Di Amerika Serikat, istilah medis drug
abuse (penyalahgunaan obat) diartikan sebagai penyelewengan fungsi dan
maladaptasi, bukan ketergantungan yang disebabkan oleh penggunaan obat.
Dalam bahasa sehari-hari,
penyalahgunaan obat (drug abuse) sering diartikan sebagai penggunaan
obat ilegal untuk coba-coba dan untuk kesenangan penggunaan obat-obatan resmi
untuk mengatasi masalah atau gejala tanpa resep dari dokter,dan penggunaan obat
yang berakibat ketergantungan.
Penyalahgunaan zat atau bahan
lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/obat yang dapat menyebabkan ketergantungan
dan efek non-terapeutik atau non-medis pada individu sendiri sehingga
menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau kesejahteraan orang
lain. NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan
/psikologi seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Intoksikasi obat adalah perubahan
fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi, kecerdasan, dan lain-lain akibat
penggunaan dosis obat yang berlebihan.
Penyalahgunaan zat adiktif adalah
suatu pola penggunaan yang bersifat patologis, yang menyebabkan remaja
mengalami sakit yang cukup berat dan berbagai macam kesulitan, tetapi tidak
mampu menghentikannya. Ketergantungan zat adiktif adalah suatu kondisi cukup
berat ditandai dengan adanya ketergantungn fisik yaitu toleransi dan sindroma
putus zat.
Gangguan penggunaan zat adiktif
adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif
yang bekerja pada susunan saraf pusat yang mempengaruhi tingkah laku, memori
alam perasaan, proses pikir anak dan remaja sehingga mengganggu fungsi social
dan pendidikannya. Gangguan penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan
dan ketergantungan zat.
Klasifikasi Zat yang disalahgunakan
Klasifikasi Zat yang disalahgunakan
dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
- Narkotik
Menurut UU RI No 22 / 1997 yang
disebut narkotika adalah: Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
- Golongan I : Heroin / putauw, ganja atau kanabis, marijuana, kokain
- Golongan II : Morfin, petidin
- Golongan III : Kodein
- Psikotropika
Psikotropika adalah merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental
dan perilaku.
Menurut UU RI No 5 / 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang
menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
- Golongan I : Ektasi
- Golongan II : Amfetamin, metilfenidat atau ritalin
- Golongan III : Fentobarbital, flunitrazepam
- Golongan IV : Diazepam, klordiazepoxide, nitrazepam ( pil BK, pil koplo)
Psikotropika yang mempunyai potensi
mengakibatkan sindromaketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat menimbulkan ketergantungan.
1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat menimbulkan ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III : yaitu
psikotropika dengan efek ketergantungannya sedang dari kelompok hipnotik
sedatif.
4. Psikotropika golongan IV : yaitu
psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.
- Zat adiktif
Bahan / zat yang berpengaruh
psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika.
- Minuman beralkohol
- Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap
- Tembakau/rokok
Proses terjadinya ketergantungan
obat
- Proses ini dipengaruhi oleh zat kimia yang terkandung dalam obat, efek obat,
- Kepribadian pengguna obat dan kondisi lainnya, seperti faktor keturunan dan tekanan sosial.
- Perkembangan dari pemakaian coba-coba menjadi penggunaan yang sekali-sekali dan kemudian menjadi toleransi dan ketergantungan
Faktor Risiko Penyebab
Penyalahgunaan Zat
Beberapa faktor yang menyebabkan
penyalahgunaan zat di kalangan remaja antara lain:
1. Faktor risiko genetik
Apabila orang tua atau saudara
kembar laki-laki pengguna obat terlarang,
2. Faktor kepribadian dan perilaku
Beberapa keadaan psikopatologik
misalnya ansietas, perilaku menyimpang, kepribadian antisosial, gangguan
afektif atau attention deficit disorders/hyperactivity telah
diketahui merupakan faktor risiko. Penyandang kelainan ini seringkali
menggunakan obat untuk mengurangi gejala psikiatrik (self medication
hypothesis). Kurangnya rasa percaya diri dan perilaku mencari risiko juga
berpengaruh,
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan rumah dan sekolah
merupakan lingkungan terdekat dari remaja. Anak yang mempunyai orang tua dengan
kepribadian antisosial lebih berisiko. Kemampuan orang tua untuk mengasuh anak
juga menentukan faktor risiko, terutama pada masa adolesen, saat anak mencari
jati dirinya. Keluarga yang terlalu kaya, terlalu miskin, atau keluarga yang
tidak mempunyai norma yang jelas juga berpengaruh. Anak tidak menyukai
sekolahnya, tidak mempunyai teman banyak atau berkawan dengan pengguna, tidak
aktif mengikuti aktivitas ekstrakurikulum, sering membolos, dan lain-lain,
4. Faktor kawan
Misalnya berkawan dengan perokok,
pengguna narkotika, dengan kelompok yang menganggap bahwa penggunaan narkotika
adalah hal biasa, berkawan dengan teman yang mempunyai kepribadian dan perilaku
buruk sehingga sering melakukan kekerasan dan melawan hukum,
5. Faktor protektif
Membuat seseorang cenderung tidak
menggunakan obat, misalnya intelegensi yang tinggi, adanya penilaian untuk
kesehatan dan pencapaian tujuan, sekolah yang baik, hubungan antar keluarga
yang erat, dan orang tua yang sangat berminat membantu anak.
Faktor pendukung Penyalahgunaan Zat
1. Faktor biologis
a. Genetic: tendensi keluarga
b. Infeksi pada organ otak
c. Penyakit kronis
a. Genetic: tendensi keluarga
b. Infeksi pada organ otak
c. Penyakit kronis
2. Faktor psikologis
a. Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
b. Harga diri rendah: depresi (resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c. Disfungsi keluarga
d. Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman
e. Orang/ remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang menyimpang
f. Orang/ remaja yang mengalami gangguan idetitas diri, kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat untuk menyatakan kejantanannya.
g. Rasa bermusuhan dengan orang tua
a. Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
b. Harga diri rendah: depresi (resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c. Disfungsi keluarga
d. Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman
e. Orang/ remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang menyimpang
f. Orang/ remaja yang mengalami gangguan idetitas diri, kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat untuk menyatakan kejantanannya.
g. Rasa bermusuhan dengan orang tua
3. Faktor social cultural
a. Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan zatadiktif: ganja, alkohol
b. Norma kebudayaan
c. Adiktif untuk upacara adat
d. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang terdapat banyak pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80 %)
e. Persepsi masyarakat terhadap pengunaan zat
f. Remaja yang lari dari rumah
g. Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini
h. Orang/ remaja yang terkait dengan tindakan kriminal
a. Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan zatadiktif: ganja, alkohol
b. Norma kebudayaan
c. Adiktif untuk upacara adat
d. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang terdapat banyak pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80 %)
e. Persepsi masyarakat terhadap pengunaan zat
f. Remaja yang lari dari rumah
g. Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini
h. Orang/ remaja yang terkait dengan tindakan kriminal
4. Stressor presipitasi
1. Pernyataan untuk mandiri dan dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan ( resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
2. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
3. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
4. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
5. Kompleksitas dari kehidupan modern
1. Pernyataan untuk mandiri dan dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan ( resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
2. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
3. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
4. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
5. Kompleksitas dari kehidupan modern
3. Faktor kontribusi ( resiko relatif 7,9% terlibat penyalah gunaan NAZA)
Seseorang yang berada dalam
disfungsi keluarga akan tertekan, dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor
penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan / ketergantungan NAZA,
kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah :
1. Keluarga yang tidak utuh : orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
2. Kesibukan orang tua
3. Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik
1. Keluarga yang tidak utuh : orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
2. Kesibukan orang tua
3. Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik
Motivasi melakukan penyalahgunaan
obat-obatan:
(1) Ada orang-orang yang bertujuan
untuk mengurangi atau meniadakan rasa tertekan (stres dan ketegangan hidup).
(2) Ada orang-orang yang bertujuan
untuk sekadar mendapatkan perasaan nyaman, menyenangkan.
(3) Ada orang-orang yang memakainya
untuk lari dari realita dan tanggung jawab kehidupan.
Sebab-sebabnya:
(1) Faktor-faktor Sosial dan
Kebudayaan: Sikap masyarakat dan lingkungan terhadap obat-obatan sangat
menentukan gejala ini
(2) Faktor-faktor Pendidikan dan
Lingkungan: memanjakan, melindungi mereka secara berlebih-lebihan, tidak
mengizinkan mereka untuk mandiri, tidak pernah melatih mereka menghadapi dan
menyelesaikan persoalan-persoalan mereka sendiri dan memberi contoh bahwa
obat-obatan dapat diminum dengan penuh kebebasan, apa saja yang kita mau tanpa
resep dokter.
Akibat:
(1) Habituation: kebiasaan buruk
yang menggantungkan diri pada jenis obat-obatan tertentu dalam bentuk
ketergantungan secara psikis. Dalam hal ini penyetopan akan menimbulkan
efek-efek kejiwaan seperti misalnya, merasa seolah-olah tidak pernah sembuh.
Sehingga akhirnya, ia akan memakai obat itu lagi meskipun dosisnya tidak pernah
bertambah besar.
(2) Addiction (kecanduan), Pemakaian
heroin, morfin, dsb., biasanya mengakibatkan kecanduan. Kecanduan itu ditandai
dengan beberapa gejala seperti: Tolerance (toleransi), yaitu kebutuhan akan
dosis yang semakin lama semakin besar. Withdrawal (reaksi kemerosotan kondisi
fisik), karena pengurangan dosis atau penyetopan pemakaian obat-obatan pada
orang-orang yang sudah kecanduan akan mengakibatkan munculnya gejala-gejala
withdrawal, yaitu seperti misalnya keringat dingin, sakit kepala, gemetaran,
tidak bisa tidur, mau muntah, dsb.
Cara Pakai Narkotika
Narkotika dapat dipakai dengan
berbagai cara. Beberapa dapat dimasukkan lewat mulut dan disuntik. Jenis
lainnya dipakai dalam bentuk dihisap seperti rokok dan dihisap melalui hidung
secara langsung.
Karakteristik pengguna narkoba
Karakteristik pengguna narkoba,
berdasarkan hasil penelitian di AS: terhadap 69 responden pria:
(1) Karakteristik pasien persentase
terbesar: berumur 16-25 tahun, belum menikah, pendidikan tamat SLP atau SLA dan
berstatus pelajar/mahasiswa.
(2) Lingkungan keluarga pasien
persentase terbesar: tinggal dengan orang tua, jumlah anak 3-5 orang, keadaan
ekonominya tinggi, komunikasi dalam keluarga sedang atau buruk, keluarga tidak
rukun, pelaksanaan ibadah sedang, dan kebiasaan merokok/minuman keras/menggunakan
obat dalam keluarga sedang.
(3) Pasien persentase terbesar
empunyai “konflik” dengan lingkungan keluarga, kemudian melarikan diri dari
konflik tersebut dengan menyalahguna-0kan obat karena ingin tahu/mencoba,
membeli obat dengan uang jajan dari orang tuanya dan orang tua baru mengetahui
anaknya menyalahgunakan obat setelah 1-3 tahun.
(4) Lingkungan pemaparan obat
persentase terbesar adalah lingkungan informal di kota besar (ibukota
propinsi).
(5) Obat yang disalahgunakan
persentase terbesar psikotropik dan ganja serta penggunaannya tidak terpisahkan
dari minuman keras, karena Peraturan Menteri Kesehatan tentang minuman keras
belum terlaksana sebagaimana mestinya.
(6) Pasien persentase terbesar
datang ke tempat rehabilitasi atas inisiatif orang tuanya dan belum pernah
berobat sebelumnya (pasien baru).
(7) Ada perbedaan pada diagnosis,
konsep pengobatan dan kriteria sembuh pasien ketergan-tungan obat secara medik
dan spiritual. Secara medik, diagnosis pasien diperkuat pemeriksaan
laboratorium, konsep pengobatan bersifat “suportif” jiwa, dan kriteria sembuh
mempunyai ciri kepribadian matang. Secara spiritual, diagnosis berdasarkan
pengakuan pasien dan “pengamatan” pembina, konsep pengobatan bersifat
“rekonstruktif” jiwa dan kriteria sembuh antara lain timbulnya kesadaran untuk
menjalankan ibadah dan bersikap anti terhadap obat.
(8) Metoda dan kurikulum untuk
rehabilitasi pasien di setiap inabah telah dibakukan dan bersumber dari ajaran
Islam dengan pendekataan tasauf.
Karakter Seorang Pecandu
- Merasa rendah diri,
- tidak dewasa,
- mudah frustasi
- kesulitan dalam menyelesaikan masalah pribadi
- kesulitan dalam berhubungan dengan lawan jenisnya
- mencoba untuk lari dari kenyataan yang digambarkan sebagai ketakutan, penarikan diri dan depresi
- Beberapa pecandu memiliki riwayat percobaan bunuh diri atau melukai dirinya sendiri
- digambarkan sebagai pribadi yang tergantung
- memerlukan dukungan dalam membina hubungan
- memiliki kesulitan menjaga diri mereka sendiri
- ekspresi seksual yang tak terkendali
Tanda-tanda dini anak yang telah
menggunakan narkotika
Tanda-tanda dini anak yang telah
menggunakan narkotika dapat dilihat dari beberapa hal antara lain :
1. anak menjadi pemurung dan
penyendiri
2. wajah anak pucat dan kuyu
3. terdapat bau aneh yang tidak biasa di kamar anak
4. matanya berair dan tangannya gemetar
5. nafasnya tersengal dan susah tidur
6. badannya lesu dan selalu gelisah
7. anak menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
8. suka membolos sekolah dengan alasan tidak jelas
2. wajah anak pucat dan kuyu
3. terdapat bau aneh yang tidak biasa di kamar anak
4. matanya berair dan tangannya gemetar
5. nafasnya tersengal dan susah tidur
6. badannya lesu dan selalu gelisah
7. anak menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
8. suka membolos sekolah dengan alasan tidak jelas
Tingkah laku
1.
Tingkah laku klien pengguna zat sedatif hipnotik
a. Menurunnya sifat menahan diri
b. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c. Bicara cadel, bertele-tele
d. Sering datang ke dokter untuk minta resep
e. Kurang perhatian
f. Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
g. Gangguan dalam daya pertimbangan
h. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian.
i. Meningkatkan rasa percaya diri
a. Menurunnya sifat menahan diri
b. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c. Bicara cadel, bertele-tele
d. Sering datang ke dokter untuk minta resep
e. Kurang perhatian
f. Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
g. Gangguan dalam daya pertimbangan
h. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian.
i. Meningkatkan rasa percaya diri
2.
Tingkah laku klien pengguna ganja
a. Kontrol didi menurun bahkan hilang
b. Menurunnya motivasi perubahan diri
c. Ephoria ringan
a. Kontrol didi menurun bahkan hilang
b. Menurunnya motivasi perubahan diri
c. Ephoria ringan
3.
Tingkah laku klien pengguna alcohol
a. Sikap bermusuhan
b. Kadang bersikap murung, berdiam
c. Kontrol diri menurun
d. Suara keras, bicara cadel,dan kacau
e. Agresi
f. Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g. Partisipasi di lingkungan social kurang
h. Daya pertimbangan menurun
i. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
j. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
a. Sikap bermusuhan
b. Kadang bersikap murung, berdiam
c. Kontrol diri menurun
d. Suara keras, bicara cadel,dan kacau
e. Agresi
f. Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g. Partisipasi di lingkungan social kurang
h. Daya pertimbangan menurun
i. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
j. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
4.
Tingkah laku klien pengguna opioda
a. Terkantuk-kantuk
b. Bicara cadel
c. Koordinasi motorik terganggu
d. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f. Kontrol diri kurang
a. Terkantuk-kantuk
b. Bicara cadel
c. Koordinasi motorik terganggu
d. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f. Kontrol diri kurang
5.
Tingkah laku klien pengguna kokain
a. Hiperaktif
b. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c. Iritabilitas
d. Halusinasi dan waham
e. Kewaspadaan yang berlebihan
f. Sangat tegang
g. Gelisah, insomnia
h. Tampak membesar –besarkan sesuatu
i. Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
a. Hiperaktif
b. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c. Iritabilitas
d. Halusinasi dan waham
e. Kewaspadaan yang berlebihan
f. Sangat tegang
g. Gelisah, insomnia
h. Tampak membesar –besarkan sesuatu
i. Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
6.
Tingkah laku klien pengguna halusinogen
a. tingkah laku tidak dapat diramalkan
b. Tingkah laku merusak diri sendiri
c. Halusinasi, ilusi
d. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e. Sikap merasa diri benar
f. Kewaspadaan meningkat
g. Depersonalisasi
h. Pengalaman yang gaib/ ajaib
a. tingkah laku tidak dapat diramalkan
b. Tingkah laku merusak diri sendiri
c. Halusinasi, ilusi
d. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e. Sikap merasa diri benar
f. Kewaspadaan meningkat
g. Depersonalisasi
h. Pengalaman yang gaib/ ajaib
Efek pemakaian psikotropika
Zat atau obat psikotropika ini dapat
menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan
kelainan perilaku,
1.
timbulnya halusinasi (mengkhayal),
2.
ilusi,
3.
gangguan cara berpikir,
4.
perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi
para pemakainya.
5.
Pemakaian Psikotropika yang
berlangsung lama menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai
macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang
bahkan menimbulkan kematian.
Efek Pemakaian Narkoba
Efek narkoba itu sangat banyak
sekali. Beberapa diantaranya adalah, Orang yang menggunakan narkoba dapat
kecanduan atau ketagihan. Orang tersebut akan berusaha bagaimana caranya agar
dapat memperoleh narkoba kembali, meskipun melalui cara-cara kriminal. Mata
orang tersebut akan merah. Bibir mereka menjadi kecoklatan, bahkan daya tahan
tubuh mereka akan turun. Ketika daya tahan tubuh mereka turun, mereka mudah
sekali terserang poenyakit. Tubuh mereka akan menjadi kurus kering, dan kurang
semangat.
Diluar bahaya yang ditimbulkan
karena kecerobohan atau penggunaan berlebihan, narkotika juga dapat menimbulkan
bahaya infeksi, tertular penyakit dan overdosis. Komplikasi ditimbulkan karena
pemakaian jarum suntik yang tidak steril. Hepatitis dan AIDS adalah penyakit
yang umum ditularkan melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril sesama
pengguna narkotika.
Rentang respon penggunaan zat adiktif
1.
Penggunaan zat adiktif secara
eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
2.
Penggunaan zat adiktif secara
rekreasional ialah:
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.
Penggunaan zat adiktif secara
situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
4.
Penyalahgunaan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara
rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan
perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan social dan pendidikan.
5.
Ketergantungan zat adiktif ialah:
Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma
putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang
yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan
atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala
pemutusan zat.
Peran orang lain dalam
penyalahgunaan obat
- Anggota keluarga atau teman-teman bisa berkelakukan seakan-akan mengijinkan sang pecandu melanjutkan penyalahgunan obatnya atau alkohol; orang-orang ini disebut kodipenden (juga disebut pemberi ijin).
- Pecandu yang hamil seringkali tidak mengakui pada dokter atau perawatnya bahwa ia menggunakan alkohol dan obat-obatan. Janin tersebut bisa mengalami ketergantungan secara fisik. Bayi yang selamat dari gejala putus obat bisa mendapat banyak masalah lainnya.
Gejala Klinis
Gejala Klinis: gejala klinis yang
dapat terjadi pada pengguna substance abuse sangat tergantung dari
golongan zat yang dipakai yaitu:
(1)
Golongan Depresan (Downer)
Berfungsi
mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa
tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.
Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif
(penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
(2)
Golongan Stimulan (Upper)
Merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya
menjadi lebih aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini
adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
(3)
Golongan Halusinogen
Menimbulkan
efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran sehingga seluruh
perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis,
misal: (Kanabis /ganja), LSD, Mescalin.
Secara umum gejala klinis yang akan
nampak:
a.
Perubahan Fisik, Pada saat
menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo, apatis, mengantuk, agresif,
curiga. Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi
lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal. Bila sedang
ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus
menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang,
kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat,tidak
peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos,
terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna
dengan jarum suntik).
b.
Perubahan Sikap dan Perilaku,
misalnya : Prestasi sekolah menurun, sering membolos, pemalas, kurang
bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari,
mengantuk dikelas atau tempat kerja. Sering mengurung diri, berlama-lama
dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah, minta
banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan
menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengompas,
terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi. Sering bersikap
emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga,
tertutup dan penuh rahasia.
Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan
penggunaan obat meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada
pengguna. Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat
untuk memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak
mengkonsumsinya.
Contoh: Alkohol, Narkotik, Hipnotik
(obat tidur), Benzodiazepin
(obat anti-cemas), Amfetamin, Metamfetamin, Metilelendioksimetamfetamin
(MDMA, ekstasi, Adam), Kokain, 2,5-dimetoksi-4-metilamfetamin (DOM,STP), Fensiklidin (PCP, debu malaikat).
(obat anti-cemas), Amfetamin, Metamfetamin, Metilelendioksimetamfetamin
(MDMA, ekstasi, Adam), Kokain, 2,5-dimetoksi-4-metilamfetamin (DOM,STP), Fensiklidin (PCP, debu malaikat).
Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap
obat yang ditandai dengan timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma
putus obat bila dihentikan. Contohnya: Inhalan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang sebagian besar
pemeriksaan laboratorium tergantung dari kemungkinan target organ yang terkena
efek dari zat/obat yang dipakai (contoh: gangguan fungsi liver, kelainan
hematologi). Pemeriksaan rambut, saliva, urin , dan darah dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah remaja tersebut menggunakan obat/zat tersebut tetapi
pemeriksaan urin untuk penyalahgunaan zat lebih dapat membatu karena lebih
cepat hasilnya walaupun false positif atau negatif kadang terjadi.
Pencegahan Drug Abuse
Populasi yang berbeda memerlukan
tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode pencegahan adalah
sebagai berikut:
(1) Pencegahan universal, ditujukan
untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
(2) Pencegahan selektif, ditujukan
bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko tersebut dapat
berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
(3)Pencegahan terindikasi, ditujukan
terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko dalam suatu keluarga yang
disfungsional.
Dengan menggunakan alat Skrining
penyalahgunaan zat pada remaja dalam bentuk kuesener seperti CRAFFT
screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk
mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.
Diagnosis
Berdasarkan DSM IV dibedakan antara
substance abuse dengan Substance dependent.
Substance abuse / penyalahgunaan
zat: suatu pola maladaptasi dari penggunaan zat yang membawa kearah gangguan
klinis yang bermakna sebagai akibat dari satu atau lebih dari hal dibawah ini
yang timbul dalam periode 12 bulan, yaitu: Penggunaan obat secara berkala yang
menyebabkan orang tersebut gagal melaksanaan tugas di lingkungan pekerjaan, sekolah
atau di rumah, Pada situasi dimana hal tersebut dapat membahayakan fisiknya,
Yang berkaitan dengan masalah legalsasi, Terus menerus dan orang tersebut
mempunyai masalah interpersonal dan social sementara atau menetap, yang
dicetuskan kembali efek zat tersebut.
Substance dependent/ketergantungan
zat: suatu pola maladaptasi dari penyalahgunaan zat yang membawa kepada
gangguan klinis yang bermakna , sebagai akibat dari tiga atau lebih
hal dibawah ini yang terjadi kapan saja dalam periode 12 bulan yang sama,
yaitu:
(1)Toleransi
Peningkatan kebutuhan yang bermakna
untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan, Tidak adanya reaksi yang
bermakna dengan penggunaan berkelanjutan dalam jumlah yang sama.
(2) Withdrawal
Adanya karakteristik sindroma ketergantungan,
Zat yang sama atau berkaita digunakan untuk menghilangkan atau mencegah gejala
yang timbul.
(3) Zat
yang sering digunakan dalam jumlah lebih besar atau over dosis dalam jangka
waktu yang lebih singkat.
(4) Terdapat keinginan untuk memutus
atau mengontrol substance abuse tetapi usaha itu
gagal.
(5) Jangka waktu yang lama dibutuhkan dalam usaha untuk sembuh dari efek substance
abuse.
(6) Aktivitas social, pekerjaan atau rekreasi menjadi terhenti atau berkurang
karena pemakaian zat itu.
(7) Pemakaian zat tersebut tetap
dilanjutkan walaupun terdapat masalah fisik
sementara atau menetap, atau masalah psikologis yang disebabkan zat tersebut.
Penanganan Drug Abuse dalam
masyarakat
a.
Melihat kompleknya penyebab
penyalahgunaan obat, maka penanganannya memerlukan langkah-langkah preventif,
kuratif, represif dan rehabilitasi secara serempak, dimana tanggung jawab usaha
preventif lebih dititik beratkan kepada orang tuanya.
b.
Penyuluhan untuk pencegahan
penyalahgunaan obat perlu melibatkan unsur agama, karena ternyata penyalahguna
obat umumnya orang yang tidak melaksanakan ibadah ritual.
c.
Ditjen POM dan Kanwil Depkes
meningkatkan pengawasan distribusi dan penjualan obat-obat psikotropik di PBF,
apotek dan toko obat, serta melaksanakan Permenkes tentang minuman keras.
d.
Dalam upaya rehabilitasi pasien,
RSKO hendaknya meningkatkan kegiatan keagamaan dan Inabah meningkatkan variasi
olahraga.
e.
Dalam upaya rehabilitasi pasien,
Inabah perlu bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk pengobatan komplikasi
medik yang menyertai ketergantungan obat.
f.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk
membandingkan efektifitas/efisiensi perawatan pasien ketergantungan obat antara
RSKO dengan Inabah, serta efektifitas dan efisiensi pasien gangguan kejiwaan
antara RSJ dengan Inabah.
Tata Laksana Terapi dan rehabilitasi
Dengan tujuan sebagai berikut:
a.
Abstinensia atau menghentikan sama
sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang
tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini. Rehabilitasi ini
diberikan terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal.
b.
Pengurangan frekuensi dan keparahan
relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah
menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia
menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali ketrampilan untuk
mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan
untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program
terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson
merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
c.
Memperbaiki fungsi psikologi dan
fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran
utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai
sasaran terapi golongan ini.
Tahap penanganan secara umum:
- Penanganan kegawatan : tatalaksana ABC (airway, brathing, circulation),
- Pemberian antidotum,
- Detoksifikasi: pemutusan segera (abrupt withdrawal) ,
- Simptomatik, dan substitusi,
- Terapi rumatan penyalahgunaan: Psikoterapi individu dan Psikoterapi kelompok,
- Rehabilitasi: di rumah / keluarga dan di institusi/lembaga
Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
1. denial dari masalah
2. proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
3. Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
1. denial dari masalah
2. proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
3. Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif
Berbagai Pendekatan dalam Penanganan
Penggunaan Zat dan Penanganan Ketergantungan Zat
1. Pendekatan Biologis
a. Detoksifikasi adalah menuju hidup bersih, yang biasa
dilakukan dalam ringkup rumah sakit untuk memberikan dukungan kepada orang yang
putus obat zat adiktif secara aman. Detoksifikasi dilakukan dengan konseling
perilaku dan kemungkinan penggunaan obat terapeutik. Obat yang sering digunakan
seperti: Disulfram (nama merek antabuse), Antidepresan.
b. Terapi Pengganti Rokok, menggunakan obat anti perokok
tanpa dasar nikotin, sebuah antidepresan yang disebut bupropion (nama dagang
zyban).
c. Program pemantapan metadon, mengurangi ketagihan heroin
dan membantu mencegah gejala tidak menyenangkan yang menyertai putus obat. Obat
lain yang digunakan, buprenorfin, yang menghasilkan lebih sedikit sedatif.
Untuk hasil terbaik, obat – obatan dapat dikombinasikan penggunaannya dengan
konseling psikologis dan rehabilitasi psikososial.
d. Nalokson dan Naltrekson, Nalokson adalah obat yang
mencegah rasa melayang yang dihasilkan heroin dan opioid lainnya, membantu
menghindari kambuh setelah putus obat. Natrelkeson, memblokir rasa melayang
dari alkohol juga dari opioid.
2. Penanganan Peka Budaya Budaya
untuk Alkoholisme
Program
yang memperhatikan semua sisi kehidupan manusia, termasuk ras, identitas, dan
budaya, yang menghargai kebanggaan etnik dan membantu orang bertahan terhadap
godaan untuk mengatasi tekanan dengan bahan kimia.
3. Kelompok Pendukung Nonprofesional
Orang
awam yang biasa menangani ketergantungan zat, orang seperti ini sering memiliki
atau pernah memiliki masalah yang sama. Sebagai contoh, pertemuan kelompok
self-help, Alcoholic Anonymous, Narcotics Anonymous, dan Cocaine Anonymous.
Kelompok ini menyerukan absitenensi dan memberi kesempatan bagi anggota untuk
mendiskusikan perasaan dan pengalaman mereka dalam lingkup kelompok pendukung.
Anggota kelompok yang lebih berpengalaman membantu dan mendukung anggota baru
selama periode krisis atau masa potensial untuk kambuh.
4. pendekatan Residential
Pendeketan
melibatkan perawatan di rumah sakit atau tempat terapi.
5. Pendekatan Psikodinamika
Terapi
yang berfokus pada penyalahgunaan atau ketergantungan zat dinilai sebagai tipe
terapi tidak mendalam. Diasumsikan jika konflik pada masa lalu dapat diatasi,
perilaku penyalahgunaan juga akan digantikan oleh bentuk yang lebih matang dari
pemenuhan kepuasan yang dicari.
6. Pendekatan Behavioral, fokus pada modifikasi perilaku
penyalahguna dan dependen, penyalahguna dapat belajar untuk mengubah perilaku
mereka saat dihadapkan dengan godaan. Terapi self control yang sering
digunakan, ada 3 komponen:
a. isyarat antesden, atau stimuli (A) yang memicu
penyalahgunaan
b.Perilaku
penyalahgunaan (B) itu sendiri, dan
c. Konsekuensi hukuman atau penguatan (C) yang mempertahankan
atau mencegah penyalahgunaan.
Aversive
Conditioning, stimulus yang menyakitkan atau menolak (aversive) dipasangkan
dengan penyalahgunaan zat atau stimulus yang berhubungan dengan penyalahgunaan
untuk membuat penyalahgunaan kurang menarik. Dalam kasus masalah minum, rasa
minuman beralkohol yang berbeda biasanya dipasangkan dengan zat kimia yang
menyebabkan mual dan muntah atau dengan kejutan listrik.
7. Pelatihan ketrampilan sosial,
pelatihan ketrampilan sosial membantu orang mengembangkan respons interpersonal
yang efektif dalam situasi sosial yang memicu penyalahgunaan zat.
8. Pelatihan Pencegahan Kambuh,
membantu orang dengan masalah penyalahgunaan zat mengatasi situasi beresiko
tinggi dan mencegah tergelincir untuk menjadi kambuh total.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar