Jumat, 11 November 2011

Jangan Ditiru!!!

 Penyalahgunaan Obat

Di Amerika Serikat, istilah medis drug abuse (penyalahgunaan obat) diartikan sebagai penyelewengan fungsi dan maladaptasi, bukan ketergantungan yang disebabkan oleh penggunaan obat.
Dalam bahasa sehari-hari, penyalahgunaan obat (drug abuse) sering diartikan sebagai penggunaan obat ilegal untuk coba-coba dan untuk kesenangan penggunaan obat-obatan resmi untuk mengatasi masalah atau gejala tanpa resep dari dokter,dan penggunaan obat yang berakibat ketergantungan.
Penyalahgunaan zat atau bahan lainnya (NAPZA) yaitu penggunaan zat/obat yang dapat menyebabkan ketergantungan dan efek non-terapeutik atau non-medis pada individu sendiri sehingga menimbulkan masalah pada kesehatan fisik / mental, atau kesejahteraan orang lain. NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan /psikologi seseorang (pikiran,perasaan, perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.  Intoksikasi obat adalah perubahan fungsi-fungsi fisiologis, psikologis, emosi, kecerdasan, dan lain-lain akibat penggunaan dosis obat yang berlebihan.
Penyalahgunaan zat adiktif adalah suatu pola penggunaan yang bersifat patologis, yang menyebabkan remaja mengalami sakit yang cukup berat dan berbagai macam kesulitan, tetapi tidak mampu menghentikannya. Ketergantungan zat adiktif adalah suatu kondisi cukup berat ditandai dengan adanya ketergantungn fisik yaitu toleransi dan sindroma putus zat.
Gangguan penggunaan zat adiktif adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan zat adiktif yang bekerja pada susunan saraf pusat yang mempengaruhi tingkah laku, memori alam perasaan, proses pikir anak dan remaja sehingga mengganggu fungsi social dan pendidikannya. Gangguan penggunaan zat ini terdiri dari : penyalahgunaan dan ketergantungan zat.
Klasifikasi Zat yang disalahgunakan
Klasifikasi Zat yang disalahgunakan dapat digolongkan menjadi 3, yaitu :
  1. Narkotik
Menurut UU RI No 22 / 1997 yang disebut narkotika adalah: Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan
  • Golongan I : Heroin / putauw, ganja atau kanabis,       marijuana, kokain
    • Golongan II : Morfin, petidin
    • Golongan III : Kodein
  1. Psikotropika
Psikotropika adalah merupakan suatu zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Menurut UU RI No 5 / 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
  • Golongan I : Ektasi
  • Golongan II : Amfetamin, metilfenidat atau ritalin
  • Golongan III : Fentobarbital, flunitrazepam
  • Golongan IV : Diazepam, klordiazepoxide, nitrazepam ( pil BK, pil koplo)
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindromaketergantungan digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat
2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat menimbulkan ketergantungan.
3. Psikotropika golongan III : yaitu psikotropika dengan efek ketergantungannya sedang dari kelompok hipnotik sedatif.
4. Psikotropika golongan IV : yaitu psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.
  1. Zat adiktif
Bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar Narkotika dan Psikotropika.
  • Minuman beralkohol
  • Inhalasi ( gas yang dihirup ) dan solven ( zat pelarut ) mudah menguap
    • Tembakau/rokok
Proses terjadinya ketergantungan obat
  • Proses ini dipengaruhi oleh zat kimia yang terkandung dalam obat, efek obat,
  • Kepribadian pengguna obat dan kondisi lainnya, seperti faktor keturunan dan tekanan sosial.
  • Perkembangan dari pemakaian coba-coba menjadi penggunaan yang sekali-sekali dan kemudian menjadi toleransi dan ketergantungan
Faktor Risiko Penyebab Penyalahgunaan Zat
Beberapa faktor yang menyebabkan penyalahgunaan zat di kalangan remaja antara lain:
1. Faktor risiko genetik
Apabila orang tua atau saudara kembar laki-laki pengguna obat terlarang,
2. Faktor kepribadian dan perilaku
Beberapa keadaan psikopatologik misalnya ansietas, perilaku menyimpang, kepribadian antisosial, gangguan afektif atau attention deficit  disorders/hyperactivity telah diketahui merupakan faktor risiko. Penyandang kelainan ini seringkali menggunakan obat untuk mengurangi gejala psikiatrik (self medication hypothesis). Kurangnya rasa percaya diri dan perilaku mencari risiko juga berpengaruh,
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan rumah dan sekolah merupakan lingkungan terdekat dari remaja. Anak yang mempunyai orang tua dengan kepribadian antisosial lebih berisiko. Kemampuan orang tua untuk mengasuh anak juga menentukan faktor risiko, terutama pada masa adolesen, saat anak mencari jati dirinya. Keluarga yang terlalu kaya, terlalu miskin, atau keluarga yang tidak mempunyai norma yang jelas juga berpengaruh. Anak tidak menyukai sekolahnya, tidak mempunyai teman banyak atau berkawan dengan pengguna, tidak aktif mengikuti aktivitas ekstrakurikulum, sering membolos, dan lain-lain,
4. Faktor kawan
Misalnya berkawan dengan perokok, pengguna narkotika, dengan kelompok yang menganggap bahwa penggunaan narkotika adalah hal biasa, berkawan dengan teman yang mempunyai kepribadian dan perilaku buruk sehingga sering melakukan kekerasan dan melawan hukum,
5. Faktor protektif
Membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat, misalnya intelegensi yang tinggi, adanya penilaian untuk kesehatan dan pencapaian tujuan, sekolah yang baik, hubungan antar keluarga yang erat, dan orang tua yang sangat berminat membantu anak.
Faktor pendukung Penyalahgunaan Zat
1. Faktor biologis
a. Genetic: tendensi keluarga
b. Infeksi pada organ otak
c. Penyakit kronis
2. Faktor psikologis
a. Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
b. Harga diri rendah: depresi (resiko relatif: 18,8%), faktor social, ekonomi.
c. Disfungsi keluarga
d. Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman
e. Orang/ remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang menyimpang
f. Orang/ remaja yang mengalami gangguan idetitas diri, kecenderungan homoseksual, krisis identitas, menggunakan zat untuk menyatakan kejantanannya.
g. Rasa bermusuhan dengan orang tua
3. Faktor social cultural
a. Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan dan penyalahgunaan zatadiktif: ganja, alkohol
b. Norma kebudayaan
c. Adiktif untuk upacara adat
d. Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang terdapat banyak pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80 %)
e. Persepsi masyarakat terhadap pengunaan zat
f. Remaja yang lari dari rumah
g. Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini
h. Orang/ remaja yang terkait dengan tindakan kriminal
4. Stressor presipitasi
1. Pernyataan untuk mandiri dan dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan ( resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
2. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
3. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
4. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
5. Kompleksitas dari kehidupan modern

3. Faktor kontribusi ( resiko relatif 7,9% terlibat penyalah gunaan NAZA)
Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan, dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan / ketergantungan NAZA, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah :
1. Keluarga yang tidak utuh : orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
2. Kesibukan orang tua
3. Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik

Motivasi melakukan penyalahgunaan obat-obatan:
(1) Ada orang-orang yang bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan rasa tertekan (stres dan ketegangan hidup).
(2) Ada orang-orang yang bertujuan untuk sekadar mendapatkan perasaan nyaman, menyenangkan.
(3) Ada orang-orang yang memakainya untuk lari dari realita dan tanggung jawab kehidupan.
Sebab-sebabnya:
(1) Faktor-faktor Sosial dan Kebudayaan: Sikap masyarakat dan lingkungan terhadap obat-obatan sangat menentukan gejala ini
(2) Faktor-faktor Pendidikan dan Lingkungan: memanjakan, melindungi mereka secara berlebih-lebihan, tidak mengizinkan mereka untuk mandiri, tidak pernah melatih mereka menghadapi dan menyelesaikan persoalan-persoalan mereka sendiri dan memberi contoh bahwa obat-obatan dapat diminum dengan penuh kebebasan, apa saja yang kita mau tanpa resep dokter.
Akibat:
(1) Habituation: kebiasaan buruk yang menggantungkan diri pada jenis obat-obatan tertentu dalam bentuk ketergantungan secara psikis. Dalam hal ini penyetopan akan menimbulkan efek-efek kejiwaan seperti misalnya, merasa seolah-olah tidak pernah sembuh. Sehingga akhirnya, ia akan memakai obat itu lagi meskipun dosisnya tidak pernah bertambah besar.
(2) Addiction (kecanduan), Pemakaian heroin, morfin, dsb., biasanya mengakibatkan kecanduan. Kecanduan itu ditandai dengan beberapa gejala seperti: Tolerance (toleransi), yaitu kebutuhan akan dosis yang semakin lama semakin besar. Withdrawal (reaksi kemerosotan kondisi fisik), karena pengurangan dosis atau penyetopan pemakaian obat-obatan pada orang-orang yang sudah kecanduan akan mengakibatkan munculnya gejala-gejala withdrawal, yaitu seperti misalnya keringat dingin, sakit kepala, gemetaran, tidak bisa tidur, mau muntah, dsb.
Cara Pakai Narkotika
Narkotika dapat dipakai dengan berbagai cara. Beberapa dapat dimasukkan lewat mulut dan disuntik. Jenis lainnya dipakai dalam bentuk dihisap seperti rokok dan dihisap melalui hidung secara langsung.
Karakteristik pengguna narkoba
Karakteristik pengguna narkoba, berdasarkan hasil penelitian di AS: terhadap 69 responden pria:
(1) Karakteristik pasien persentase terbesar: berumur 16-25 tahun, belum menikah, pendidikan tamat SLP atau SLA dan berstatus pelajar/mahasiswa.
(2) Lingkungan keluarga pasien persentase terbesar: tinggal dengan orang tua, jumlah anak 3-5 orang, keadaan ekonominya tinggi, komunikasi dalam keluarga sedang atau buruk, keluarga tidak rukun, pelaksanaan ibadah sedang, dan kebiasaan merokok/minuman keras/menggunakan obat dalam keluarga sedang.
(3) Pasien persentase terbesar empunyai “konflik” dengan lingkungan keluarga, kemudian melarikan diri dari konflik tersebut dengan menyalahguna-0kan obat karena ingin tahu/mencoba, membeli obat dengan uang jajan dari orang tuanya dan orang tua baru mengetahui anaknya menyalahgunakan obat setelah 1-3 tahun.
(4) Lingkungan pemaparan obat persentase terbesar adalah lingkungan informal di kota besar (ibukota propinsi).
(5) Obat yang disalahgunakan persentase terbesar psikotropik dan ganja serta penggunaannya tidak terpisahkan dari minuman keras, karena Peraturan Menteri Kesehatan tentang minuman keras belum terlaksana sebagaimana mestinya.
(6) Pasien persentase terbesar datang ke tempat rehabilitasi atas inisiatif orang tuanya dan belum pernah berobat sebelumnya (pasien baru).
(7) Ada perbedaan pada diagnosis, konsep pengobatan dan kriteria sembuh pasien ketergan-tungan obat secara medik dan spiritual. Secara medik, diagnosis pasien diperkuat pemeriksaan laboratorium, konsep pengobatan bersifat “suportif” jiwa, dan kriteria sembuh mempunyai ciri kepribadian matang. Secara spiritual, diagnosis berdasarkan pengakuan pasien dan “pengamatan” pembina, konsep pengobatan bersifat “rekonstruktif” jiwa dan kriteria sembuh antara lain timbulnya kesadaran untuk menjalankan ibadah dan bersikap anti terhadap obat.
(8) Metoda dan kurikulum untuk rehabilitasi pasien di setiap inabah telah dibakukan dan bersumber dari ajaran Islam dengan pendekataan tasauf.
Karakter Seorang Pecandu
  • Merasa rendah diri,
  • tidak dewasa,
  • mudah frustasi
  • kesulitan dalam menyelesaikan masalah pribadi
  • kesulitan dalam berhubungan dengan lawan jenisnya
  • mencoba untuk lari dari kenyataan yang digambarkan sebagai ketakutan, penarikan diri dan depresi
  • Beberapa pecandu memiliki riwayat percobaan bunuh diri atau melukai dirinya sendiri
  • digambarkan sebagai pribadi yang tergantung
  • memerlukan dukungan dalam membina hubungan
  • memiliki kesulitan menjaga diri mereka sendiri
  • ekspresi seksual yang tak terkendali
Tanda-tanda dini anak yang telah menggunakan narkotika
Tanda-tanda dini anak yang telah menggunakan narkotika dapat dilihat dari beberapa hal antara lain :
1. anak menjadi pemurung dan penyendiri
2. wajah anak pucat dan kuyu
3. terdapat bau aneh yang tidak biasa di kamar anak
4. matanya berair dan tangannya gemetar
5. nafasnya tersengal dan susah tidur
6. badannya lesu dan selalu gelisah
7. anak menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
8. suka membolos sekolah dengan alasan tidak jelas

Tingkah laku
1. Tingkah laku klien pengguna zat sedatif hipnotik
a. Menurunnya sifat menahan diri
b. Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
c. Bicara cadel, bertele-tele
d. Sering datang ke dokter untuk minta resep
e. Kurang perhatian
f. Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
g. Gangguan dalam daya pertimbangan
h. Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat menimbulkan kematian.
i. Meningkatkan rasa percaya diri
2. Tingkah laku klien pengguna ganja
a. Kontrol didi menurun bahkan hilang
b. Menurunnya motivasi perubahan diri
c. Ephoria ringan
3. Tingkah laku klien pengguna alcohol
a. Sikap bermusuhan
b. Kadang bersikap murung, berdiam
c. Kontrol diri menurun
d. Suara keras, bicara cadel,dan kacau
e. Agresi
f. Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
g. Partisipasi di lingkungan social kurang
h. Daya pertimbangan menurun
i. Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat kecelakaan
j. Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma.
4. Tingkah laku klien pengguna opioda
a. Terkantuk-kantuk
b. Bicara cadel
c. Koordinasi motorik terganggu
d. Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
e. Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
f. Kontrol diri kurang
5. Tingkah laku klien pengguna kokain
a. Hiperaktif
b. Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
c. Iritabilitas
d. Halusinasi dan waham
e. Kewaspadaan yang berlebihan
f. Sangat tegang
g. Gelisah, insomnia
h. Tampak membesar –besarkan sesuatu
i. Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
6. Tingkah laku klien pengguna halusinogen
a. tingkah laku tidak dapat diramalkan
b. Tingkah laku merusak diri sendiri
c. Halusinasi, ilusi
d. Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
e. Sikap merasa diri benar
f. Kewaspadaan meningkat
g. Depersonalisasi
h. Pengalaman yang gaib/ ajaib

Efek pemakaian psikotropika
Zat atau obat psikotropika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku,
1.      timbulnya halusinasi (mengkhayal),
2.      ilusi,
3.      gangguan cara berpikir,
4.      perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
5.      Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Efek Pemakaian Narkoba
Efek narkoba itu sangat banyak sekali. Beberapa diantaranya adalah, Orang yang menggunakan narkoba dapat kecanduan atau ketagihan. Orang tersebut akan berusaha bagaimana caranya agar dapat memperoleh narkoba kembali, meskipun melalui cara-cara kriminal. Mata orang tersebut akan merah. Bibir mereka menjadi kecoklatan, bahkan daya tahan tubuh mereka akan turun. Ketika daya tahan tubuh mereka turun, mereka mudah sekali terserang poenyakit. Tubuh mereka akan menjadi kurus kering, dan kurang semangat.
Diluar bahaya yang ditimbulkan karena kecerobohan atau penggunaan berlebihan, narkotika juga dapat menimbulkan bahaya infeksi, tertular penyakit dan overdosis. Komplikasi ditimbulkan karena pemakaian jarum suntik yang tidak steril. Hepatitis dan AIDS adalah penyakit yang umum ditularkan melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril sesama pengguna narkotika.



Rentang respon penggunaan zat adiktif
1.      Penggunaan zat adiktif secara eksperimental ialah:
Kondisi penggunaan pada taraf awal, disebabkan rasa ingin tahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering dikatakan taraf coba- coba.
2.      Penggunaan zat adiktif secara rekreasional ialah:
Menguunakan zat od saat berkumpul bersama-sama dengan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman sebaya.
3.      Penggunaan zat adiktif secara situasional ialah:
Orang yang menggunakan zat mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang konflik, stress, frustasi.
4.      Penyalahgunaan zat adiktif ialah: Penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan social dan pendidikan.
5.      Ketergantungan zat adiktif ialah: Penggunaan zat yang cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya toleransi dan sindroma putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adalah suatu kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga menimbulkan gejala pemutusan zat.
Peran orang lain dalam penyalahgunaan obat
  • Anggota keluarga atau teman-teman bisa berkelakukan seakan-akan mengijinkan sang pecandu melanjutkan penyalahgunan obatnya atau alkohol; orang-orang ini disebut kodipenden (juga disebut pemberi ijin).
  • Pecandu yang hamil seringkali tidak mengakui pada dokter atau perawatnya bahwa ia menggunakan alkohol dan obat-obatan. Janin tersebut bisa mengalami ketergantungan secara fisik. Bayi yang selamat dari gejala putus obat bisa mendapat banyak masalah lainnya.
Gejala Klinis
Gejala Klinis: gejala klinis yang dapat terjadi pada pengguna substance abuse sangat tergantung dari golongan zat yang dipakai yaitu:
(1)      Golongan Depresan (Downer)
Berfungsi mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang), hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
(2)      Golongan Stimulan (Upper)
Merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi lebih aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah : Amfetamin (shabu, esktasi), Kafein, Kokain
(3)     Golongan Halusinogen           
Menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis, misal:  (Kanabis /ganja), LSD, Mescalin.
Secara umum gejala klinis yang akan nampak:
a.       Perubahan Fisik, Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo, apatis, mengantuk, agresif, curiga. Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal. Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang, kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang : penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik).
b.      Perubahan Sikap dan Perilaku, misalnya : Prestasi sekolah menurun, sering membolos, pemalas, kurang bertanggung jawab. Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk dikelas atau tempat kerja. Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah, minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, mengompas, terlibat tindak kekerasan atau berurusan dengan polisi. Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
Adiksi obat adalah gangguan kronis yang ditandai dengan peningkatan penggunaan obat meskipun terjadi kerusakan fisik, psikologis maupun sosial pada pengguna. Ketergantungan psikologis adalah keinginan untuk mengkonsumsi obat untuk memperoleh efek positif atau menghindari efek negatif akibat tidak mengkonsumsinya.
Contoh: Alkohol, Narkotik, Hipnotik (obat tidur), Benzodiazepin
(obat anti-cemas), Amfetamin, Metamfetamin, Metilelendioksimetamfetamin
(MDMA, ekstasi, Adam), Kokain, 2,5-dimetoksi-4-metilamfetamin (DOM,STP), Fensiklidin (PCP, debu malaikat).
Ketergantungan fisik adalah adaptasi fisiologis terhadap obat yang ditandai dengan timbulnya toleransi terhadap efek obat dan sindroma putus obat bila dihentikan. Contohnya: Inhalan
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang sebagian besar pemeriksaan laboratorium tergantung dari kemungkinan target organ yang terkena efek dari zat/obat yang dipakai (contoh: gangguan fungsi liver, kelainan hematologi). Pemeriksaan rambut, saliva, urin , dan darah dapat dilakukan untuk mengetahui apakah remaja tersebut menggunakan obat/zat tersebut tetapi pemeriksaan urin untuk penyalahgunaan zat lebih dapat membatu karena lebih cepat hasilnya walaupun false positif atau negatif kadang terjadi.
Pencegahan Drug Abuse
Populasi yang berbeda memerlukan tindakan pencegahan yang berbeda pula. Pembagian metode pencegahan  adalah sebagai berikut:
(1) Pencegahan universal, ditujukan untuk populasi umum baik untuk keluarga maupun anak.
(2) Pencegahan selektif, ditujukan bagi keluarga dan anak dengan risiko tinggi. Risiko tersebut  dapat  berupa risiko demografis, lingkungan psiko-sosial dan biologis.
(3)Pencegahan terindikasi, ditujukan terhadap kasus yang mengalami berbagai faktor risiko dalam suatu keluarga yang disfungsional.
Dengan menggunakan alat Skrining penyalahgunaan zat pada remaja dalam bentuk kuesener seperti CRAFFT screening test yang cukup sederhana dan relevan dapat untuk mengenali risiko terjadinya penyalahgunaan zat/obat.
Diagnosis
Berdasarkan DSM IV dibedakan antara substance abuse dengan Substance dependent.
Substance abuse / penyalahgunaan zat: suatu pola maladaptasi dari penggunaan zat yang membawa kearah gangguan klinis yang bermakna sebagai akibat dari satu atau lebih dari hal dibawah ini yang timbul dalam periode 12 bulan, yaitu: Penggunaan obat secara berkala yang menyebabkan orang tersebut gagal melaksanaan tugas di lingkungan pekerjaan, sekolah atau di rumah, Pada situasi dimana hal tersebut dapat membahayakan fisiknya, Yang berkaitan dengan masalah legalsasi, Terus menerus dan orang tersebut mempunyai masalah interpersonal dan social sementara atau menetap, yang dicetuskan kembali efek zat tersebut.
Substance dependent/ketergantungan zat: suatu pola maladaptasi  dari penyalahgunaan zat yang membawa kepada gangguan klinis yang bermakna ,  sebagai  akibat dari tiga atau lebih hal dibawah ini yang terjadi kapan saja dalam periode 12 bulan yang sama, yaitu:
(1)Toleransi
Peningkatan kebutuhan yang bermakna untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan, Tidak adanya reaksi yang bermakna dengan penggunaan berkelanjutan dalam jumlah yang sama.
(2) Withdrawal
Adanya karakteristik sindroma ketergantungan, Zat yang sama atau berkaita digunakan untuk menghilangkan atau mencegah gejala yang timbul.
(3) Zat yang sering digunakan dalam jumlah lebih besar atau over dosis dalam jangka waktu yang lebih singkat.
(4) Terdapat keinginan untuk memutus atau mengontrol substance abuse tetapi usaha itu gagal.
(5) Jangka waktu yang lama dibutuhkan dalam usaha untuk sembuh dari efek substance abuse.
(6) Aktivitas social, pekerjaan atau rekreasi menjadi terhenti atau berkurang karena pemakaian zat itu.
(7) Pemakaian zat tersebut tetap dilanjutkan walaupun terdapat masalah fisik sementara atau menetap, atau masalah psikologis yang disebabkan zat tersebut.
Penanganan Drug Abuse dalam masyarakat
a.       Melihat kompleknya penyebab penyalahgunaan obat, maka penanganannya memerlukan langkah-langkah preventif, kuratif, represif dan rehabilitasi secara serempak, dimana tanggung jawab usaha preventif lebih dititik beratkan kepada orang tuanya.
b.      Penyuluhan untuk pencegahan penyalahgunaan obat perlu melibatkan unsur agama, karena ternyata penyalahguna obat umumnya orang yang tidak melaksanakan ibadah ritual.
c.       Ditjen POM dan Kanwil Depkes meningkatkan pengawasan distribusi dan penjualan obat-obat psikotropik di PBF, apotek dan toko obat, serta melaksanakan Permenkes tentang minuman keras.
d.      Dalam upaya rehabilitasi pasien, RSKO hendaknya meningkatkan kegiatan keagamaan dan Inabah meningkatkan variasi olahraga.
e.       Dalam upaya rehabilitasi pasien, Inabah perlu bekerja sama dengan puskesmas setempat untuk pengobatan komplikasi medik yang menyertai ketergantungan obat.
f.       Perlu penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efektifitas/efisiensi perawatan pasien ketergantungan obat antara RSKO dengan Inabah, serta efektifitas dan efisiensi pasien gangguan kejiwaan antara RSJ dengan Inabah.
Tata Laksana Terapi dan rehabilitasi
Dengan tujuan sebagai berikut:
a.       Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA. Tujuan ini tergolong sangat ideal, namun banyak orang tidak mampu atau mempunyai motivasi untuk mencapai tujuan ini. Rehabilitasi ini diberikan terutama kalau ia baru menggunakan NAPZA pada fase-fase awal.
b.      Pengurangan frekuensi dan keparahan relaps Sasaran utamanya adalah pencegahan relaps. Bila pasien pernah menggunakan satu kali saja setelah “clean” maka ia disebut “slip”. Bila ia menyadari kekeliruannya, dan ia memang telah dibekali ketrampilan untuk mencegah pengulangan penggunaan kembali, pasien akan tetap mencoba bertahan untuk selalu abstinensia. Pelatihan relapse prevention programe, Program terapi kognitif, Opiate antagonist maintenance therapy dengan naltreson merupakan beberapa alternatif untuk mencegah relaps.
c.       Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial. Dalam kelompok ini,abstinensia bukan merupakan sasaran utama. Terapi rumatan (maintence) metadon merupakan pilihan untuk mencapai sasaran terapi golongan ini.
Tahap penanganan secara umum:
  • Penanganan kegawatan : tatalaksana ABC  (airway, brathing, circulation),
  • Pemberian antidotum,
  • Detoksifikasi: pemutusan segera (abrupt withdrawal) ,
  • Simptomatik, dan substitusi,
  • Terapi rumatan penyalahgunaan: Psikoterapi individu dan Psikoterapi kelompok,
  • Rehabilitasi: di rumah / keluarga  dan di institusi/lembaga
Mekanisme koping
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan:
1. denial dari masalah
2. proyeksi merupakan tingkah laku untuk melepaskan diri dari tanggung jawab
3. Disosiasi merupakan proses dari penggunaan zat adiktif
Berbagai Pendekatan dalam Penanganan Penggunaan Zat dan Penanganan Ketergantungan Zat
1. Pendekatan Biologis
a. Detoksifikasi adalah menuju hidup bersih, yang biasa dilakukan dalam ringkup rumah sakit untuk memberikan dukungan kepada orang yang putus obat zat adiktif secara aman. Detoksifikasi dilakukan dengan konseling perilaku dan kemungkinan penggunaan obat terapeutik. Obat yang sering digunakan seperti: Disulfram (nama merek antabuse), Antidepresan.
b. Terapi Pengganti Rokok, menggunakan obat anti perokok tanpa dasar nikotin, sebuah antidepresan yang disebut bupropion (nama dagang zyban).
c. Program pemantapan metadon, mengurangi ketagihan heroin dan membantu mencegah gejala tidak menyenangkan yang menyertai putus obat. Obat lain yang digunakan, buprenorfin, yang menghasilkan lebih sedikit sedatif. Untuk hasil terbaik, obat – obatan dapat dikombinasikan penggunaannya dengan konseling psikologis dan rehabilitasi psikososial.
d. Nalokson dan Naltrekson, Nalokson adalah obat yang mencegah rasa melayang yang dihasilkan heroin dan opioid lainnya, membantu menghindari kambuh setelah putus obat. Natrelkeson, memblokir rasa melayang dari alkohol juga dari opioid.
2. Penanganan Peka Budaya Budaya untuk Alkoholisme
Program yang memperhatikan semua sisi kehidupan manusia, termasuk ras, identitas, dan budaya, yang menghargai kebanggaan etnik dan membantu orang bertahan terhadap godaan untuk mengatasi tekanan dengan bahan kimia.
3. Kelompok Pendukung Nonprofesional
Orang awam yang biasa menangani ketergantungan zat, orang seperti ini sering memiliki atau pernah memiliki masalah yang sama. Sebagai contoh, pertemuan kelompok self-help, Alcoholic Anonymous, Narcotics Anonymous, dan Cocaine Anonymous. Kelompok ini menyerukan absitenensi dan memberi kesempatan bagi anggota untuk mendiskusikan perasaan dan pengalaman mereka dalam lingkup kelompok pendukung. Anggota kelompok yang lebih berpengalaman membantu dan mendukung anggota baru selama periode krisis atau masa potensial untuk kambuh.
4. pendekatan Residential
Pendeketan melibatkan perawatan di rumah sakit atau tempat terapi.
5. Pendekatan Psikodinamika
Terapi yang berfokus pada penyalahgunaan atau ketergantungan zat dinilai sebagai tipe terapi tidak mendalam. Diasumsikan jika konflik pada masa lalu dapat diatasi, perilaku penyalahgunaan juga akan digantikan oleh bentuk yang lebih matang dari pemenuhan kepuasan yang dicari.
6. Pendekatan Behavioral, fokus pada modifikasi perilaku penyalahguna dan dependen, penyalahguna dapat belajar untuk mengubah perilaku mereka saat dihadapkan dengan godaan. Terapi self control yang sering digunakan, ada 3 komponen:
a. isyarat antesden, atau stimuli (A) yang memicu penyalahgunaan
b.Perilaku penyalahgunaan (B) itu sendiri, dan
c. Konsekuensi hukuman atau penguatan (C) yang mempertahankan atau mencegah penyalahgunaan.
Aversive Conditioning, stimulus yang menyakitkan atau menolak (aversive) dipasangkan dengan penyalahgunaan zat atau stimulus yang berhubungan dengan penyalahgunaan untuk membuat penyalahgunaan kurang menarik. Dalam kasus masalah minum, rasa minuman beralkohol yang berbeda biasanya dipasangkan dengan zat kimia yang menyebabkan mual dan muntah atau dengan kejutan listrik.
7. Pelatihan ketrampilan sosial, pelatihan ketrampilan sosial membantu orang mengembangkan respons interpersonal yang efektif dalam situasi sosial yang memicu penyalahgunaan zat.
8. Pelatihan Pencegahan Kambuh, membantu orang dengan masalah penyalahgunaan zat mengatasi situasi beresiko tinggi dan mencegah tergelincir untuk menjadi kambuh total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar