Emulsi adalah
sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam
cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika,
yang terdiri dari paling sedikit dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana
salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan–tetesan
kecil yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan emulgator/surfaktan
yang cocok.
Emulsi berasal
dari kata emulgeo yang ertinya menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada
abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein
dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai
emulgator dipakai protein yang terdapat dalam bij tersebut. Pada pertengahan
abad XVIII, ahli farmasi Perancis memperkenalkan pembuatan emulsi dari oleum
olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan penambahan gom arab,
tragakan dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena penambahan emulgator
dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
Emulsi dibuat
untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua cairan
yang saling tidak bisa bercampur. Adapun tujuan pemakaian emulsi adalah
dipergunakan sebagai obat dalam atau per oal. Umumnya emulsi tipe O/W serta
dipergunakan sebagai obat luar. Bisa tipe O/W maupun W/O tergantung banyak
faktor misalnya sifat zat atau jenis efek terapi yang dikendaki.
Komponen dari
emulsi dapat digolngkan menjadi dua bagian, yaitu komponen dasar dan tambahan.
Komponen dasar yang biasanya digunkan dalam membentuk emulsi, antara lain :
a. Fase
dispers / fase internal / fase diskontinyu, yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase
kontinyu / fase eksternal / fase luar, yaitu zat cair dalam emulsi berfungsi
sebagai pendukung dalam formulasi.
c. Emulgator,
bagian dari emulsi yang bertugas untuk menstabilkan sediaan.
Komponen
tambahan adalah bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi untuk
memperoleh hasil yang lebih baik, misalnya corrigen saporis, odoris, colouris,
preservatif (pengawet), antoksidan. Preservatif yang digunakan antara lain
metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dan lain-lain.
Antioksidan yang digunakan antara lain asam askorbat, asam sitrat, asam galat,
tokoferol, dan propil galat.
Emulgator
Emulgator berdasarkan asalnya dibedakan atas emulgator alam dan buatan.
Emulgator alam, didapatkan dari alam tanpa proses yang rumit. Dibagi atas tiga golongan :
Emulgator berdasarkan asalnya dibedakan atas emulgator alam dan buatan.
Emulgator alam, didapatkan dari alam tanpa proses yang rumit. Dibagi atas tiga golongan :
1. Emulgator
alam dari tumbuh-tumbuhan, bahan-bahan karbohidrat, bahan-bahan alami seperti
akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk
koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi
O/W. Misalnya : gom arab, sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat
minum, tragakan, agar-agar, chondrus, emulgator lain seperti pectin, metal
selulosa dan CMC 1-2%.
2. Emulgator
alam dari hewan, zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, kasein, dan
adeps lanae. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe O/W. Kerugian gelatin
sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi lebih cair pada pendiaman.
3. Emulgator
alam dari tanah mineral, zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat
koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsi tipe W/O bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika
jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan
dalam minyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti
bentonit sanggup membentuk suatu emulsi O/W. Selain itu juga terdapat veegum
(magnesium aluminium silikat). Emulgator buatan yaitu emulgator yang dibuat
dengan cara sintetik ataupun semi sintetik. Misalnya tween dan span.
Untuk
mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat
proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teoi tersebut
ialah :
1.
Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension), molekul
memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut dengan
daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara molekul
yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat
selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan
tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi
pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama
dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang
tidak dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut
dinamakan tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi
pada bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan
garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan
penambahan senyawa organik tetentu antara lain sabun. Didalam teori ini
dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan tegangan
permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair
tersebut akan mudah bercampur.
2.
Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge), setiap
molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok hidrofilik (bagian
dari emulgator yang suka pada air dan lipofilik (bagian yang suka pada minyak).
3.
Teori Interparsial Film, teori ini mengatakan bahwa
emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya
partikel tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang dipakai
adalah dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak, jumlahnya cukup untuk
menutup semua permukaan partikel fase dispers, dan dapat membentuk lapisan film
dengan cepat dan dapat menutup semua permukaan partikel dengan segera.
4.
Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda),
jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik
yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari
partikel minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar.
Karena susunan listrik yang menyelubungisesama partikel akan tolak menolak dan
stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh
salah satu dari cara berikut yaitu terjadinya ionisasi dari molekul pada
permukaan partikel, terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan
disekitarnya atau terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
Pengaruh alat
terhadap stabilitas emulsi, berdasarkan teorinya dari ketiga alat yang
digunakan bahwa blender merupakan alat yang menciptakan kestabilan emulsi yang
paling baik, dan diurutan kedua yaitu homogenizer dan yang menciptakan
stabilitas yang paling buruk adalah mixer.
Pencampuran adalah
reorientasi relatif dari suatu bagian ke bagian lain secara random sehingga
diperoleh campuran yang homogen. Dalam proses ini terjadi pembasaha partikel
oleh fase cair, disperse partikel secara individual atau terjadi deaglomerasi
ke dalam fase kontinyu/medium. Pemanasan dan pendinginan secara tidak langsung
dapat digunakan untuk membantu proses pencampuran dan untuk stabilisasi.
Blender
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya tumbukan antar partikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/ busa yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk.
Blender dilengkapi dengan pengadukan pisau, melalui pengadukan dengan kecepatan tinggi akan memberikan energi kinetik yang dapat menggerakkan cairan dalam wadah sehingga dapat mendispersikan fase dispersi ke dalam medium dispersinya. Selain itu blender juga dapat menghomogenkan campuran dan memperkecil ukuran partikel. Dengan adanya pengadukan mengakibatkan terjadinya tumbukan antar partikel dispers. Bila tumbukan terjadi terus-menerus maka terjadi transfer massa sehingga ukuran partikel menjadi semakin kecil. Ukuran partikel yang kecil biasanya sukar homogen karena gaya kohesivitasnya tinggi sehingga cendrung memisah. Namun kelemahan alat ini adalah muah terbentuk buih/ busa yang dapat menggangu pengamatan selanjutnya. Penggunaan emulgator hidrokarbon akan membuat makromolekul dari hidrokarbon terpotong-potong sehingga dapat mempengaruhi kestabilan emulsi yang terbentuk.
Homogenizer
Paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umunya terdiri dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500 sampai 5000 psi, dan suatu lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat ( dudukan ) katup. Pada titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidroulik.Cara kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga dibutuhkan pendinginan.
Paling efektif dalam memperkecil ukuran fase dispers kemudian meningkatkan luas permukaan fase minyak dan akhirnya meningkatkan viskositas emulsi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya ”creaming”. Homogenizer bekerja dengan cara menekan cairan dimana cairan tersebut dipaksa melalui suatu celah yang sangat sempit lalu dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbuhkan pada peniti-peniti metal yang ada di dalam celah tersebut. Homogenizer umunya terdiri dari pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500 sampai 5000 psi, dan suatu lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat katup dengan suatu spiral yang kuat. Ketika tekanan meningkat, spiral ditekan dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat ( dudukan ) katup. Pada titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagian tekanan dilepaskan secara spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidroulik.Cara kerja homogenizer ini cukup efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata kurang dari 1 mikron tetapi homogenizer dapat menaikkan temperatur emulsi sehingga dibutuhkan pendinginan.
Mixer
Memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mikser yang dapat digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan memilih mikser sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur. Sebagai contoh : salah satu aspek desain mikser yang penting adalah seberapa baik/tahan dinding internal dari mikser. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja tahan karat dari mikser sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mikser. Atau dengan kata lain, mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat pada dinding mikser tanpa merusak dinding mikser. Jika proses pengadukan tidak berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mikser), maka hasil pencampurannya tidak akan homogeny.Oleh karena mixer mempunyai aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi.
Memiliki sifat menghomogenkan sekaligus memperkecil ukuran partikel tapi efek menghomogenkan lebih dominan. Mixer biasanya digunakan untuk membuat emulsi tipe batch. Terdapat berbagai macam mikser yang dapat digunakan dalam pembuatan sediaan semi padat. Dalam hal ini sangat penting untuk merancang dan memilih mikser sesuai dengan jenis produk yang diproduksi atau sedang dicampur. Sebagai contoh : salah satu aspek desain mikser yang penting adalah seberapa baik/tahan dinding internal dari mikser. Hal ini karena terdapat beberapa permasalahan dengan baja tahan karat dari mikser sebab mata pisau pengikis harus fleksibel cukup untuk memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mikser. Atau dengan kata lain, mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau memindahkan bahan yang melekat pada dinding mikser tanpa merusak dinding mikser. Jika proses pengadukan tidak berjalan dengan baik (masih banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mikser), maka hasil pencampurannya tidak akan homogeny.Oleh karena mixer mempunyai aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air, fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan pembacaan volume sedimentasi.
Pada kasus
lain, mikser memiliki zona mati (dead spots) sehingga proses pencampuran tidak
baik, akibatnya campuran tidak homogeny. Dalam hal ini, perlu upaya untuk
menghilangkan zona mati misal dengan desain ulang terhadap pengaduk. Idealnya,
semua permasalahan yang mungkin terjadi dalam pencampuran telah diantisipasi
serta kondisi dan system operasinya telah divalidasi.
Peralatan yang
dibutuhkan untuk pembuatan sediaan semi padat untuk skala kecil (laboratorium)
maupun untuk skala besar (industri) pada prinsipnya sama. Perbedaannya hanya
pada kapasitas alatnya, pada skala laboratorium kapasitas peralatannya lebih
kecil. Dalam praktek yang lebih sederhana, pembuatan sediaan semipadat dapat
dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang umum terdapat di laboratorium
seperti beaker glass, mortir, steamper, spatula, sumber panas, penangas air,
cawan porselin, dan hand homogenizers. Dalam skala yang lebih besar, dapat
menggunakan stirrers, agitators, heating kettles, homogenizers, electric mortar
and pestle dan colloid mills.
Secara umum,
peralatan yang umumnya dibutuhkan dalam produksi sediaan semipadat dapat dibagi
menjad 3 macam :
1. Peralatan
untuk memperkecil ukuran partikel
2. Peralatan
untuk pencampuran
3. Peralatan
untuk pengemasan
Peralatan
untuk memperkecil ukuran partikel. Pengecilan ukuran partikel dibutuhkan untuk
meningkatkan kelarutan, meningkatkan homogenitas dan memudahkan dalam
pencampuran serta kenyamanan dalam penggunaan. Mekanisme pengecilan ukuran
partikel dapat dilakukan dengan cara :
1. Impact
: pengecilan ukuran partikel akibat tenaga tumbukan yang tiba-tiba yang tegak
lurus pada permukaan partikel/aglomerat
2. Attrition
: pengecilan ukuran partikel dengan mengaplikasikan tenaga parallel pada
permukaa partikel.
3. Compression
: pengecilan ukuran partikel dengan mengaplikasikan tenaga secara perlahan
(lebih kecil dibandingkan impact) pada permukaan partikel (pada bagian pusat dari
partikel)
4. Cutting:
pengecilan ukuran partikel dengan mengaplikasikan pembagian/sharing partikel
(memotong partikel)
Penggunaan peralatan dalam
pencampuran emulsi akan memberikan pengaruh terhadap stabilitasnya. Metode
pembuatan emulsi. Dikenal 3 metode dalam pembuatan emulsi yaitu :
1. Metode
gom kering, disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat
dengan jumlah komposisi minyak dengan ½ jumlah volume air dan ¼ jumlah
emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian emulgator. Pertama-tama gom didispersikan kedalam minyak, lalu
ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus dengan cepat dan searah hingga
terbentuk korpus emulsi. Setelah terbentuk korpus emulsi kemudian sisa air
ditambahkan sedikit demi sedikit hingga habis sambil diaduk. Cara pencampuran
emulgator yang berbeda nantinya dapat memberikan hasil emulsi yang berlainan.
Contohnya emulsi yang dibuat dengan menggunakan emulgator surfaktan, bila
surfaktan yang digunakan dilarutakn terlebih dahulu dengan menggunakan air,
amka nantinya akan trbentuk mantel air disekitar misel yang terjadi yang dapat
mempersulit pemasukan fase minyak ke dalam miselnya.
2. Metode
gom basah, disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi
dengan musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan menggunakan
perbandingan 4;2;1 sama seperti metode gom kering. Metode ini dipilih jika
emulgator yang digunakan harus dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam
air misalnya metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk,
dan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan cepat.
3. Metode
botol, disebut pula metode Forbes. Metode ini digunakan untuk emulsi dari
bahan-bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang rendah. Metode ini
merrupakan variasi dari metode gom kering atau metode gom basah. Emulsi
terutama dibuat dengan pengocokan kuat dan kemudian diencerkan dengan fase
luar. Dalam botol kering, emulgator yang digunakan ¼ dari jumlah minyak.
Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air yang sama
banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus dikocok,
setelah emulsi utama terbentuk, dapat diencerkan dengan air sampai volume yang
tepat.
Beberapa alat
yang biasa digunakan dalam pembuatan emulsi, antara lain:
1.
Mortir dan stamper
2.
Botol
3.
Mixer, blender
4.
Homogenizer
5.
Colloid mill
Emulsi
dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1.
Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan,
dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang
lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok perlahan-lahan akan
terdispersi kembali.
2.
Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi
karena film yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesen
(menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki).
Hal ini dapat
terjadi karena peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH,
penambahan CaO / CaCl2; peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan,
pendinginan dan pengadukan; inversi yaitu peristiwa berubahnya
sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w atau sebaliknya dan sifatnya
irreversible.
Viskositas
emulsi dipengaruhi oleh perubahan komposisi adanya hubungan linear antara
viskositas emulsi dan viskositas fase kontinyu; makin besar volume fase dalam,
makin besar pula viskositas nyatanya. Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga
faktor interaksi yang harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
1.
Viskositas emulsi o/w dan w/o dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran partikel fase terdispersi
2.
Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran
partikel, dan
3.
Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk
fase dalam yang dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan
viskositas. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya umur
sediaan tersebut.
Referensi
Anief, M., 2000, Farmasetika, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ansel, HC., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Ed 4, UI Press,
Jakarta.
Cooper dan Gunn, 1975, Disperting for Pharmaceutical Student.12th
Ed.Pitman Medical, Great Britcin.
Lahman. L, dkk, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III, UI
Press, Jakarta.
Lieberman,H.A, dan Lachmann, L. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri.
Ed. UI Press: Jakarta.
Soetopo, S., dkk. 2001, Teori Ilmu Resep, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar