Kamis, 10 November 2011

FARMAKOLOGI dan FARMAKODINAMIK


A.   Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari proses yang dilalui obat atau tahapan perjalanan obat di dalam tubuh.
Farmakokinetik dalam arti luas membahas tentang perubahan – perubahan sepanjang waktu jumlah obat dan metabolit yang tinggal di dalam berbagai komponen tubuh.
Meliputi tahap, absorbsi, distribusi, biotransformasi(metabolisme) dan ekskresi obat (eliminasi), baik pada manusia atau hewan.
Tujuannya meramalkan efek perubahan-perubahan dalam takaran, rejimen takaran, rute pemberian, dan keadaan fisiologis pada penimbunan dan disposisi obat.
2 pokok parameter farmakokinetik:
1. Bersihan (clearance)
Bersihan (clearance) yaitu ukuran kemampuan tubuh untuk menghilangkan obat (eliminasi). Terbagi:
a) Eliminasi dengan kapasitas terbatas (Capacity Limited Elimination)
Obat yang menunjukkan eliminasi dengan kemampuan terbatas. Bersihan bervariasi tergantung konsentrasi obat yang dicapai.
Misalnya: fenitoin, etanol.
b) Eliminasi tergantung aliran darah (Flow Dependent Elimination)
Eliminasi obat tergantung besarnya aliran darah yang masuk ke organ eliminasi, obatnya disebut high extraction(seluruhnya dihilangkan dari darah oleh organ eliminasi).
2. volum distribusi
Volum distribusi adalah ukuran dari ruangan dalam tubuh yang tersedia untuk diisi obat.
Efek obat menurut perjalanan waktu
1) efek segera (immediate effects)
Umunya efek obat berhubungan langsung dengan konsentrasi plasma. Obat yang memiliki waktu paruh pendek dapat diberikan satu kali sehari saja dan masih dapat mempertahankan efeknya selama satu hari.
2) efek lambat (delayed effect)
Efek obat yang tertunda lebih lama khususnya obat yang memerlukan waktu beberapa jam atau beberapa hari sebelum efek terlihat karena pembalikan yang lambat daripada suatu subtansi fisiologik yang diperlukan untuk ekspresi efek obat tersebut.
3) efek kumulatif
Toksinitas ginjal dari antibiotik aminoglikosida lebih besar dibandingkan dengan dosis intermiten.
Tahap Farkamakonitik
1. Absorbsi Obat
Absorpsi merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian ke dalam aliran darah, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses, pemberian obat harus mencapai bioavaibilitas yang menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik, karena beberapa jenis obat dimetabolisme oleh enzim didinding usus pada pemberian oral atau dihati pada lintasan pertamanya. Ada beberapa obat yang berikatan kuat dengan protein sehingga menunda lewatnya ke jaringan sekitarnya.
Faktor terkait-pasien yang mempengaruhi absorbsi obat
a. Faktor Biologis:
  • pH saluran cerna,
  • sekresi cairan lambung,
  • gerakan saluran cerna (gerakan peristaltik dari duodenum),
  • waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus,
  • serta aliran (perfusi) darah dan banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
  1. Faktor fisiologik lain
  • Umur,
  • Makanan,
  • Adanya interaksi obat dengan senyawa lain,
  • Adanya penyakit tertentu,
  • Adanya pori – pori,
  • Jumlah luas permukaan absorbsi, karena banyaknya vili dan mikrovili yang ada di daerah duodenum dan usus halus, maka usus mempunyai luas permukaan kira-kira 1000 kali luas permukaan lambung, sehingga absorbsi obat melalui usus lebih efisien, dan sifat kapiler membran sel juga mempengaruhi.
Bioavailabilitas suatu obat mempengaruhi daya terapetik, aktivitas klinik, dan aktivitas toksik obat.
Efek biovaliabilitas obat dipengaruhi oleh:
  1. kuantitatif,
  2. data kinetika obat,
  3. hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya,
  4. daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan
Kecepatan dan efisiensi absorbsi tergantung pada cara pemberian.
Faktor-faktor terkait-obat yang mempengaruhi absorbsi, melalui transpor obat dari saluran cerna:
a. Bentuk sediaan
Secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat.
b. Sifat Kimia dan Fisika Obat
  • Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat.
  • Bentuk kristal atau polimorfi.
  • Kelarutan dalam lemak atau air,
  • Derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi.
  • Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.
c. Sifat fisiokimia obat
  • Ukuran partikel,
  • Luas permukaan efektif obat,
  • Bentuk geometrik,
  • Bentuk kima obat, yaitu garam, asam, atau basa, serta bentuk anhidrous,
  • Polimorf obat,
  • Konstanta disasosiasi,
  • Kelarutan (lipofilisitas),
  • Stabilitas obat,
  • Keadaan ionisasi,
  • Berat molekul,
  • Formulasi (larutan atau tablet).
  • Obat – obatan yang kecil, tak terionisasi, larut dalam lemak menembus membran plasma paling mudah.
Kerugian pemberian melalui oral adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.
Adapun faktor- faktor yang dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat pada pemberian oral, antara lain :
a. Faktor Obat
  • Sifat- sifat fisikokimia seperti stabilitas pH lambung, stabilitas terhadap enzim pencernaan serta stabilitas terhadap flora usus.
  • Formulasi obat seperti keadaan fisik obat baik ukuran partikel maupun bentuk kristsl/ bubuk dll.
b. Faktor Penderita
  • pH saluran cerna
  • Fungsi empedu
  • Kecepatan pengosongan lambung dari mulai motilitas usus
  • Adanya sisa makanan
  • Bentuk tubuh
  • Aktivitas fisik sampai
  • Stress yang dialami pasien.
  • Perubahan perfusi saluran cerna
  • Adanya gangguan pada fungsi normal mukosa usus
Untuk intravena, absorbsi sempurna yaitu dosis total obat seluruhnya mencapai sirkulasi sistemik (biovaliabilitas).
Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus halus pada pemberian oral atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ tersebut (Metabolisme/eliminasi lintas pertama/eliminasi parasistemik). Eliminasi lintas pertama dapat dihindari dengan cara pemberian parenteral, seublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan.
Keuntungan pemberian intravena (IV):
Tidak mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita.
Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.
Keuntungan pemberian obat secara parenteral, yaitu:
(1) efeknya timbul lebih cepat dan teratur dibandingkan dengan pemberian per oral;
(2) dapat diberikan pada penderita yang tidak kooperatif, tidak sadar, atau muntah-muntah;
(3) sangat berguna dalam keadaan darurat.
Kerugiannya antara lain dibutuhkan cara asepsis, menyebabkan rasa nyeri, sulit dilakukan oleh pasien sendiri, dan kurang ekonomis.
Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.
Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air. Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus.
Injeksi intraperitoneal atau injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar.
Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah.
Transpor obat dari saluran cerna
1. Difusi pasif
Tenaga penggerak difusi pasif dari suatu obat adalah perbedaan konsentrasi yang melewati suatu membran yang memisahkan dua kompartemen tubuh, obat bergerak dari konsentrasi tinggi, ke konsetrasi rendah.
Tidak melibatkan suatu karier, karena tidak ada titik jenuh, dan kurang menunjukkan spesifikasi struktural.
Sebagian besar obat masuk ke dalam tubuh dengan mekanisme seperti ini.
Obat yang larut dalam lemak mudah bergerak menembus kebanyakan membran biologi, sedangkan obat yamg larut dalam air menembus membran sel melalui saluran aqua.
2. Difusi/transpor Aktif
Cara masuk obat ini melibatkan protein karier terutama yang terentang pada membran sel.
Sejumlah kecil obat yang strukturnya mirip, di transpor secara aktif melewati membran sel.
Transpor aktif tergantung energi dan dijalankan oleh hidrolisis adenosin trifosfat, yang mampu melawan concentration-gradient, yaitu dari bagian konsentrasi rendah, ke konsentrasi lebih tinggi, yang menunjukkan proses titik jenuh suatu kecepatan maksimum pada kadar substrat yang tinggi ketika ikatan enzim tersebut sudah  maksimal.
3. Kanal Aqueus(Aqueus Channel)
Obat – obat hidrolifik kecil (<200 mw) berdifusi sesuai gradien konsentrasi melalui kanal-kanal aqueus(pori-pori).
4. Difusi Fasilitasi
Obat terikat dengan pembawa melalui mekanisme nonkovalen.
Obat – obat yang secara kimiawi bersaing mengikat pembawa.
Ketersediaan hayati
Ketersediaan hayati adalah fraksi obat yang diberikan mencapai sirkulasi sistemik dalam suatu bentuk yang secara kimiawi berubah.
Misalnya, jika 100 mg obat diberikan per oral dan 70 mg dari obat ini diabsorbsi dalam bentuk tidak berubah, maka ketersediaan hayatinya 70%.
Faktor yang mempengaruhi ketersediaan hayati:
1. metabolisme first pass pada hati,
2. kelarutan obat,
3. tidak stabil secara kimiawi,
4. sifat formulasi obat.
Bioekuivalen: menunjukkan ketersedian hayati yang sebanding dan mencapai konsentrasi puncak dalam darah dalam waktu yang sama.
Bio-inkuvalen: dua obat terkait dengan perbedaan ketersediaan hayati yang signifikan.
Ekuivalen terapeutik: dua obat yang sama mempunyai efikasi dan keamanan yang sebanding (efektivitas klinis sering tergantung pada konsentrasi maksimum obat dalam serum dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak setelah pemberian obat tersebut, oleh karena itu, dua obat yang bioekuivalen bisa juga tidak ekuivalen secara terapeutik).
B. Distribusi Obat
Setelah diabsorpsi obat akan didistribusi secara reversible keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah dan masuk ke intersitium (cairan ekstrasel) dan sel – sel jaringan, karena selain tergantung dari aliran darah, permeabilitas kapiler, derajat ikatan obat tersebut dengan protein plasma atau jaringan, dan hidrofobisitas.
Distribusi obat dapat dibedakan menjadi 2 fase berdasarkan penyebaran didalam tubuh, yaitu :
1. Distribusi fase pertama
Terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik, seperti jantung, hati, ginjal dan otak.
2. Distribusi fase kedua
Mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ pada fase pertama, misalnya pada otot, visera, kulit dan jaringan lemak.
Faktor yang mempengaruhi distribusi obat:
1. Aliran darah
Kecepatan kapiler jaringan sangat bervariasi, akibat distribusi output jantung yang tidak sama ke berbagai organ. Aliran darah ke otak, hati dan ginjal lebih besar daripada aliran ke otot rangka, jaringan adiposa tetap aliran darahnya lebih sedikit.
2. Permeabilitas Kapiler
a) struktur kapiler
Struktur kapiler bersifat kontinu dan tidak ada celah sempit antara sel – sel endhotel. Berlawanan dengan hati dan limpa, bagian besar dari membrane basalis terlihat disebabkan oleh kapiler yang terputus – putus dan protein plasma yang besar dapat melewati celah tersebut.
Sawar darah otak (blood-brain barrier): untuk masuk ke otak, obat harus melewati sel endhotel kapiler sistem saraf pusat (CNS) atau di transport secara aktif.
Obat yang larut dalam lipid mempenetrasi ke dalam SSP, karena dapat melarut dalam membran dari sel endhotel, obat – obat yang terionisasi atau yang polar umumnya tidak dapat masuk ke otak, yang tidak memiliki celah sempit. Sel – sel endhotel kapiler di otak yang tersusun rapat ini membentuk sawar darah otak.
b) Struktur obat
Sifat kimia obat sangat mempengaruhi kemampuannya untuk menembus membran sel.
Obat hidrofobik punya distribusi electron uniform dan tidak bermuatan mudah bergerak melewati kebanyakan membrane biologik. Obat dapat larut dalam membrane lipid dan karena itu menembus permukaan sel.
Obat hidrolifik yang punya distribusi electron non-uniform atau muatan positif atau negatif tidak mudah menembus membran sel dan harus pergi melalui celah sempit.
3. Pengikatan Obat – obat Pada Protein
Albumin plasma adalah protein pengikat obat yang utama dan bisa bertindak sebagai reservoir obat, misalnya ketika konsentrasi obat bebas berkurang disebabkan eliminasi oleh metabolisme atau ekskresi obat terikat akan berdiasosiasi dari pritein tersebut. Ini mempertahankan konsentrasi obat bebas sebagai suatu fraksi tetap dari seluruh obat di dalam plasma.
4. Depot penyimpanan
obat-obatan lipofilik, seperti tiopental yang bersifat sedatif, berakumulasi dalam lemak. Obat ini dibebaskan secara perlahan dari penyimpanan lemak. Jadi, orang gemuk dapat sedasi lebih lama dari pada orang kurus yang diberikan dosis tipental yang sama.
Obat pengikat kalsium, seperti antibiotik tetrasiklin, berakumulasi dalam tulang dan gigi.
C. Biotransformasi (metabolisme) Obat
Biotransformasi atau lebih dikenal dengan metabolisme obat, adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim.
Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar atau lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak, sehigga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Hati adalah tempat metabolisme obat, tetapi obat tertentu bisa mengalami biotransformasi di dalam jaringan lain (beberapa obat diberikan dalam bentuk senyawa tidak aktif (pro-drug) dan harus dimetabolisme menjadi senyawa aktifnya).
Kinetik dari metabolisme terbagi 2:
1. Kinetik First-Order
Sebagian besar transformasi obat di katalisis oleh enzim.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dibedakan berdasar letak dalam sel, yaitu Enzim Mikrosom terdapat dalam reticulum endoplasma halus dan Enzim Non Mikrosom.
Kedua Enzim Mikrosom dan Enzim Non Mikrosom, aktifitasnya ditentukan oleh faktor genetik, sehingga kecepatan metabolisme obat antar individu bervariasi.
2. Kinetik zero-order
Enzim mengalami kejenuhan oleh suatu konsentrasi obat bebas yang tinggi dan kecepatan metabolisme tetap konstan sepanjang waktu.
Reaksi Metabolisme Obat: ginjal tidak dapat mengeliminasi obat yang lipofilik karena obat tersebut menembus membran sel dan diabsorbsi kembali dalam tubulus distal. Obat yang larut dalam lipid pertama-tama harus di metabolisme dalam hati yang menggunakan dua set reaksi, disebut fase I dan fase II.
Reaksi metabolik dapat mengubah: obat yang aktig menjadi kurang aktif atau tidak aktif, dan prodrug.
D. Ekskresi Obat
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau metabolit polar lebih cepat diekskresi daripada obat larut lemak, kecuali yang melalui paru.
Ginjal merupakan organ ekskresi yang terpenting dan ekskresi disini resultante dari 3 proses:
1. Filtrasi di glomerulus
Semua zat yang lebih kecil dari albumin melalui celah antarsel endotelnya sehingga semua obat yang tidak terikat protein plasma mengalami filtrasi.
2. Sekresi aktif di tubuli proksimal
Asam dan basa organik, disekresi aktif melalui sistem transport.
Asam organik seperti: penisilin, probenesid, salisilat, konyugat, glukeronid, dan asam urat.
Basa organik seperti: neostigmin, kolin, histamine.
Untuk zat-zat endogen seperti asam urat, sistem transportnya berlangsung dua arah, sekresi dan reabsorbsi).
3. Reabsorpsi pasif di tubuli proksimal dan distal
Untuk membentuk ion-ion, untuk obat elektrolit lemah, proses reabsorbsi bergantung pH lumen tubuli yang menentukan derajat ionisasi.
Mekanisme ekskresi obat rentan terhadap gangguan dalam ginjal seperti:
  • toksin
  • obat-obat lain
  • keadaan penyakit
  • terjadinya toksisitas yang diinduksi oleh zat – zat kimia.
Ekskresi obat juga terjadi melalui:
  • keringat,
  • liur (dapat digunakan sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu),
  • air mata,
  • air susu, dan
  • rambut (dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada kedokteran forensik).
Aplikasi Farmakokinetika:
1. Bidang farmakologi
Farmakokinetika dapat  menerangkan mekanisme kerja suatu obat dalam tubuh, khususnya untuk mengetahui senyawa yang mana yang sebenarnya bekerja dalam tubuh; apakah senyawa asalnya, metabolitnya atau kedua-duanya. Data kinetika obat dalam tubuh sangat penting untuk menentukan hubungan antara kadar/jumlah obat dalam tubuh dengan intensitas efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian daerah kerja efektif obat (therapeutic window) dapat ditentukan.
2. Bidang farmasi klinik
a)       Untuk memilih route pemberian obat yang paling tepat.
b)       Dengan cara identifikasi farmakokinetika dapat dihitung aturan dosis yang tepat untuk setiap individu (dosage regimen individualization).
c)       Data farmakokiketika suatu obat diperlukan dalam penyusunan aturan dosis yang rasional.
d)       Dapat membantu menerangkan mekanisme interaksi obat, baik antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan atau minuman.
3. Bidang toksikologi
Farmakokinetika dapat membantu menemukan sebab-sebab terjadinya efek toksik dari pemakaian suatu obat.



B.   Farmakodinamik
Pengertian Farmakodinamik
Farmakodinamik adalah cabang ilmu yang mempelajari efek biokimiawi dan fisiologi obat, serta mekanisme kerjanya.
Tujuan mempelajari, meneliti efek utama obat, mengetahui interaksi obat dengan sel, dan mengetahui urutan peristiwa serta spectrum efek dan respon yang terjadi.
Mekanisme kerja obat, efek obat timbul karena interaksi obat dengan respetor pada suatu sel organisme, yang mencetuskan perubahan biokimiawi dan fisiologi yang merupakan respon khas untuk obat tersebut.
Obat dapat mengubah kecepatan kegiatan faal tubuh.
Obat tidak menimbulkan suatu fungsi baru, tetapi hanya memodulasi fungsi yang sudah ada.
Setiap komponen makromolekul fungsional dapat berperan sebagai reseptor obat, tetapi sekelompok reseptor obat tertentu juga berperan sebagai ligan endogen (hormon, neurotransmiter). Subtansi yang efeknya menyerupai senyawa endogen disebut agonis. Sebaliknya, senyawa yang tudak punya aktivitas intrinsik tetapi menghambat secara kompetitif efek suatu agonis di tempat ikatan agonis disebut antagonis. Contoh obat/zat agonis kuat: morfin, meperidin, fentanil, heroin. Agonis sedang: propoksifen, kodein. Campuran agonis-antagonis: pentasozin, buprenorfin. Agonis: nalokson dan naltrekson.
Reseptor obat
1. konsep reseptor
a) reseptor lebih menentukan hubungan kuantitatif antara dosis atau konsentrasi obat dan efek-efek farmakologi,
b) reseptor bertanggung jawab terhadap selektivitas kerja obat,
c) reseptor merupakan tempat kerja antagonis farmakologik.
2. Fungsi reseptor obat menurut urutan kekompleksannya
a) Fungsinya sebagai faktor penentu (determinasi) terhadap hubungan kuantitatif antara konsentrasi obat dan respon farmakologik,
b) fungsinya sebagai protein regulator dan chemical signaling mechanism, yang memberikan target untuk obat-obat penting,
c) fungsi sebagai elemen utama dalam terapeutik dan efek toksik obat pada penderita.
3. Sifat kimia
Komponen yang paling penting dalam reseptor obat ialah protein (mis: asetilkolinestrase, Na+, K + -ATPase, tubulin). Asam nukleat merupakan reseptor obat yang penting, misalnya untuk sitostatika.
4. Hubungan struktur-aktivitas
Perubahan dalam molekul obat, misal: sitostatika, dapat menimbulkan perubahan besar dalam sifat farmakologinya. Pengetahuan mengenai hubungan struktur aktivitas bermanfaat dalam strategi pengembangan obat baru.
Transmisi Sinyal Biologis: Proses yang menyebabkan suatu substansi ekstraseluler (extracellular chemical messenger) menimbulkan suatu respons seluler  fisiologis yang spesifik.
Contoh, transmitor untuk reseptor yang terdapat di membran sel ialah  katekolamin, TRH, LH. Sedangkan untuk reseptor yang terdapat dalam sitoplasma ialah steroid (adrenal dan gonadal), tiroksin, vit. D.
Interaksi Obat-Reseptor: Ikatan antara obat dan reseptor misalnya ikatan substrat dengan enzim, biasanya merupakan ikatan lemah  (ikatan ion, hidrogen, hidrofobik, van der Waals), dan jarang berupa ikatan kovalen.
Kerja Obat yang tidak Diperantarai Reseptor : Dalam menimbulkan efek, obat tertentu tidak berikatan dengan reseptor. Obat-obat ini mungkin mengubah sifat cairan tubuh, berinteraksi dengan ion atau molekul kecil, atau masuk ke komponen sel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar