Selasa, 07 Mei 2013

PEMBUATAN DAN EVALUASI FORMULASI GEL HERBAL PENYEMBUHAN LUKA



A.    PENDAHULUAN
Luka adalah gangguan anatomi dan kontinuitas fungsional jaringan hidup yang diakibatkan  oleh kimia, fisik dan mikroba terhadap jaringan. Penyembuhan luka adalah proses dinamis  terjadinya regenerasi atau perbaikan jaringan jaringan yang rusak. Respon penyembuhan luka yang normal dimulai dengan cedera dan merupakan urutan terpadu kejadian. Penyembuhan terjadi ketika terjadinya trombosit kontak  dengan kolagen menyebabkan agregasi platelet dan pelepasan faktor pembekuan menyebabkan pengendapan gumpalan fibrin pada tempat cedera. Gumpalan fibrin berfungsi sebagai matriks. Sel-sel inflamasi juga tiba bersama dengan trombosit di lokasi cedera memberikan sinyal kunci yang disebut sitokin. Fibroblast adalah jaringan ikat bertanggung jawab untuk deposisi kolagen yang diperlukan untuk memperbaiki jaringan yang luka. Dalam jaringan normal, kolagen memberikan kekuatan, integritas, dan struktur. Ketika jaringan terganggu setelah cedera, kolagen diperlukan untuk memperbaiki cacat dan mengembalikan struktur anatomi dan fungsinya.
Dalam formulasi pada penelitian ini adalah untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Survei literatur mengungkapkan bahwa pegagan memiliki aktivitas antimikroba, antioksidan, penyembuhan luka sintesis kolagen dan meningkatkan elastisitas kulit. Curcuma longa memiliki aktivitas  anti-inflamasi, antimikroba dan penyembuhan luka. Sedangkan Aloe memiliki aktivitas  anti-inflamasi, meningkatkan derajat ikatan matrik pada kulit. Aloe juga memiliki aktivitas pelembab. Penelitian pada jurnal ini bertujuan untuk aplikasi mudah pada luka dengan sediaan  cream o / w dan evaluasi  oleh aktivitas penyembuhan luka pada tikus wistar dibandingkan dengan povidon iodine salep.
B.     BAHAN dan METODE
1.    Preparasi Ekstrak
Centella asiatica (L.) Urban dan Curcuma longa (L.) dikumpulkan dari Amravati. Jenis tanaman diidentifikasi dan ditetapkan oleh Botanist Dr. Prabha Bhogaonkar, seorang direktur institusi ilmu alam dan kemanusiaan Vidarbha, Amravati. Herbarium disiapkan dan disimpan di Departemen Botani institusi ilmu alam dan kemanusiaan Vidarbha, Amravati.
Bagian penyemprotan udara kering Centella asiatica (L.) Urban didefatisasi dengan petroleum eter dan diekstraksi dengan etanol 90% dalam alat Soxhhet selama 8 jam. Ekstrak dipekatkan dalam penangas air dan dikeringkan pada suhu 500+/- 50C dalam udara panas oven. Serbuk dari rhizoma Curcuma longa dididihkan dalam air terpurifikasi selama 2 jam. Kemudian larutan disaring melalui saringan kasar sebanyak 2 kali. Akhirnya, filtrat dipekatkan dalam penangas air sampai terbentuk konsistensi seperti pasta yang tebal dan dikeringkan pada suhu 500+/- 50C dalam udara panas oven.
2.    Preparasi Formulasi

3.    Prosedur
Serbuk gel sari Aloe barbadensis ditambahkan dalam air terpurifikasi dan dijaga selama semalam. Fase I dipreparasi dengan melarutkan ekstrak Centella asiatica, ekstrak Curcuma longa, dan gel aloe yang dipreparasi di atas dalam air terpurifikasi dan sebelumnya dipanaskan sampai gliserin bercampur dalam larutan dengan pengadukan yang konstan.
Fase II dipreparasi dengan melelehkan parafin lembut putih pada suhu 700C, kemudian cetosteryl alcohol dan polisorbat 60 ditambahkan pada campuran larutan tersebut dengan pengadukan konstan. Yang terakhir metil dan propil paraben serta BHA ditambahkan  dalam campuran yang diaduk. Fase II ditambhkan ke dalam fase I dengan pengadukan konstan pada suhu 70°C. Kemudian berikan pendingan dengan pengadukan konstan.
C.    EVALUASI AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA
Protokol penelitian ini telah disetujui oleh institusi komite etika hewan Anuradha College of Pharmacy, Chiknli Dist. Protokol ini sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh komite pengendalian dan Pengawasan Penelitian Hewan (CPCSEA) di India.
v Hewan
Hewan coba yang digunakan untuk penelitian adalah Tikus wistar jantan dengan bobot 150-200 g. Semua hewan bebas untuk makan makanan pellet dan air sampai di libitum. Suhu dipertahankan pada 23 ± 1°C.
v Pengobatan
Hewan
yang terluka diberi obat bius dan di letakkan di bawah cahaya eter semiaseptically. Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 hewan coba. Kelompok I adalah kelompok yang tidak diberi obat, Kelompok ini diambil sebagai kelompok kontrol. Hewan coba pada kelompok II diberi pengobatan salep povidone iodine. Hewan coba pada Kelompok III diberi pengobatan dengan basis krim, sedangkan Hewan coba pada kelompok IV dan V diberi formulasi uji I dan II masing-masing dengan perawatan di kedua luka sayatan yakni model eksisi dan insisi. Tidak ada terapi topikal maupun sistemik lainnya yang diberikan kepada hewan selama penelitian ini.
1.    Model Luka Pemotongan (Eksisi)
Bulu-bulu pada daerah tengah dari punggung tikus dihilangkan dan diberi obat bius pada bagian dadanya. Dari daerah yang ditandai tersebut kemudian dipotong berdasarkan ketebalan tertentu untuk menghasilkan pengukuran luka sekitar 300 mm2. Luka dibersihkan menggunakan kapas yang telah dibasahi dengan alkohol. Dua formulasi diujikan, yakni basis krim dan salep yodium povidone yang diaplikasikan pada luka sekali sehari selama 20 hari mulai dari hari pertama hewan dilukai. Kontraksi luka diukur selama 20 hari dengan interval 2 hari.

2.    Model Luka Sayatan (Insisi)
Hewan-hewan dibius dan diberi sayatan secara paravertebral (panjang 2,5-3,0 cm) dibuat melalui seluruh kulit. Setelah sayatan dibuat, kulit yang berpisah disimpan bersama-sama dan dijahit dengan benang nilon 0,5 cm dengan jarum melengkung (No. 11). Dua uji formulasi, basis krim dan salep povidone yodium digunakan pada luka sekali sehari dalam 7 hari. Jahitan pada luka tersebut diganti pada hari ke 8 dan daya rentang luka diukur pada hari ke 10 dengan menggunakan tehnik aliran air konstan.
v Teknik Aliran Air Konstan
Pada hari ke-10 hewan diamankan ke meja operasi, di bawah cahaya anestesi eter. Sebuah baris digambar di kulit normal di kedua sisi luka, 3 mm jauh dari garis luka. Dua gunting (untuk medis) diterapkan pada garis yang saling berhadapan. Di satu sisi gunting dikaitkan pada batang logam yang diperbaiki ke meja operasi. Gunting lainnya dihubungkan ke wadah polietilena yang tahan bocor melalui tali yang  berjalan di atas katrol. Wadah polietilena tersebut dihubungkan ke penampung air yang ditempatkan pada ketinggian yang sesuai melalui tabung karet yang tersumbat denganpinchcock”. Pengukuran daya rentang luka, tabung itu dilepaskan ke aliran konstan dan terus menerus mengalir air dari penampung air ke wadah polietilena. Sebagai berat yang secara bertahap meningkat, ia bertindak sebagai gaya yang menarik untuk mengganggu luka. Segera pemisahan luka tersebut diamati, tabung karet dijepit dan wadah polietilena ditimbang.
D.    HASIL
Dalam studi mengenai luka pemotongan (eksisi), kontraksi luka ditangani dengan salep povidon iodine dan luka tersebut diobati dengan formula I dan II. Tiga golongan tersebut diamati antara 16 dan 18 hari. Sementara itu, kelompok hewan I dan III yang tidak diobati membutuhkan 20 hari untuk penyembuhan luka. Dalam studi luka sayatan (insisi), kekuatan menarik salep povidon iodine sebesar 379,98 ± 2,95 gm dan kelompok I (control) sebesar 164,55 ± 3,14 gm, sedangkan kelompok III (basis krim) menunjukkan 202,75 ± 3,04 gm. Kekuatan menarik dari formulasi I dan II masing-masing menunjukkan hasil 366,08 ± 2,32 dan 351,35 ± 3,29. Hasilnya dinyatakan sebagai rata-rata. Perbedaan hasil rata-rata yang signifikan dianalisa dan kemudian dilanjutkan dengan uji Turky’s. Nilai-P <0,05 dianggap signifikan.
E.     PEMBAHASAN
Pada percobaan yang dilakukan, tanaman C. asiatica, C. longa dan A. barbadensis  dipilih yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Pada formulasi I dan II memberikan hasil terbaik, mungkin dikarenakan asiatikosida dari C. asiatica mempercepat proses kolagenisasi dan kekuatan untuk menarik. Asiatikosida, adalah senyawa utama dalam ramuan herbal yang diketahui dapat menyembuhkan luka  dengan mengurangi lipid peroksida pada luka. Kurkumin dari C.longa bertanggung jawab untuk menutup luka dan meningkatkan sintesis kolagen. A. barbadensis meningkatkan aldehid dan menurunkan kelarutan asam. Semua faktor tersebut yang memungkinkan bertanggung jawab dalam proses penyembuhan luka pada formulasi I dan II.
Pada luka sayatan, formulasi dilakukan untuk membandingkan kekuatan tarik dari 10 hari luka lama dengan luka yang tidak terobati. Formulasi I dan II menunjukkan peningkatan kekuatan tarik yang signifikan terlihat pada 10 hari luka lama, hal ini dikarenakan kemungkinan adanya peningkatan konsentrasi kolagen per satuan luas dan stabilisasi serat.


PUSTAKA OF JOURNAL INTERNATIONAL
N.S.Jagtap, dkk. 2009. Defelopment and Evaluation of Herbal Wound Healling Formulations. PharmTech. http://www.4shared.com/office/aeZA-En6/cream.html