A.
PENDAHULUAN
Luka adalah gangguan anatomi dan
kontinuitas fungsional jaringan hidup yang
diakibatkan oleh kimia, fisik dan
mikroba terhadap jaringan. Penyembuhan luka adalah proses dinamis terjadinya regenerasi atau perbaikan jaringan
jaringan yang rusak.
Respon penyembuhan luka yang normal dimulai dengan cedera
dan merupakan urutan terpadu kejadian. Penyembuhan
terjadi ketika terjadinya trombosit kontak
dengan kolagen menyebabkan agregasi platelet dan pelepasan faktor pembekuan menyebabkan pengendapan
gumpalan fibrin pada tempat cedera. Gumpalan fibrin berfungsi
sebagai matriks. Sel-sel inflamasi juga
tiba bersama dengan trombosit di lokasi cedera
memberikan sinyal kunci yang disebut sitokin. Fibroblast adalah jaringan ikat
bertanggung jawab untuk deposisi kolagen yang diperlukan untuk
memperbaiki
jaringan yang
luka. Dalam jaringan normal, kolagen
memberikan kekuatan, integritas, dan struktur.
Ketika jaringan
terganggu setelah cedera, kolagen diperlukan untuk
memperbaiki cacat dan mengembalikan struktur anatomi dan
fungsinya.
Dalam formulasi pada
penelitian ini adalah
untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Survei literatur mengungkapkan bahwa pegagan memiliki aktivitas antimikroba, antioksidan, penyembuhan luka
sintesis kolagen dan meningkatkan elastisitas
kulit. Curcuma longa memiliki
aktivitas anti-inflamasi, antimikroba dan penyembuhan luka. Sedangkan
Aloe memiliki aktivitas
anti-inflamasi, meningkatkan derajat ikatan
matrik pada kulit. Aloe juga memiliki aktivitas pelembab. Penelitian pada
jurnal ini bertujuan
untuk aplikasi
mudah pada luka dengan
sediaan cream o / w dan evaluasi
oleh aktivitas penyembuhan luka pada tikus wistar dibandingkan dengan
povidon iodine salep.
B.
BAHAN
dan METODE
1. Preparasi
Ekstrak
Centella
asiatica (L.) Urban dan Curcuma longa (L.)
dikumpulkan dari Amravati. Jenis tanaman diidentifikasi dan ditetapkan oleh
Botanist Dr. Prabha Bhogaonkar, seorang direktur institusi ilmu alam dan
kemanusiaan Vidarbha, Amravati. Herbarium disiapkan dan disimpan di Departemen
Botani institusi ilmu alam dan kemanusiaan Vidarbha, Amravati.
Bagian
penyemprotan udara kering Centella asiatica (L.) Urban didefatisasi
dengan petroleum eter dan diekstraksi dengan etanol 90% dalam alat Soxhhet
selama 8 jam. Ekstrak dipekatkan dalam penangas air dan dikeringkan pada suhu
500+/- 50C dalam udara panas oven. Serbuk dari rhizoma Curcuma
longa dididihkan dalam air
terpurifikasi selama 2 jam. Kemudian larutan disaring melalui saringan kasar
sebanyak 2 kali. Akhirnya, filtrat dipekatkan dalam penangas air sampai
terbentuk konsistensi seperti pasta yang tebal dan dikeringkan pada suhu 500+/-
50C dalam udara panas oven.
2. Preparasi
Formulasi
3. Prosedur
Serbuk gel sari Aloe barbadensis ditambahkan dalam air
terpurifikasi dan dijaga selama semalam. Fase I dipreparasi dengan melarutkan
ekstrak Centella asiatica, ekstrak Curcuma longa, dan gel aloe yang dipreparasi di atas dalam air terpurifikasi
dan sebelumnya dipanaskan sampai gliserin bercampur dalam larutan dengan
pengadukan yang konstan.
Fase II
dipreparasi dengan melelehkan parafin lembut putih pada suhu 700C,
kemudian cetosteryl alcohol dan polisorbat 60 ditambahkan pada campuran larutan
tersebut dengan pengadukan konstan. Yang terakhir metil dan propil paraben
serta BHA ditambahkan dalam campuran
yang diaduk. Fase II ditambhkan ke dalam fase I dengan pengadukan konstan pada
suhu 70°C. Kemudian berikan
pendingan dengan pengadukan konstan.
C.
EVALUASI
AKTIVITAS PENYEMBUHAN LUKA
Protokol penelitian ini telah disetujui
oleh institusi komite etika hewan Anuradha College of Pharmacy,
Chiknli Dist. Protokol
ini sesuai dengan pedoman yang
dikeluarkan oleh komite
pengendalian
dan Pengawasan Penelitian Hewan (CPCSEA) di India.
v Hewan
Hewan coba yang digunakan untuk penelitian adalah Tikus wistar jantan dengan bobot 150-200 g. Semua hewan bebas untuk makan makanan pellet dan air sampai di libitum. Suhu dipertahankan pada 23 ± 1°C.
Hewan coba yang digunakan untuk penelitian adalah Tikus wistar jantan dengan bobot 150-200 g. Semua hewan bebas untuk makan makanan pellet dan air sampai di libitum. Suhu dipertahankan pada 23 ± 1°C.
v Pengobatan
Hewan yang terluka diberi obat bius dan di letakkan di bawah cahaya eter semiaseptically. Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 hewan coba. Kelompok I adalah kelompok yang tidak diberi obat, Kelompok ini diambil sebagai kelompok kontrol. Hewan coba pada kelompok II diberi pengobatan salep povidone iodine. Hewan coba pada Kelompok III diberi pengobatan dengan basis krim, sedangkan Hewan coba pada kelompok IV dan V diberi formulasi uji I dan II masing-masing dengan perawatan di kedua luka sayatan yakni model eksisi dan insisi. Tidak ada terapi topikal maupun sistemik lainnya yang diberikan kepada hewan selama penelitian ini.
Hewan yang terluka diberi obat bius dan di letakkan di bawah cahaya eter semiaseptically. Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 hewan coba. Kelompok I adalah kelompok yang tidak diberi obat, Kelompok ini diambil sebagai kelompok kontrol. Hewan coba pada kelompok II diberi pengobatan salep povidone iodine. Hewan coba pada Kelompok III diberi pengobatan dengan basis krim, sedangkan Hewan coba pada kelompok IV dan V diberi formulasi uji I dan II masing-masing dengan perawatan di kedua luka sayatan yakni model eksisi dan insisi. Tidak ada terapi topikal maupun sistemik lainnya yang diberikan kepada hewan selama penelitian ini.
1. Model
Luka Pemotongan (Eksisi)
Bulu-bulu
pada daerah tengah dari punggung tikus dihilangkan
dan diberi obat bius pada bagian dadanya. Dari daerah yang
ditandai tersebut kemudian dipotong
berdasarkan ketebalan tertentu untuk menghasilkan pengukuran luka sekitar
300 mm2.
Luka dibersihkan menggunakan kapas yang
telah
dibasahi dengan
alkohol. Dua formulasi
diujikan,
yakni basis krim dan
salep yodium povidone
yang diaplikasikan
pada luka sekali
sehari selama 20 hari mulai dari hari pertama hewan
dilukai. Kontraksi
luka diukur selama 20 hari dengan interval 2 hari.
2. Model
Luka Sayatan (Insisi)
Hewan-hewan
dibius dan diberi sayatan
secara paravertebral (panjang
2,5-3,0 cm) dibuat
melalui seluruh kulit. Setelah sayatan dibuat,
kulit yang berpisah
disimpan bersama-sama dan dijahit dengan benang nilon
0,5 cm dengan
jarum melengkung (No.
11). Dua uji
formulasi, basis krim dan salep povidone yodium digunakan pada
luka sekali sehari dalam 7 hari. Jahitan pada luka tersebut diganti pada hari
ke 8 dan daya rentang luka diukur pada hari ke 10 dengan menggunakan tehnik
aliran air konstan.
v Teknik
Aliran Air Konstan
Pada
hari ke-10 hewan diamankan
ke meja operasi, di bawah cahaya anestesi eter. Sebuah baris digambar di kulit normal di kedua sisi luka, 3 mm jauh dari garis luka.
Dua gunting (untuk medis) diterapkan
pada garis yang saling berhadapan.
Di satu sisi gunting
dikaitkan pada batang logam yang diperbaiki ke meja operasi. Gunting lainnya
dihubungkan ke wadah polietilena yang
tahan bocor melalui tali yang berjalan di atas katrol. Wadah polietilena tersebut dihubungkan ke penampung air yang ditempatkan pada ketinggian yang sesuai
melalui tabung karet yang tersumbat dengan
“pinchcock”. Pengukuran daya rentang
luka, tabung itu dilepaskan ke
aliran konstan dan terus menerus mengalir air dari penampung air ke wadah polietilena. Sebagai berat yang
secara bertahap meningkat, ia bertindak sebagai
gaya yang menarik untuk mengganggu
luka. Segera pemisahan luka tersebut diamati, tabung
karet dijepit dan
wadah polietilena ditimbang.
D.
HASIL
Dalam studi mengenai luka pemotongan
(eksisi), kontraksi luka ditangani dengan salep
povidon iodine dan luka tersebut diobati dengan formula I dan II. Tiga golongan
tersebut diamati antara 16 dan 18 hari. Sementara itu, kelompok hewan I dan III
yang tidak diobati membutuhkan 20 hari untuk penyembuhan luka. Dalam studi luka sayatan (insisi), kekuatan menarik salep povidon iodine
sebesar 379,98 ± 2,95 gm dan kelompok I (control) sebesar 164,55 ± 3,14 gm,
sedangkan kelompok III (basis krim) menunjukkan 202,75 ± 3,04 gm. Kekuatan menarik
dari formulasi I dan II masing-masing menunjukkan hasil 366,08 ± 2,32 dan
351,35 ± 3,29. Hasilnya dinyatakan sebagai rata-rata. Perbedaan hasil rata-rata
yang signifikan dianalisa dan kemudian dilanjutkan dengan uji Turky’s. Nilai-P
<0,05 dianggap signifikan.
E.
PEMBAHASAN
Pada
percobaan yang dilakukan, tanaman C. asiatica,
C. longa dan A. barbadensis dipilih yang
dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Pada formulasi I dan II memberikan
hasil terbaik, mungkin dikarenakan asiatikosida dari C. asiatica mempercepat proses kolagenisasi dan kekuatan untuk
menarik. Asiatikosida, adalah senyawa utama dalam ramuan herbal yang diketahui
dapat menyembuhkan luka dengan
mengurangi lipid peroksida pada luka. Kurkumin dari C.longa bertanggung jawab untuk menutup luka dan meningkatkan
sintesis kolagen. A. barbadensis
meningkatkan aldehid dan menurunkan kelarutan asam. Semua faktor tersebut yang
memungkinkan bertanggung jawab dalam proses penyembuhan luka pada formulasi I
dan II.
Pada
luka sayatan, formulasi dilakukan untuk membandingkan kekuatan tarik dari 10
hari luka lama dengan luka yang tidak terobati. Formulasi I dan II menunjukkan
peningkatan kekuatan tarik yang signifikan terlihat pada 10 hari luka lama, hal
ini dikarenakan kemungkinan adanya peningkatan konsentrasi kolagen per satuan
luas dan stabilisasi serat.
PUSTAKA OF JOURNAL INTERNATIONAL
N.S.Jagtap, dkk. 2009. Defelopment and Evaluation of Herbal Wound Healling Formulations. PharmTech. http://www.4shared.com/office/aeZA-En6/cream.html