Tampilkan postingan dengan label Obat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Obat. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 November 2013

Biofarmasetika Obat

Aspek Biofarmasetika dari Produk Obat
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat terhadap bioavailabilitas obat. Bertujuan mengatur pelepasan obat sedemikian rupa ke sirkulasi sitemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu. Biovailabiltas menyatakan kecepatan dan jumlah obat aktif mencapai sirkulasi sitemik. Absorpsi sitemik dari tempat ekstravaskuler dipengaruhi oleh sifat anatomik dan fisiologi tempat absorpsi, serta sifat fisikokimia/ produk obat. Proses absorpsi sistemik meliputi: disentegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat, pelarutan obat dalam media “aqueous”, dan absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik.  Untuk merancang obat yang dapat lepas paling banyak di sistemik yaitu dengan mempertimbangkan jenis produk obat (larutan, suspensi, supositoria), sifat bahan tambahan, dan sifat fisikokimia obat.
Perjalanan Obat
Perjalanan obat melewati membran sel dipengaruhi oleh sifat fisikokimia, yaitu kelarutan molekul obat dalam lipid dan ukuran molekul. Obat yang lebih larut dalam lemak lebih mudah melewati membran sel daripada obat yang kurang larut dalam lemak/larut dalam air. Obat yang bersifat elektrolit lemah, misalnya asam/basa lemah, besarnya ionisasi mempengaruhi laju pengangkutan obat. Obat yang terionisasi mempunyai muatan dan menjadikannya lebih larut dalam air daripada obat yang tidak terionisasi. Jumlah ionisasi bergantung pada pKa dan pH medium obat terlarut. Obat yang memiliki molekul yang sangat kecil (urea) dan ion kecil (Na+, K+, dan Li+) bergerak melewati membran dengan cepat. Sebaliknya, makromolekul yang sangat besar (protein) tidak melewati membran sel atau dapat melewati api dalam jumlah sangat kecil.
Fenomena pengangkutan fisiologik yang mempengaruhi mekanisme obat melewati membran sel adalah:
1.      Difusi pasif, yang merupakan bagian terbesar dari proses transmembran pada obat. Tenaga pendorong difusi pasif adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Dalam Hukum Fick , dimana dQ/dt= laju difusi, D= koefisien difusi, K=Koefisien partisi, A=Luas permukaan membran, h=tebal membran, dan CGI-Cp= perbedaan konsentrasi obat dalam saluran cerna dan plasma.
2.      Transpor Aktif, yaitu proses transmembran yang diperantai oleh pembawa yang berperan penting dalam sekresi ginjal dan bilier dari berbagai obat dan metabolit.
3.      Difusi yang dipermudah (fasilitated diffusion), merupakan sistem transpor yang diperantai pembawa, dimana obat bergerak karena perbedaan konsentrasi (pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
4.      Pinositosis (transpor vesikular), merupakan proses fagositosis, dimana membran sel menyelubungi sekeliling bahan makromolekuler dan kemudian “mencaplok” bahan tersebut kedalam sel.
5.      Transpor melalui pori (konvektif), dimana molekul yang sangat kecil (urea, air, gula) dapat melintasi membran sel dengan cepat jika membran mempunyai celah/pori.
Faktor Farmasetik Bioavalabilitas Obat
Faktor farmasetik yang mempengaruhi biovailabilitas obat aktif yaitu:
1.      Disentegrasi. Sebelum absorpsi terjadi, obat padat harus mengalami disentegrasi kedalam partikel kecil dan melepaskan obat. Disentegrasi yang sempurna menurut USP XX yaitu keadaan dimana berbagai residu tablet, kecuali fragmen penyalut yang tidak larut, tinggal dalam saringan alat uji sebagai massa yang lunak dan jelas tidak mempunyai inti teraba.
2.      Pelarutan obat, merupakan proses dimana suatu bahan kimia atau obat menjadi terlarut dalam suatu pelarut. Obat yang terlarut dalam larutan jenuh (stagnant layer), berdifusi ke pelarut dari daerah konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Laju pelarutan merupakan jumlah obat terlarut per satuan luas per waktu. Suhu media dan kecepatan pengadukan juga mempengaruhi laju pelarutan. Kenaikan suhu meningkatkan energi kinetik molekul dan tetapan difusi, sebaliknya kenaikan pengadukan dari media pelarut akan menurunkan tebal “stagnant layer” dan h sehingga pelarutan obat lebih cepat.
3.      Sifat fisikokimia obat. Sifat fisika dan kimia partikel obat berpengaruh pada kinetika pelarutan. Sifat tersebut terdiri dari, luas permukaan, bentuk geometrik partikel, derajat kelarutan obat dalam air, dan bentuk obat polimorf.
4.      Faktor formulasi yang mempengaruhi pelarutan obat, dimana adanya bahan tambahan (bahan penyuspensi, surfaktan, pelincir tablet) yang digunakan pada formulasi obat dapat berinteraksi secara langsung dengan obat membentuk kompleks yang larut/tidak larut air.
Pertimbangan dalam rancangan bentuk sediaan
Pertimbangan dalam merancang sediaan adalah keamanan dan keefektifan. Pertimbangan tersebut yaitu meliputi:
1.      Pertimbangan Penderitaan: Obat yang pahit dapat dibuat berupa tablet/ kapsul yang dienkapsulasi/disalut, ukuran cukup kecil agar mudah ditelan, dan frekwensi pemberian dosis dijaga minimum.
2.      Pertimbangan dosis: Obat tersedia dalam berbagai macam kekuatan dosis dengan didasarkan luas permukaan tubuh, berat badan, dan dengan pemantauan konsentrasi obat dalam tubuh.
3.      Pertimbangan frekwensi pemberian dosis: Dikaitan dengan waktu paruh eliminasi obat dan konsentrasi terapetik obat.
4.      Pertimbangan terapetik: Tergantung kondisi terapi yang segera atau akut. Misalnya obat penghilang rasa sakit yang harus diabsorpsi cepat agar rasa sakit cepat hilang, sedangkan obat asmatik dirancang untuk diabsorpsi lambat agar efek perlindungan obat berakhir dalam jangka waktu lama.
5.      Efek samping dalam saluran cerna: Untuk obat yang mengiritasi lambung dapat diatasi dengan disalut enterik atau untuk memperbaiki bioavailabilitas obat dapat diformulasi dalam kapsul gelatin lunak sebagai larutan.
Pertimbangan rute pemberian
Suatu obat diberikan dalam berbagai rute dan tetap meghasilkan aktifitas yang ekivalen, tetapi lama dan mula kerja berubah karena perubahan farmakokinetika yang disebabkan oleh rute pemberian.
1.      Produk Parenteral
a.    Obat yang diinjeksikan secara intravena langsung masuk kedalam darah dan dalam beberapa menit beredar ke seluruh tubuh. Hanya untuk obat yang larut air. Pelarut yang digunakan adalah kombinasi propilen gilikol dengan pelarut lain.
b.    Obat yang diinjeksikan secara intramuskular melibatkan penundaan absorpsi karena obat berjalan dari tempat injeksi ke aliran darah. Formulasi intramuskular dapat untuk melepaskan obat secara cepat/lambat dengan mengubah pembawasediaan injeksi. Keuntungannya adalah fleksibilitas formulasi.
2.      Tablet Bukal. Tablet ini dirancang untuk terlarut dibawah lidah dan di absorpsi dalam rongga mulut melalui mukosa mulut, serta mengandung bahan tambahan yang cepat melarut (laktosa), contohnya tablet sublingual nirogliserin.
3.      Aerosol. Digunakan untuk obat yang diberikan pada sistem pernafasan. Ukuran partikel dari suspense (dalam ukuran kabut) menentukan tingkat penetrasinya. Obat dengan partikel bergerak dengan cara sedimentasi/ gerak Brown ke dalam bronkhioli. Contoh isotarina dan isoproterenol.
4.      Sediaan Transdermal. Pemberian sediaan transdermal memberi pelepasan obat kesistem tubuh melalui kulit. Obat yang diberikan secara transdermal tidak dipengaruhi olh “frist pass effects”. Contoh transderma-V untuk mabuk perjalanan yang melepaskan skopolamin melalui kulit telinga.
5.      Sediaan Oral. Keuntungan sediaan oral adalah mudah pemakaian dan menghilangkan ketidak nyamanan yang terjadi pada pemakaian injeksi. Kerugian utama adalah persoalan potensial dari penurunan biovailabiltas, selain itu bioavailabiltas berubah-ubah yang disebabkan absorpsi tidak sempurna/interaksi obat.
6.      Sediaan Rektal. Sedian ini disukai untuk obat yang menyebabkan mual. Laju pelepasan obat sedian ini tergantung pada sifat komposisi dasar dan kelarutan obat yang terlibat, serta terhindar dari frist pass effects.
Fisikokimia Pertimbangan Rancangan Produk Obat
Sifat fisikokimia untuk pertimbangan rancangan produk obat adalah:
1.      Kelarutan, pH dan absorpsi obat.
Profil pH-Kelarutan merupakan gambaran dari kelarutan obat pada berbagai pH fisiologik. Informasi tersebut digunakan untuk rancangan formulasi karena sifat pH lingkungan dari saluran cerna berbeda, dari bersifat asam dalam lambung sampai bersifat alkali dalam usus halus.
2.      Stabilitas, pH dan absorpsi obat.
Profil pH-Stabilitas merupakan gambaran dari tetapan laju reaksi vs pH. Jika peruraian obat terjadi baik melaui katalis asam/basa maka dapat dibuat perkiraan untuk kerusakan obat dalam saluran cerna. Dalam suatu media yang bersifat asam (lambung) peruraian terjadi cepat, sedangkan pada pH netral/alkali obat relatif stabil.
3.      Ukuran partikel dan absorpsi obat.
Ukuran partikel yang makin kecil mengakibatkan kenaikan keseluruhan luas permukaan partikel, memperbesar penetrasi air kedalam partikel, dan menaikkan laju pelarutan.
4.      Kristal polimorf, solvat dan absorpsi obat.

Kristal polomorf memiliki sifat kelarutan dalam air yang lebih rendah dari pada bentuk amorf, yang menyebabkan suatu produk diabsorpsi tidak sempurna. Selama penyiapan, beberapa obat berinteraksi dengan pelarut membentuk suatu kristal yang disebut solvat. Air dapat memebntuk suatu kristal tertentu dengan obat yang disebut hidrat, yang mempunyai kelarutan berbeda dibandingkan dengan bentuk anhidrat. 

Daftar Pustaka: Shargel, L. Dan Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga University Press.

Kamis, 19 April 2012

Parasetamol

Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik. Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu, paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Obat yang mempunyai nama generik acetaminophen ini, dijual di pasaran dengan ratusan nama dagang. Beberapa diantaranya adalah Sanmol, Pamol, Fasidol, Panadol, Itramol dan lain lain.
Sifat antipiretiknya disebabkan oleh gugus aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan efek sentral. Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para (1,4). Senyawa ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.
Sifat analgesik Parasetamol dapat menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang. Dalam golongan obat analgetik, parasetamol memiliki khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID) lainnya. Seperti aspirin, parasetamol berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai penghambat postaglandin perifer. Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs.
      Parasetamol termasuk ke dalam kategori NSAID sebagai obat anti demam, anti pegel linu dan anti-inflammatory. Inflammation adalah kondisi pada darah pada saat luka pada bagian tubuh (luar atau dalam) terinfeksi, sebuah imun yang bekerja pada darah putih (leukosit). Contoh pada bagian luar tubuh jika kita terluka hingga timbul nanah itu tandanya leukosit sedang bekerja, gejala inflammation lainnya adalah iritasi kulit.
Sifat antiinflamasinya sangat rendah sehingga tidak digunakan sebagai antirematik. Pada penggunaan per oral Parasetamol diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Kadar maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 30 menit sampai 60 menit setelah pemberian. Parasetamol diekskresikan melalui ginjal, kurang dari 5% tanpa mengalami perubahan dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.
Karena Parasetamol memiliki aktivitas antiinflamasi (antiradang) rendah, sehingga tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan usia.
II. 1. METABOLISME
Parasetamol berikatan dengan sulfat dan glukuronida terjadi di hati. Metabolisme utamanya meliputi senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang dikeluarkan lewat ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan enzim sitokrom P450. Hanya sedikit jumlah parasetamol yang bertanggung jawab terhadap efek toksik (racun) yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI (N-asetil-p- benzo-kuinon imina). Bila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis normal, metabolit toksik NAPQI ini segera didetoksifikasi menjadi konjugat yang tidak toksik dan segera dikeluarkan melalui ginjal. Perlu diketahui bahwa sebagian kecil dimetabolisme cytochrome P450 (CYP) atau N-acetyl-p-benzo-quinone-imine (NAPQI) bereaksi dengan sulfidril.
Namun apabila pasien mengkonsumsi parasetamol pada dosis tinggi, konsentrasi metabolit beracun ini menjadi jenuh sehingga menyebabkan kerusakan hati. Pada dosis normal bereaksi dengan sulfhidril pada glutation metabolit non-toxic diekskresi oleh ginjal.
II. 2. MEKANISME
A.    MEKANISME KERJA
Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh belum sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah satu jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai aksi pereda nyeri dari parasetamol ini.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.
Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak langsung reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin, komponen yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid.
Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh, disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan dalam proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
B.     MEKANISME REAKSI
Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi. Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya
C.   MEKANISME TOKSISITAS
  • Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi
  • paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak mencukupi
  • NAPQI bereaksi dengan membran sel
  • Hepatosit rusak -> nekrosis
II. 3. RESORPSI
            Resorpsi dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP-nya ca 25%, plasma t1/2-nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai konyugat-glukuronida dan sulfat.


II. 4. BAHAYA PARASETAMOL
Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin. Parasetamol relatif aman digunakan, namun pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati. Risiko kerusakan hati ini diperparah apabila pasien juga meminum alkohol.
Setelah berpuluh tahun digunakan, parasetamol terbukti sebagai obat yang aman dan efektif. Tetapi, jika diminum dalam dosis berlebihan (overdosis), parasetamol dapat menimbulkan kematian. Parasetamol dapat dijumpai di dalam berbagai macam obat, baik sebagai bentuk tunggal atau berkombinasi dengan obat lain, seperti misalnya obat flu dan batuk. Antidotum overdosis parasetamol adalah N-asetilsistein (N-acetylcysteine, NAC). Antidotum ini efektif jika diberikan dalam 8 jam setelah mengkonsumsi parasetamol dalam jumlah besar. NAC juga dapat mencegah kerusakan hati jika diberikan lebih dini
Hal yang jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitifitas dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis dari 3-4 g sehari dapat terjadi kerusakan hati, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrose hati yang reversible. Hepatotoksisitas ini disebabkan oleh metabolit-metabolitnya, yang pada dosis normal dapat ditangkal oleh glutation (suatu tripeptida dengan –SH). Pada dosis diatas 10 g, persediaan peptida tersebut habis dan metabolit-metabolit mengikat pada protein dengan –SH di sel-sel hati, dan terjadilah kerusakan irreversible. Parasetamol dengan dosis diatas 20 g sudah berefek fatal. Over dosis bisa menimbulkan antara lain mual, muntah, dan anorexia. Penanggulanganya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-asetilsisten atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi (Tjay dan Rahardja, 2002) Wanita hamil dapat menggunakan parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun mencapai air susu ibu.
Efek Racun dan Akibat pada Pasien Anak
            Penggunaan paracetamol terus menerus dapat menyebabkan overdosis dan keracunan. Overdosis yang tak dapat penanganan cepat dapat menyebabkan kegagalan liver dan kematian. Kematian akibat overdosis paracetamol jarang terjadi pada anak-anak. Penggunaan parasetamol berbahaya pada seseorang yang memiliki kelainan hati, terutama konsumen alkohol.
Jangan meminum parasetamol selama lebih dari 10 hari berturut turut tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat ini juga jangan sembarangan diberikan pada anak dibawah 3 tahun tanpa terlebih dahulu meminta saran dari dokter
Segera ke dokter bila salah satu dari tanda berikut muncul setelah anda minum paracetamol. Tanda tanda itu antara lain : terjadi perdarahan ringan sampai berat, keluhan demam dan nyeri tenggorokan tidak berkurang yang kemungkinan disebabkan oleh karena infeksi sehingga perlu penanganan lebih lanjut.
Bila karena suatu sebab yang tidak jelas pasien bandel minum obat ini melebih dosis maksimum tadi maka akan terjadi kerusakan hati yang fatal. Gejala kerusakan hati yang perlu mendapatkan perhatian dan harus segera ke dokter antara lain : mual sampai muntah, kulit dan mata berwarna kekuningan, warna air seni yang pekat seperti teh, nyeri di perut kanan atas, dan rasa lelah dan lemas.
Beberapa reaksi alergi yang dilaporkan sering muncul antara lain : kemerahan pada kulit, gatal, bengkak, dan kesulitan bernafas/sesak. Seperti biasa, bila mengalami tanda tanda diatas setelah minum paracetamol, segera ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Aspirin / Asetosal

ANALGETIKA ANTIRADANG (NSAIDS)
NSAID berkhasiat analgetik, antipiretis serta antiradang.
Penggolongan secara kimiawi, obat-obat ini biasanya dibagi dalam beberapa kelompok yaitu :
A. Salisilat :asetosal, benorilat, diflunisal
B. Asetat : diklorofenac, sulindac, indometasin,
C. Propionat : ibupropen, ketopropen, naproksen, tiaprofenat, flurbiprofen
D. Oxicam : piroxicam, tenoxicam, dan meloxicam
E. Pirazolon : fenilbutazon, azapropazon
F. Lainnya : mefenamat, nabumeton, benzidamid, bufexamac.
Aspek Farmakologis dan Toksikologis Metabolisme Obat
 
1. ASPIRIN
Aspirin/asam asetil salisilat/asetosal merupakan obat hepatotoksik (obat yang dapat menyebabkan kelainan pada hepar dan tergantung pada besarnya dosis (Predictable)). Gejala hepatotoksik timbul bila kadar salisilat serum lebih dari 25 mg/dl (dosis : 3 – 5 g/hari). Keadaan ini nampaknya sangat erat hubungannya dengan kadar albumin darah, karena bentuk salisilat yang bebas inilah dapat merusak hepar. Pemilihan obat pada anak terbatas pada NSAID yang sudah diuji penggunaannya pada anak, yaitu: aspirin, naproksen atau tolmetin, kecuali pemberian aspirin pada kemungkinan terjadinya Reye’s Syndrome, aspirin untuk menurunkan panas dapat diganti dengan asetaminofen, nimesulide, seperti halnya NSAID lain, tidak dianjurkan untuk anak dibawah 12 tahun karena aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung), serta menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu resiko perdarahan).

MEKANISME KERJA ASPIRIN

® Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides.
® Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit.
® Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack).
® Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
 
FARMAKOKINETIKA
Mula kerja : 20 menit -2 jam.
Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalam plasma tidak berbanding lurus dengan besamya dosis.
Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung besar dosis yang diberikan.
Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH lambung, obat antasida dan ukuran partikelnya.
Metabolisme : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada plasma, hati, korteks ginjal , jantung dan paru-paru.
Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta konyugasi metabolitnya.
 
FARMAKODINAMIK
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama antasida dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.
 
EFEK TERAPEUTIK
Menurunkan resiko TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan anti koagulan.
 
KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat, riwayat gangguan pembekuan darah.
 
INTERAKSI OBAT
Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan, angiotensin converting enzymes.

EFEK SAMPING

Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.
 
EFEK TOKSIK
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun karena resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih sering menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada trimester terakhir kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau menimbulkan komplikasi pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita menyusui karena disekresi melalui air susu.
 
DOSIS
FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian. Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih sedikit.
 
UPAYA MENGHINDARI DAMPAK NEGATIF
1. Hindari pemakaian obat gabungan (polifarmasi), kecuali jika memang kondisi penyakit yang diobati memerlukan gabungan obat dan pengobatan gabungan tersebut sudah diterima dan terbukti secara ilmiah manfaatnya.
2. Kenali sebanyak mungkin kemungkinan interaksi yang timbul pada obat-obat yang sering diberikan bersamaan dalam praktek polifarmasi.
3. Jika ada interaksi, perlu dilakukan tindakan-tindakan, misal pengurangan dosis atau mengganti obat lain yang memiliki efek terapetik yang sama tapi tidak menimbulkan interaksi yang merugikan.
4. Evaluasi efek sesudah pemberian obat-obat secara bersamaan untuk menilai ada tidaknya efek samping/toksik dari salah satu atau kedua obat

Jumat, 11 November 2011

Mari Mengenal...

  • Hipnotik-Sedative
Obat-obatan hipnotik sedatif adalah istilah untuk obat-obatan yang mampu  mendepresi sistem saraf pusat. Sedatif adalah substansi yang memiliki aktifitas moderate yang memberikan efek menenangkan, sementara hipnotik adalah substansi yang dapat memberikan efek mengantuk dan yang dapat memberikan onset serta mempertahankan tidur.
Secara klinis obat-obatan sedatif-hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anestesia, penatalaksanaan kejang, serta insomnia.
Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis.
Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan. Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.
Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis.
Gb. Cara kerja obat golongan Benzodiazepine
Obat-obat Hipnotik Sedatif yang beredar di Indonesia :
  1. Flurazepam
    Flurazepam diindikasikan sebagai obat untuk mengatasi insomnia. Hasil dari uji klinik terkontrol telah menunjukkan bahwa Flurazepam menguarangi secara bermakna waktu induksi tidur, jumlah dan lama terbangun selama tidur , maupun lamanya tidur. Mula efek hipnotik rata-rata 17 menit setelah pemberian obat secara oral dan berakhir hingga 8 jam.
    Efek residu sedasi di siang hari terjadi pada sebagian besar penderita,oleh metabolit aktifnya yang masa kerjanya panjang, karena itu obat Fluarazepam cocok untuk pengobatan insomia jangka panjang dan insomnia jangka pendek yang disertai gejala ansietas di siang hari.
  2. Midazolam
    Midazolam digunakan agar pemakai menjadi mengantuk atau tidur dan  menghilangkan kecemasan sebelum pasien melakukan operasi atau untuk tujuan lainnya Midazolam kadang-kadang digunakan pada pasien di ruang ICU agar pasien menjadi pingsan. Hal ini dilakukan agar pasien yang stres menjadi kooperatif dan mempermudahkan kerja alat medis yang membantu pernafasan.
  3. Nitrazepam
    Nitrazepam bekerja dengan meningkatkan aktivitas GABA, sehingga mengurangi fungsi otak pada area tertentu. Dimana menimbulkan rasa kantuk, menghilangka rasa cemas, dan membuat otot relaksasi.Nitrazepam biasanya digunakan untuk mengobati insomnia. Nitrazepam mengurangi waktu terjaga sebelum tidur dan terbangun di malam hari, juga meningkatkan panjangnnya waktu tidur. Seperti Nitrazepam ada dalam tubuh beberapa jam, rasa kantuk bisa tetap terjadi sehari kemudian.
  4. Estazolam
    Estazolam digunakan jangka pendek untuk membantu agar mudah tidur dan tetap tidur sepanjang malam. Estazolam tersedia dalam bentuk tablet digunakan secara oral diminum sebelum atau sesudah makan. Estazolam biasanya digunakan sebelum tidur bila diperlukan.
  5. Zolpidem Tartrate
    Zolpidem Tartrate bukan Hipnotika dari golongan Benzodiazepin tetapi merupakan turunan dari Imidazopyridine. Zolpidem disetujui untuk penggunaan jangka pendek (biasanya dua minggu) untuk mengobati insomnia.
  •     Amphetamin
Amfetamin menunjukkan efek neurologi dan klinik yang amat mirip dengan yang terjadi pada kokain. 

Mekanisme kerja
Efek amfetamin secara tidak langsung pada SSP dan SSP (perifer), tergantung peningkatan kadar transmiter pada ruang sinap. Amfetamin memberikan efek ini melepaskan depot intraselular katekolamin. Karena amfetamin menghambat monoamine oksidase (MAO).
Efek pada SSP: memacu sumbu serebrospinalis keseluruhan korteks, batang otak, sambungan otak dan medula. Ini meningkatkan kesiagaan, berkurangnya keletihan, menekan nafsu makan dan insomnia. Pada dosis tinggi menyebabkan kejang.
Efek pada Saraf  Simpatik: mempengaruhi sistem adrenergik, memacu respetor secara tidak langsung melalui pelepasan norepinefrin.
Penggunaan dalam terapi: bisa menimbulkan toleransi sampai efek euforia dan anoreksia dengan penggunaan kronis.
a. sindrom kurang atensi: menghilangkan beberapa masalah tingkah laku pada sinrdrom ADHD.
b. Narkolepsi: suatu penyakit dengan keinginan tidur yang luar biasa.
Farmakokinetik: diabsorbsi sempurna dalam saluran pencernaan, dimetabolisme di hati dan dikeluarkan melalui urine. Penyalahgunaan biasa digunakan melalui suntikan intravena atau merokok. Euforia berlangsung 4-6 jam atau 4-8 kali lebih lama dari efek kokain. Amfetamine menimbulkan adiksi ketergantungan dan keinginan mendapatkan obat.
Efek samping:
a.    efek pusat: yang tidak diinginkan, insomnia, iritabel, lemah, pusing, gemetar, dan refleks hiperaktif. Dapat menyebabkan: konfusi, delirium, panik dan tendensi bunuh diri terutama pada pasien sakit mental. Dapat menimbulkan adiksi dan toleransi.
b.    efek kadiovaskular: palpitasi, aritmia jantung, hipertensi, sakit angina, kolaps kambuh, sakit kepala, menggigil, keringat ngucur.
c.    efek pada pencernaan: anoreksia, mual, muntah, kram perut dan diare.
Pengertian Amfetamin
Amfetamin adalah kelompok narkoba  yang dibuat secara sintetis dan akhir-akhir ini menjadi populer di Asia Tenggara. Amfetamin biasanya berbentuk bubuk putih, kuning atau coklat dan kristal kecil berwarna putih. Cara memakai amfetamin yang paling umum adalah dengan menghirup asapnya. Nama-nama lain: Shabu, SS, Ubas, Ice dll.Stimulan-stimulan seperti amfetamin mempengaruhi sistem saraf pusat dengan mempercepat kegiatan bahan-bahan kimia tertentu di dalam otak. Contoh stimulan lain misalnya kafein dan kokain.
Obat-obat Amphetamin
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:
- Amfetamin
- Metamfetamin
- Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).

Penggunaan Amphetamin
Amfetamin bisa disalahgunakan selama bertahun-tahun atau digunakan sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis.
Beberapa amfetamin tidak digunakan untuk keperluan medis dan beberapa lainnya dibuat dan digunakan secara ilegal. Misalnya penyalahgunaan MDMA sebelumnya tersebar luas di Eropa. MDMA mempengaruhi penyerapan ulang serotonin (salah satu penghantar saraf tubuh) di otak dan diduga menjadi racun bagi sistim saraf.
Amfetamin meningkatkan kesiagaan (mengurangi kelelahan), menambah daya konsentrasi, menurunkan nafsu makan dan memperkuat penampilan fisik.
Obat ini menimbulkan perasaan nyaman atau euforia (perasaan senang yang berlebihan).
Beberapa pecandu amfetamin adalah penderita depresi dan mereka menggunakan efek peningkat-suasana hati dari amfetamin untuk mengurangi depresinya sementara waktu.
Pada atlet pelari, amfetamin bisa memperbaiki penampilan fisik, perbedaan sepersekian detik bisa menentukan siapa yang menjadi juara.
Para pengemudi truk jarak jauh menggunakan amfetamin supaya mereka tetap terjaga. Selain merangsang otak, amfetamin juga meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung.

Kematian lebih mungkin terjadi jika:
- MDMA digunakan dalam ruangan hangat dengan ventilasi yang kurang
- pemakai sangat aktif secara fisik (misalnya menari dengan cepat)
- pemakai berkeringat banyak dan tidak minum sejumlah cairan yang cukup untuk menggantikan hilangnya cairan.
Orang yang memiliki kebiasaan menggunakan amfetamin beberapa kali sehari, dengan segera akan mengalami toleransi.
Jumlah yang digunakan pada akhirnya akan meningkat sampai beberapa ratus kali dosis awal.
Pada dosis tertentu, hampir semua pecandu menjadi psikostik, karena amfetamin dapat menyebabkan kecemasan hebat, paranoia dan gangguan pengertian terhadap kenyataan hidup. Reaksi psikotik meliputi halusinasi dengar dan lihat (melihat dan mendengar benda yang sebenarnya tidak ada) dan merasa sangat berkuasa. Efek tersebut bisa terjadi pada siapa saja, tetapi yang lebih rentan adalah pengguna dengan kelainan psikiatrik (misalnya skizofrenia).
Gejala yang berlawanan dengan efek amfetamin terjadi jika amfetamin secara tiba-tiba dihentikan penggunannya. Pengguna akan menjadi lelah atau mengantuk, yang bisa berlangsung selama 2-3 hari setelah penggunaan obat dihentikan. Beberapa pengguna sangat cemas dan gelisah.
Pengguna yang juga menderita depresi bisa menjadi lebih depresi jika obat ini berhenti digunakan.
Mereka menjadi cenderung ingin bunuh diri, tetapi selama beberapa hari mereka mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan usaha bunuh diri.
Karena itu pengguna menahun perlu dirawat di rumah sakit selama timbulnya gejala putus obat.
Pada pengguna yang mengalami delusi dan halusinasi bisa diberikan obat anti-psikosa (misalnya klorpromazin), yang akan memberikan efek menenangkan dan mengurangi ketegangan. Tetapi obat anti-psikosa bisa sangat menurunkan tekanan darah.

Penyalahgunaan Amfetamin
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah: – Amfetamin – Metamfetamin – Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam). Amfetamin bisa disalahgunakan selama bertahun-tahun atau digunakan sewaktu-waktu. Bisa terjadi ketergantungan fisik maupun ketergantungan psikis. Dulu ketergantungan terhadap amfetaamin timbul jika obat ini diresepkan untuk menurunkan berat badan, tetapi sekarang penyalahgunaan amfetamin terjadi karena penyaluran obat yang ilegal.
Amfetamin atau Amphetamine atau Alfa-Metil-Fenetilamin atau beta-fenil-isopropilamin, atau benzedrin, adalah obat golongan stimulansia (hanya dapat diperoleh dengan resep dokter) yang biasanya digunakan hanya untuk mengobati gangguan hiperaktif karena kurang perhatian atau Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) pada pasien dewasa dan anak-anak. Juga digunakan untuk mengobati gejala-gejala luka-luka traumatik pada otak dan gejala mengantuk pada siang hari pada kasus narkolepsi dan sindrom kelelahan kronis.
Pada awalnya, amfetamin sangat populer digunakan untuk mengurangi nafsu makan dan mengontrol berat badan. Merk dagang Amfetamin (di AS) antara lain Adderall, dan Dexedrine. Sementara di Indonesia dijual dalam kemasan injeksi dengan merk dagang generik. Obat ini juga digunakan secara ilegal sebagai obat untuk kesenangan (Recreational Club Drug) dan sebagai peningkat penampilan (menambah percaya diri atau PD). Istilah “Amftamin” sering digunakan pada campuran-campuran yang diturunkan dari Amfetamin.
Pengaruh langsung pemakaian amfetamin
  • Nafsu makan berkurang.
  • Kecepatan pernafasan dan denyut jantung meningkat.
  • Pupil mata membesar.
  • Merasa nyaman; energi dan kepercayaan diri meningkat secara tidak normal.
  • Susah tidur.
  • Hiperaktif dan banyak bicara.
  • Mudah panik.
  • Mudah tersinggung, marah dan agresif.
Pengaruh jangka panjang pemakaian amfetamin
  • Menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi dan penyakit.
  • Pemakai beresiko menderita kekurangan gizi.
  • Mengalami gangguan kejiwaan akibat amfetamin, termasuk diantaranya delusi, halusinasi, paranoid dan tingkah laku yang aneh.
  • Perlu meminum obat-obatan lain untuk menutupi pengaruh-pengaruh amfetamin.
  • Ketergantungan; tubuh pemakai menyesuaikan diri dengan amfetamin.
Bahaya dan akibat lain
Toleransi dan ketergantungan
Toleransi terhadap amfetamin berarti pengguna ampetamin akan tergantung dengan obat ini, dengan dosis yang semakin lama semakin tinggi untuk mendapatkan pengaruh yang sama. Narkoba ini juga menjadi kebutuhan yang utama, dalam pikiran, perasaan dan kegiatan pemakai, sehingga akan sulit untuk berhenti atau mengurangi pemakaian. Inilah yang disebut ketergantungan.
Kelebihan dosis amfetamin seringkali dicampur dengan bahan-bahan berbahaya lainnya, sehingga sulit untuk mengetahui bagaimana tubuh akan bereaksi. Juga sukar untuk mengetahui dosis dari obat yang sedang dipakai. Hal ini dapat menyebabkan over dosis (OD).Over dosis amfetamin menyebabkan:
  • Denyut jantung yang tidak beraturan.
  • Serangan jantung.
  • Demam tinggi.
  • Pecahnya pembuluh-pembuluh darah di otak.
  • Kematian.
Tindak kejahatan
Pemakai seringkali terpaksa melakukan tindak kejahatan untuk menyokong ketagihan mereka pada amfetamin. Mereka mungkin mencuri uang dan barang-barang lain yang dapat mereka jual dari orangtua atau saudara-saudara mereka. Mereka juga mungkin terlibat dalam tindak kejahatan yang lebih berat yang dapat membuat mereka dipenjara atau menempatkan mereka ke dalam keadaan yang sangat berbahaya.Narkoba dan hukum
Memiliki, memakai atau menjual amfetamin secara bebas, di Indonesia merupakan pelanggaran hukum dan dapat dikenakan hukuman pidana berupa penjara dan/atau denda yang berat.
Barangsiapa dihukum atas tuduhan yang berkenaan dengan narkoba akan memiliki catatan kriminal. Hal ini dapat menimbulkan masalah-masalah lain dalam hidup; dari kesulitan mendapatkan pekerjaan atau visa perjalanan sampai kesulitan mendapat kesempatan pendidikan, di dalam dan di luar negeri.
Gejala-gejala awal over dosis:
  • Kulit pucat atau membiru.
  • Hilang kesadaran.
  • Melemahnya denyut jantung.
  • Sawan.
  • Kesulitan bernapas.
Apabila Anda menemukan salah satu dari gejala  diatas, carilah pertolongan secepatnya. Meninggalkan seseorang dalam kondisi ini dapat berakibat fatal. Langkah-langkah yang dapat diambil sebelum adanya bantuan:
  • Bebaskan jalan pernafasannya (pada hidung dan mulut).
  • Baringkan dia pada sisi tubuhnya – jika terlentang, dia dapat tercekik bila muntah.
  • Periksa pernafasannya.
  • Periksa detak jantungnya.
Ciri ciri Gangguan Intoksikasi Amfetamin menurut DSM-IV-TR meliputi :
  • Perilaku tidak semestinya atau perubahan psikologis yang signifikan misalnya, euforia, hypervigilance (kewaspadaan yang berlebihan), penilaian yang terhambat, fungsi yang terhambat, selama atau tidak lama setelah menggunakan amfetamin.
  • Terdapat dua atau lebih dari tanda tanda berikut ini : detak jantung yang meningkat atau berkurang, dilatasi (pembesaran) pupil, mual, berat badan turun secara signifikan, agitasi atau perlambatan psikomotorik, kelemahan otot, kebingungan, kejang kejang atau koma.
Pada dosis rendah, amfetamin dapat menginduksi perasaan girang dan giat serta dapat mengurangi kelelahan. Anda secara harfiah merasa up (naik ke atas). Tetapi setelah periode elevasi, Anda kembali turun dan crash (jatuh), merasa depresi atau lelah. Dalam kuantitas yang cukup, stimulan dapat menimbulkan gangguan penggunaan afetamin (amphetamine use disorders).
Obat ini pada awalnya diresepkan untuk mengontrol berat badannya. Para pengemudi long haul truck, pilot dan sebagian mahasiswa yang berusaha begadang semalaman menggunakan amfetamin untuk mendapatkan energi ekstra dan agar tidak mengantuk. Amfetamin diresepkan untuk para penderita narcolepsy, gangguan tidur yang ditandai oleh perasaan mengantuk yang eksesif.
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk intoksikasi amfetamin termasuk gejala gejalah perilaku yang signifikan seperti euforia atau afeksi yang menumpul, perubahan dalam sosiabilitas, sensitivitas interpersonal, kecemasan, ketegangan, amarah, perilaku stereotipe, penilaian yang terhambat dan fungsi sosial atau pekerjaan yang terhambat.
Selain itu, gejala gejala fisiologis muncul selama atau tidak lama setelah amfetamin atau substansi substansi terkait dicerna dan dapat meliputi perubahan detak jantung atau tekanan darah, berkeringat atau menggigil kedinginan, mual atau muntah, kehilangan berat badan, kelemahan otot, depresi pernafasan, nyeri dada, kejang kejang atau koma.
Bahaya yang terkandung dalam penggunaan amfetamin dan stimulan lainnya adalah efek efek negatifnya. Intoksikasi berat atau overdosis dapat mengakibatkan halusinasi, panik, agitasi dan delusi paranoid (Mack dan kawan kawan, 2003). Toleransi terbangun dengan cepat, yang membuatnya dua kali lipat lebih berbahaya. Withdrawal substansi ini sering mengakibatkan apati, waktu tidur yang lebih panjang, iritabilitas dan depresi.
Sebuah amfetamin yang disebut methylene dioxymethamphetamine (MDMA) yang disintesiskan untuk pertama kalinya pada 1912 di Jerman, digunakan sebagai penekan nafsu makan (Grob dan Polan, 1997). Penggunaan rekreasional dari obat ini yang sekarang biasa disebut Ecstacy, melonjak tajam pada akhir 1980an. Setelah methamphetamine, MDMA adalah club drug yang paling sering menyeret orang keruang gawat darurat rumah sakit dan telah melampaui frekuensi penggunaan LSD (Substance Abuse and Mental Health Service Administration, 2003b).
Salah seorang penggunanya mendeskripsikan efek efeknya, sangat mirip dengan speed tetapi tanpa disertai kemunduran dan Anda merasa hangat dan trippy (ringan) seperti asam, tetapi tanpa kemungkinan mengalami freaked out (perilaku yang khas pada pemakai obat bius) berat (O Hagan, 1992, hlmn. 10).
Obat ini menimbulkan kecenderungan agresif yang nyata dan tetap tinggal dalam sistem hingga waktu yang lama, lebih lama dibanding kokain, yang membuatnya sangat berbahaya (Sten dan Ellinwood, 1993). Tetapi perasaan menyenangkan dalam jangka pendek yang ditimbulkan oleh amfetamin amfetamin baru ini membuat potensi penggunanya untuk menjadi tergantung kepadanya sangat tinggi, dengan resiko mengalami berbagai masalah jangka panjang yang lebih besar pula.
Nama generic: D-pseudo epinefrin. Nama jalanan: speed, meth, crystal, uppers, whiz, dan sulphate. Bentuk: bubuk warna putih dan keabu-abuan.
Ada dua jenis amphetamine
1.      MDMA (Methylene Dioxy Methamphetamin), nama lain: fantacy pils, inex, cece, cein, tidak selalu berisi MDMA karena merupakan designer drug, dicampur zat lain untuk mendapatkan efek yang diharapkan. Dikemas dalam bentuk pil atau kapsul.
2.      Methamfetamin, cara penggunaanya, dalam bentuk pil di minum peroral, dalam bentuk kristal dibakar dengan menggunakan kertas aluminium foil dan asapnya dihisap (intra nasal) atau dibakar dengan menggunakan botol kaca yang dirancang khusus, dalam bentuk kristal yang dilarutkan, dapat juga melalui intravena.