxen
Tinggi

Polyethylene glycol
400±4000
Rendah
PEG 4000 dapat digunakan sebagai penanda non-absorbable untuk pengkajian in vivo
Propanolol
Tinggi

Ranitidine
Rendah
Standar Internal
Theophylline
Tinggi

Verapamil
Tinggi
Opsi awal untuk karekterisasi dari P-glycoprotein effluks dalam system in vitro
Dalam kinerja in vivo obat tergantung pada kelarutan dan permeabilitas. Oleh karna itu, maka dengan adanya sistem klasifikasi biofarmasi diharapkan dapat menjadi alat pemandu untuk prediksi kinerja in vivo dari zat obat dan pengembangan sistem pengiriman obat yang sesuai dengan kinerja yang diharapkan. Pengetahuan tentang kelas biofarmasi dari bahan obat juga penting untuk suatu penelitian/riset sehingga mengurangi biaya baik dari segi ekonomi dan waktu.
I.1      Larutan Dapar
Larutan Dapar merupakan larutan yang memiliki sifat dapat mempertahankan atau relatif tidak merubah nilai pH dengan adanya penambahan sedikit asam kuat atau basa kuat dan adanya pengenceran. pH merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen (H = +) (= proton) dalam suatu larutan. Keasaman dalam larutan itu dinyatakan sebagai kadar ion hidrogen yang disingkat dengan [H+], atau sebagai pH yang artinya –log [H+]. Dengan kata lain pH merupakan ukuran kekuatan suatu asam.  pH suatu larutan dapat ditera dengan beberapa cara antara lain dengan jalan menitrasi larutan dengan asam dengan indikator atau yang lebih teliti lagi dengan pH meter. PH meter merupakan alat untuk mengukur tingkat keasaman dan kebasa-an air. Pengukur PH tingkat asam dan basa air minum ini bekerja secara digital, PH air dikatakan asam bila kurang dari 7, pH air dikatakan basa (alkaline) bila lebih dari 7 dan pH air dikatakan netral bila pH=7. Yang seringkali dirumuskan dalam persamaan berikut:

[OH -] = K W / [H +]
pOH = pKW − pH
Dimana a + H adalah aktivitas dari ion hidrogen dalam satuan mol / L (konsentrasi molar). Dengan demikian, unit pH adalah log (L / mol), meskipun hal ini jarang diindikasikan secara eksplisit. Serta K W berasal dari konstan air. Sehingga, pada suhu kamar pOH ≈ 14 − pH. Namun hubungan ini tidaklah selalu berlaku pada keadaan khusus lainnya.
 Larutan dapar disebut juga larutan buffer atau larutan penyangga yang merupakan campuran asam lemah dengan garamnya dari basa kuat atau campuran basa lemah dengan garamnya dari asam kuat.
Tujuan penggunaan larutan dapar tersebut dikarenakan adanya suatu system reaksi kimia yang hanya berlangsung pada kondisi lingkungan yang mempunya pH tertentu. Misalnya reaksi pemecahan protein di dalam lambung oleh enzim peptidase yang hanya dapat berjalan dengan baik bila cairan lambung mempunyai pH=3-4. Oksigen dapat terikat dengan baik oleh butir-butir darah merah bila pH darah sekitar 6,1- 7. untuk menjaga agar pH larutan tersebut pada kisaran angka tertentu (tetap), maka diperlukan suatu sitem yang dapat mempertahankan pH tersebut. Aksi dapar merupakan hambatan atau tahanan dalam mempertahankan pH. Misalnya :

             

a.  Campuran asam lemah dengan garam dari asam lemah tersebut.
Contoh:
CH3COOH dengan CH3COONa

H3PO4 dengan NaH2PO4
b.
Campuran basa lemah dengan garam dari basa ldmah tersebut.
Contoh:·     NH4OH dengan NH4Cl
Perlu untuk diketahui, basa lemah jarang sekali dipakai sebagai larutan dapar dikarenakan reaksinya yang seringkali tidak stabil yang dikarenakan oleh adanya pengaruh desosiasi air. Terjadinya desosiasi air tersebut karna adanya pengaruh perubahan suhu yang bervarian.
Koefisien Aktivitas dan Persamaan Dapar
Koefisien aktivitas merupakan faktor yang digunakan dalam termodinamika untuk menjelaskan penyimpangan dari perilaku ideal dalam campuran dari zat kimia . Dalam sebuah campuran ideal , interaksi antara setiap pasangan senyawa kimia yang sama (atau lebih, dengan entalpi dari pencampuran adalah nol) dan, sebagai hasilnya, sifat-sifat campuran dapat dinyatakan langsung dalam hal sederhana konsentrasi atau tekanan parsial zat tersebut misalnya pada hukum Raoult, atau dikenal dalam sifat anomaly air (keanehan air). Penyimpangan dari idealistis ditampung dengan memodifikasi konsentrasi dengan koefisien aktivitas. Yang dh rumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
·         µ = kekuatan ion
·         Ci = konsentrasi ion
·         Zi = muatan ion
  Contoh Soal:
1.    Tentukan kekuatan ion dari:
a. BaSO4
b. Na2SO4
1.    a.  BaSO4 à Ba2+ + SO42-
0,1 M
µ=
 . (0,1 . 22) + (0,1 . 22)
µ=
 . (0,4 + 0,4)
µ= 0,4
b. Na2SO4 à 2Na+ + SO42- 
0,1 M
µ=  . (0,2 . 12) + (0,1 . 22)
µ=  . (0,2 + 0,4)
µ= 0,3
Sifat larutan dapar adalah:
·         pH larutan tidak berubah jika diencerkan.
·         pH larutan tidak berubah jika ditambahkan ke dalamnya sedikit asam atau basa.
Fungsi dari adanya larutan dapar dalam kehidupan sehari-hari dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Pada Tubuh Manusia
Reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh manusia merupakan reaksi enzimatis, yaitu reaski yang melibatkan enzim sebagai katalis. Enzim sebagai katalis hanya dapat bekerja dengan baik pada pH tertentu (pH optimumnya). Agar enzim tetap bekerja secara optimum, diperlukan lingkungan reaksi dengan pH yang relative tetap, unutk itu maka diperlukan larutan dapar.
Didalam setiap cairan tubuh terdapat pasangan asam-basa konjugasi yang berfungsi sebagai larutan dapar. Cairan tubuh, baik sebagai cairan intra sel (dalam sel) dan cairan ekstra sel (luar sel) memerlukan system penyangga tersebut unutk mempertahankan harga pH cairan tersebut. System penyangga ekstra sel yang penting adalah penyangga karbonat ( H2CO3/HCO3-) yang berperan dalam menjaga pH darah, dan system penyangga fosfat (H2PO4-/HPO42-) yang berperan menjaga pH cairan intra sel.
b.      Pada Industri
Dalam indutri farmasi, larutan penyangga berperan untuk pembuatan obat-obatan agar zat aktif dari obat tersebut mempunya pH tertentu. Selain itu larutan penyangga juga digunakan unutk industri makanan dan minuman ringan seperti yang sering digunakan adalah Natrium asetat dan asam sitrat.
Contohnya pada asam sitrat, asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Zat ini juga dapat digunak`n sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan.
Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Rumus kimia asam sitrat adalah C6H8O7 struktur asam ini tercermin pada nama IUPAC-nya, asam 2-hidroksi-1,2,3-propanatrikarboksilat. Keasaman asam sitrat didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik digunakan dalam larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat dapat bereaksi dengan banyak ion logam membentuk garam sitrat. Selain itu, sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
1.      Dapar Biologis In Vivo
A.    Darah Sebagai Sistem Dapar
Larutan dapar sangat penting dalam kehidupan; misalnya dalam analisis kimia, biokimia, bakteriologi, zat warna, fotografi, dan industri kulit. Dalam bidang biokimia, kultur jaringan dan bakteri mengalami proses yang sangat sensitif terhadap perubahan pH. Karna kebanyakan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh makhluk hidup hanya dapat berlangsung pada pH tertentu. Oleh karena itu, cairan tubuh berperan sebagai larutan penyangga agar pH senantiasa konstan ketika metabolisme berlangsung.
Darah dalam tubuh manusia mempunyai kisaran pH 7,35 sampai 7,45, dan apabila pH darah manusia di atas 7,8 yang disebut dengan alkalosis, serta pH yang kurang dari 7,0 maka disebut dengan asidosis. Keadaan tersebut merupakan efek pada tubuh yang menyebabkan organ tubuh manusia dapat rusak, oleh karna itu kisaran pH harus tetap stabil dan di jaga dengan adanya larutan penyangga. Buktinya, apabila dalam darah tidak memiliki buffer, maka ketika minum jus jeruk yang kecut, tubuh kita dapat mengalami asidosis (pH darah asam). Derajat keasaman merupakan suatu sifat keasaman kimia yang penting dari darah dan cairan tubuh lainnya. Walaupun sebagian besar ion H+ selalu ada sebagai hasil metabolisme dari zat-zat, tetapi dalam keadaan yang setimbang harus selalu dipertahankan dengan jalan membuang kelebihan asam tersebut. Hal ini disebabkan karena penurunan pH sedikit saja menunjukk`n keadaan sakit atau efek serius pada organ tubuh manusia. Untuk itu tubuh kita mempunyai hal-hal berikut:
1.      Sistem buffer/dapar
Dimana berperan untuk mempertahankan pH tubuh agar tetap normal, serta melindungi adanya perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah.
2.      Sistem pernapasan.
Di sini dipakai buffer H2CO3/HCO3–
Misalnya konsentrasi H3O+ dalam darah naik, berarti pH-nya turun.
H3O+ + HCO3– ⎯⎯⎯⎯→ H2CO3 + H2O
Bila pH turun maka pusat pernapasan kita akan dirangsang, akibatnya kita bernapas lebih dalam sehingga kelebihan CO2 akan dikeluarkan melalui paru-paru. Sedangkan bila konsentrasi OH naik
H2CO3 + OH⎯⎯⎯⎯→ HCO3– + H2O
Karena kemampuan mengeluarkan CO2 ini, maka bufer H2CO3 dan HCO3– paling baik untuk tubuh.
3.      Ginjal
Ginjal kita juga menolong untuk mengatur konsentrasi H3O+ dalam darah agar tetap konstan, dengan jalan mengeluarkan kelebihan asam melalui urine, sehingga pH urine dapat berada sekitar 4,8 – 7,0.
Kegunaan larutan dapar tidak hanya terbatas pada tubuh makhluk hidup. Reaksi-reaksi kimia di laboratorium dan di bidang industri juga banyak menggunakan larutan dapar. Reaksi kimia tertentu ada yang harus berlangsung pada suasana asam atau suasana basa. Serta buah-buahan dalam kaleng perlu dibubuhi asam sitrat dan natrium sitrat untuk menjaga pH agar buah tidak mudah dirusak oleh bakteri.
Dalam system dapar dalam darah dibagi menjadi dua,yaitu dapar primer (pada plasma) dan dapar skunder (pada eritrosit). Dapar primer pada plasma dibagi menjadi dua system, yaitu Bikarbonat-Asam karbonat (Gifford) dan Na dihidrogen fosfat-Asam fosfat (Soerensen). Sedangkan pada system dapar skunder dibagi menjadi dua, yaitu Hemoglobin-Oxyhemoglobin dan Kalium Dihidrogen fosfat-Asam fosfat. Jadi dalam dalam beberapa faktor penting yang terlibat dalam pengendalian pH darah, diantaranya adalah penyangga karbonat, penyangga hemoglnbin dan penyangga fosfat.
1.      Penyangga Karbonat
Penyangga karbonat berasal dari campuran asam karbonat (H2CO3 ) dengan basa konjugasi bikarbonat (HCO 3 ).
H2 CO3 (aq) à HCO3(aq) + H+ (aq)
Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH darah. Pelari mar`ton dapat mengalami kondisi asidosis, yaitu penurunan pH darah yang disebabkan oleh metabolisme yang tinggi sehingga meningkatkan produksi ion bikarbonat. Kondisi asidosis ini dapat mengakibatkan penyakit jantung, ginjal, diabetes miletus (penyakit gula) dan diare.
Orang yang mendaki gunung tanpa oksigen tambahan dapat menderita alkalosis, yaitu keadaan dimana darah terlalu banyak mengandung basa (sedikit mengandung asam) dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah. Kadar oksigen yang sedikit di gunung dapat membuat para pendaki bernafas lebih cepat, sehingga gas karbondioksida yang dilepas terlalu banyak, padahal CO2 dapat larut dalam air menghasilkan H2CO3. Hal ini mengakibatkan pH darah akan naik. Kondisi alkalosis dapat mengakibatkan hiperventilasi (bernafas terlalu berlebihan, kadang-kadang karena cemas dan histeris). Keadaan alkalosis dapat dibagi menjadi dua, yakni alkalosis metabolic dan alkalosis respiratorik. Alkalosis Metabolik adalah suatu keadaan dimana darah dalam keadaan basa karena tingginya kadar bikarbonat, sebab tubuh kehilangan terlalu banyak asam. Sedangkan alkalosis respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena pernapasan yang cepat dan dalam menyebabkan kadar karbondioksida dalam darah menjadi rendah.
2.      Penyangga Hemoglobin
Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari larutan penyangga oksi hemoglobin adalah:
HHb + O 2 (g) <.span> ⎯⎯⎯⎯→   HbO 2- + H +
Asam hemoglobin            ion aksi hemoglobin
Keberadaan oksigen pada reaksi di atas dapat memengaruhi konsentrasi ion H+, sehingga pH darah juga dipengaruhi olehnya. Pada reaksi di atas O2 bersifat basa. Hemoglobin yang telah melepaskan O2<.sub> dapat mengikat H+ dan membentuk asam hemoglobin. Sehingga ion H+ yang dilepaskan pada peruraian H2CO3 merupakan asam yang diproduksi oleh CO2 yang terlarut dalam air saat metabolisme.
3.      Penyangga Fosfat
Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H2PO4-) dengan monohidrogen fosfat (HPO32- ).
H2PO4- (aq) + H+ (aq) à H2 PO4(aq)
H2PO4- (aq) + OH- (aq) àHPO4 2- (aq) ) + H2O (aq)
Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah pada pH 7,4. Penyangga di luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin.
Berikut ini rentang klasifikasi pH pada larutan beserta authornya:


    


Dapar dalam Farmasetik (Obat-Obatan)
Dalam bidang farmasi (obat-obatan) banyak zat aktif yang harus berada dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan khasiat zat aktif tersebut berkurang atau hilang sama sekali. Untuk obat suntik atau obat tetes mata, pH obat-obatan tersebut harus disesuaikan dengan pH cairan tubuh, cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel. Dimana sistem penyangga utama dalam cairan intraselnya seperti H2PO4- dan HPO42- yang dapat bereaksi dengan suatu asam dan basa. Begitu juga obat suntik harus disesuaikan dengan pH darah (pH 7,4) agar tidak menimbulkan alkalosis atau asidosis pada darah. Sedangkan pH untuk obat tetes mata harus disesuaikan dengan pH air mata agar tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata. Oleh karna itu, sediaan tetes mata sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri dan tidak dapat menyebabkan keluarnya air mata, yang dapat mencuci keluar bahan obat yang terkandung didalamnya. Dalam pembuatan larutan yang mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit hipotonis, dimana pada umumnya digunakan natrium-klorida (0,7-0,9%) atau asam borat (1,5-1,9%) steril.
Cairan mata isotonik dengan darah dan nilai isotonisitasnya sama dengan larutan NaCl P 0,9%. Tujuan penggunaan prinsip dapar pH dalam kinerja obat tetes mata ini adalah untuk mencegah kenaikan pH yang disebabkan oleh pelepasan lambat ion hidroksil dari wadah kaca. Kenaikan pH dapat mengganggu kelarutan dan stabilitas obat. Pada garam alkaloid berperan paling efektif pada pH optimal untuk pembentukan basa bebas tidak terdisosiasi. Tetapi pada pH ini obat mungkin menjadi tidak stabil, sehingga pH harus diatur dan dipertahankan tetap dengan penambahan dapar.  Air mata mempunyai kapasitas dapar yang baik. Obat mata akan merangsang pengeluaran air mata dan penetralan akan terjadi dengan cepat asalkan kapasitas dapar larutan obat tersebut kecil (jumlah mol asam dan basa konjugat dari pendapar kecil). Garam alkaloid bersifat asam lemah dan kapasitas daparnya lemah. Satu atau dua tetes larutan obat mata ini akan dinaikkan pHnya oleh air mata.
Faktor dalam pembuatan larutan dapar farmasetis yaitu:
1.      Pilih asam lemah yang memiliki pKa mendekati pH dapar
2.      Hitung rasio garam dan asam lemah yang diperlukan (pers. Henderson-Hasselbach)
3.      Tentukan konsentrasi individual g`ram dan asam yang diperlukan untuk memperoleh kapasitas dapar yang mencukupi (pers. Van Slyke)
4.      Faktor lain yang harus diperhatikan:
a.       Ketersediaan bahan kimia
b.      Sterilitas larutan akhir
c.       Stabilitas bahan obat dan dapar
d.      Harga bahan baku
e.       Tidak toksik
5.      Cek pH dengan alat yang “reliable”.
Penyesuaian Tonisitas dan pH
  • Data Pelarut Cryoscopic dan Ebuillioscopic

    Ada empat metode penyesuaian isotonicity/ tonisitas dengan pH, yang seringkali digunakan sebagai intra vena suntikan atau untuk digunakan pada mata atau saluran hidung atat telinga. Dimana cairan yang masuk dalam tubuh harus menjadi isotonik dengan cairan tubuh. Hal ini dapat dilakukan oleh salah satu dari empat metode berikut ini: 
    1. Cryoscopic Metode:
    Darah memiliki titik beku -0,52oC. Jadi untuk solusi apapun untuk menjadi isotonik dengan darah, itu juga harus memiliki depresi dari 0,52oC. Untuk sejumlah obat depresi titik beku disebabkan oleh larutan 1% diberikan dalam tabel di atas
    Langkah-langkah:
    Kami mengetahui depresi titik beku disebabkan oleh jumlah yang diberikan obat
    dalam resep dalam volume tertentu air.

    Kami kurangi dari 0,52.
    2. Metode NaCl Ekivalen:  
    Setara natrium klorida juga dikenal sebagai "setara tonicic". Natrium klorida setara dengan obat adalah jumlah natrium klorida yang setara dengan (yaitu, memiliki efek osmotik sama dengan) 1 gram, atau berat lainnya unit, obat. Nilai-nilai natrium klorida setara obat banyak tercantum dalam tabel. Dalam metode ini kita mengetahui nilai T dari obat, baik dari tabel atau dari formula:
    Untuk depresi yang tersisa di titik beku, kita tambahkan natrium klorida yang cukup, tahu bahwa sodium klorida 1% memiliki titik beku yang titik penurunan 0,58 C. 
     
    Dimana E adalah natrium klorida nilai setara M adalah Berat Molekul L iso merupakan faktor yang tergantung pada keadaan ionik garam.
    ·         Untuk elektrolit Non L iso 1,9
    ·         Lemah elektrolit L iso adalah 2,0
    ·         Divalen elektrolit L iso adalah 2,0
    ·         Uniuni valent elektrolit L iso adalah 3,4
    ·         Unidi valent elektrolit L iso adalah 4,3
    ·         Diuni valent elektrolit L iso 4.8
    ·         Unitrivalent elektrolit L iso 5,2
    ·         Tri univalen elektrolit L iso adalah 6,0
    ·      &nbrp;  Tetraborate elektrolit L iso adalah 7.6
    Langkah-langkahnya adalah
    a.       kami menemukan nilai T dari obat.
    b.      kami dalam multiplythe kuantitas obat dengan nilai E nya. Kami mendapatkan berat (x) yang setara dengan natrium klorida terhadap tekanan osmotik.
    c.       3.Karena, untuk setiap 100 ml solusi, 0.9g natrium klorida diperlukan untuk isotonicity, kita kurangi jumlah yang diperoleh pada langkah 2 (x) dari 0.9g; biarkan ini menjadi y.
    d.      Kami menambahkan y NaCl, untuk setiap 100 ml larutan.  
    3. Metode White - Vincent:
    Dalam metode ini kita menambahkan air yang cukup untuk obat tntuk membuat larutan isotonik dan kemudian kita menambahkan larutan natrium klorida isotonik untuk itu untuk membuka volume ke diperlukan tingkat.
    Langkah-langkah yang terlibat adalah
    1.      Cari berat yang ditentukan obat W (g), volume ditentukan V (v) dan natrium klorida nilainya setara (E).
    W. V = E
    2.      Kalikan berat W (g) dengan nilai setara natrium klorida (E).
    W. E = X
    Jadi X adalah berat natrium klorida osmotik setara dengan W berat diberikan obat.
    3.      Volume (V) dari larutan isotonik yang dapat disiapkan dari W (g) obat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan
    atau V= W . E. 111,1
    4.      Jadi V adalah volume larutan yang isotonik dengan darah. Larutkan Wg narkoba di Y ml air. Solusi ini isotonik. Sekarang, pembuatan volume larutan ini diperlukan volume dengan larutan isotonik, seperti solusi natrium klorida 0,9%.
    4. Metode Sprowls :
    Dalam metode ini kita menggunakan nilai-nilai V yang didefinisikan dan dihitung untuk
    banyak obat oleh Sprowls. Memperbaiki W sebagai 0.3g untuk obat banyak, dan mengetahui E mereka nilai-nilai yang dihitung nilai-nilai V untuk banyak obat.
    Langkah-langkah:
    1. Menemukan nilai V dari meja. V adalah volume larutan yang isotonik dengan
    darah untuk 0,3.
    2. Dari jumlah obat yang diresepkan, menghitung volume. Misalkan, berat yang ditentukan adalah X g.  Untuk 0.3g, volume air untuk isotonicity adalah v ml.  Untuk XG, volume air? 
    3. Sekarang larut XG di y ml air.
    4. Membuat sampai solusi ini dengan volume yang dibutuhkan dengan 0,9%  natrium klorida larutan.
    Contoh:
    Natrium klorida
    1.      Berapa banyak diperlukan untuk membuat 100 ml larutan 1% dari apomorphine hydrochloride isotonik dengan serum darah?
    1. Dari tabel, kita menemukan bahwa larutan 1% dari apomorphine hydrochloride menyebabkan titik beku penurunan 0,08oC.
    1.      Depresi di Point Pembekuan dibutuhkan adalah 0,520. Depresi di Point Pembekuan tersedia 0,08. Depresi lebih lanjut di Point Pembekuan dibutuhkan adalah 0,44. 0.58 Depresi C di Point Pembekuan adalah disebabkan oleh larutan NaCl 1%. 0.44 oC depresi di Point Pembekuan disebabkan oleh? Larutan NaCl? 
    Jadi 0,76 g dalam 100 ml NaCl akan memberikan penurun sebuah di Point Pembekuan 0,44.Jadi untuk membuat obat yang dibutuhkan isotonik solusi, kami larut 1g hidroklorida apomorphine dan 0,76 g natrium klorida dalam 100ml air.
    Metode 2:
    1. Nilai T dari obat ini 0,14
    2. 1 x 0,14 = 0.14g
    Ini adalah jumlah setara natrium klorida untuk 1g hidroklorida apomorphine
    1. 0,9-0,14 = 0,76 g.
    2. Larutkan 1 gram hidroklorida apomorphine dan 0,76 g natrium klorida dalam 100ml air.
    Metode 3:
    1. Berat obat                          = 1 gr
      Volume larutan                  = 100 ml
      Natrium Klorida Setara E = 0,14
    1. W x E = X
      1 x 0,14 = 0,14
    a.       V = X x 111,1
        = 0,14 x 111,1
        = 15,55 ml
    1. Larutkan 1 gram apomorphone hidroklorida dalam 15,5 ml air dan membuat solusi ini untuk 100ml dengan natrium klorida 0,9% solusi.
    Metode 4:
    1. Nilai V dari apomorphine hydrochloride adalah 4,7. Ini adalah volume air
      diperlukan untuk 0.3g obat untuk isotonicity.
    2. Y = V = 4,7 Xx/0.3 x1/0.3 = 15,66
    3. Larutkan 1 gram obat dalam 15,6 ml air dan membuat solusi untuk 100ml dengan larutan natrium klorida 0,9%.

     DAFTAR PUSTAKA
    Amidon, GL., Lennernas H, Shah VP, dan Crison JR. 1995. A Theoretical Basis For A Biopharmaceutic Drug Classification: The Correlation Of In Vitro Drug Product Dissolution And In Vivo Bioavailability. Pharm. Res. 12: 413-420, PMID 7617530.
    Devane, J. 1998 . Oral Drug Delivery Technology: Addressing The Solubility/ Permeability Paradigm. Pharm`ceutical Technology. 11: 68-74.
    Folkers, Gerd., Han van de Waterbeemd, Hans Lennernäs, Per Artursson, Raimund Mannhold, dan Hugo Kubinyi. 2003 . Drug Bioavailability : Estimation of Solubility, Permeability, Absorption and Bioavailability. Methods and Principles in Medicinal Chemistry. Weinheim: Wiley-VCH, ISBN 3-527-30438-X .
    Lipinski, Christopher A., Franco Lombardo, Beryl W. Dominy, dan Paul J. Feeney. 2001. Experimental And Computational Approaches To Estimate Solubility And Permeability In Drug Discovery And Development Settings. Advanced Drug Delivery Reviews. 46: 3–26.
    Löbenberg, Raimar., dan Gordon L. Amidon. 2000. Modern Bioavailability, Bioequivalence And Biopharmaceutics Classifcation System. New Scientific Approaches To International Regulatory Standards. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 50 : 3-12.