KERAPATAN dan BOBOT JENIS
Pada percobaan ini, penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan dengan
menggunakan piknometer. Sampel yang digunakan adalah etanol, kloroform, aseton.
Pengukuran dengan menggunakan piknometer, sebelum digunakan harus dibersihkan
dan dikeringkan hingga tidak ada sedikitpun titik air di dalamnya. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh bobot kosong dari alat. Jika masih terdapat titik
air di dalamnya, dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pada pengisiannya
dengan sampel, harus diperhatikan baik-baik agar di dalam alat tidak terdapat
gelembung udara, sebab akan mengurangi bobot sampel yang akan diperoleh. Alat
piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan termometer, sehingga langsung
dapat diketahui suhu sampel tersebut. Pada percobaan etanol, pengukuran harus
segera dilakukan ketika piknometer telah diisi sampel, sebab sampel akan terus
berkurang bobotnya. Dalam percobaan dengan menggunakan piknometer, aquadest
mempunyai kerapataan 0,06 g/cm3. Dan padatan lilin mempunyai
kerapatan 0,48507 g/cm3.
Kerapatan adalah masa perunit
volume suatu zat pada temperatur tertentu. Dalam percobaan dengan menggunakan
piknometer, aquadest mempunyai kerapataan 0,06 g/cm3. Dan padatan
lilin mempunyai kerapatan 0,48507 g/cm3. Pada intinya, bobot cairan
itu berbeda, bobot air, etanol, aseton, kloroform mempunyai kerapatan yang
berbeda, oleh sebab itu jika masing-masing cairan tersebut ditimbang, akan
menghasilkan berat yang berbeda, walaupun dalam bentuk mililiter sama
jumlahnya.
Cara pengukuran bobot jenis ada
beberapa cara antara lain : (Effendi, 2003; 225). Piknometer (biasanya terbuat dari kaca
bentuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas
antara 10 ml sampai 50 ml).
1.
Hidrometer berupa pipa kaca yang ujungnya tertutup dan bagian bawahnya tertutup
dan diberi pemberat pada bagian bawah. Bila lat ini dicelupkan dalam cairan
yang akan diperiksa maka angka menunjukkan bobot jenisnya.
2.
Mohr-Westphal Balane. Alat ini hampir sama dengan neraca lengan kiri berisi
tabung kaca dengan pemnberatnya (sehingga bila dicelupkan dalam cairan yang
akan diperiksa akan tenggelam). Selanjutnya lengan sebelah kanan berisi
pemberat yang dapat ditambahkan dan dapat dikurangi. Jumlah pemberat yang
berada dalam keadaan kesetimbangan dengan gaya tolak cairan menunjukkan bobot
cairan yang dipindahkan sejumlah volume tabung tersebut. Prinsip penentuan ini
sebenarnya berdasar prinsip hukum Archimedes. Bila benda dicelupkaqn dalam air
maka benda tersebut akan mendapat perlawanan (gaya ke atas) sebesar jumlah air
yang dipindahkan.
Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis
yaitu : (Ditjen POM, 1979 ;77)
1. Bobot jenis sejati
Massa partikel dibagi volume partikel tidak
termasuk rongga yang terbuka dan
tertutup.
2. Bobot jenis nyata
Massa
partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi
termasuk pori yang tertutup.
3. Bobot jenis efektif
Berbeda dengan
kerapatan bobot jenis adalah bilangan murni atau tanpa dimensi, yang dapat
diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis untuk
penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari
suatu zat terhadap jumlah volume air pada suhu 4oC atau temperatur
lain yang telah ditentukan (Roth, 1988 ;
90).
Untuk
melakukan percobaan penetapan bobot jenis, disini kami menggunakan piknometer. Pertama-tama
piknometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan
alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan
dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian
meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi
hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga mempengaruhi nilai
bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat
yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan bersifat antiseptikum. Jadi
sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di
luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer
kemudiannya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama 1
jam. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer pada bobot
sesungguhnya. Setelah itu didiamkan sampai dingin dalam baskom berisi air es. Akhirnya
piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam keadaan kosong. Setelah
ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel mulai dengan aquadest,
sebagai pembanding nantinya dengan sampel yang lain (minyak kelapa, dan
bensin). Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk
mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus
dengan menggunakan tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang.
Adapun
keuntungan dari penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer adalah
mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian
dalam penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang
diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu
penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama.
Ahli Farmasi
mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa
sejeis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat
yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan
dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia,
listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbalm balik zat pelarut dan zat
terlarut (Martin, 1990; 558)
Zat terlarut
dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul terdisolusi dalam
ion-ion salah satu fase tersebut. Hukum distribusi ini diginakan untuk
konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana
dari zat tersebut (Martin, 1990;560)
Apabila
ditinjau suatu zat tunggal yang terlarut dalam 2 maacm poelarut cairan yang
tidak saling bercampur, maka dalam sistem tersebut tidak akan terjadi
keseimbangan (equilibrium) sebagai berikut :
Zat terlarut
Zat
terlarut luar
Menurut hukum termodinamika, pada keadaan seimbang ini
nisbih (ratio) aktivitas species terlarut dalam kedua fase tersebut diasebut
hukum distribusi Nerst. Biasanya aktivitas dapat diganti dengan konsentrasi,
sehingga hukun itu dapat ditulis sebagai berikut :
K=Cu/Cl
Dimana : K = Koefisien distribusi
Cu = Koefisien dalam fase atas
Cl = Koefisian dalam fase bawah
Koefisien
partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konsentrasi absolute zat
atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990;622)
Begitu pula kelarutan asam organic
lain dapat mempunyai keadaan demikian, yaitu dapat larut dalam air ataupun
dapat larut dalam lemak. Aplikasi di bidang Farmasi adalah apabila ada zat
pengawet untuk senyawa organic berada dalam emulsi, maka pengawet ini sebagian
larut dalam minyak. Ini berarti kadar pengawet akan meninggikan air menuju ke
minyak. Padahal zat pengawet bekerja dalam media air. Perlu diketahui bahwa
perbandingan kelarutan ini dipegaruhi oleh beberapa faktor antara lain yang
berpengaruh pada pH larutan (Effendi, 2003 ;275).
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah :
1.
Temperatur,
dimana pada suhu yang tinggi senyawa
yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot
jenisnya, demikian pula halnya pada suhu
yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk
menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya
senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
2.
Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar
maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.
3.
Volume zat, jika
volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari
massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta
kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
4. Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga
mempengaruhi berat jenisnya. Hal ini dapat dilihat dari rumus :
V = k x
d x t
Dari rumus tersebut, viskositas berbanding
lurus dengan bobot jenis (d). Jadi semakin besar viksositas suatu zat maka
semakin besar pula berat jenisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Depkes
RI.
Roth,
Hermann J dan Gottfried Blaschke. 1988. Analisis
Farmasi. Yogyakarta: UGM-Press.
Ansel H.C. 1989. Pengenatar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Terjemahan Faridah
Ibrahim, Universitas Indonesia Press.
Lachman, L., dkk. 1994.
Teori dan Praktek Farmasi Industri II,
Edisi III. Jakarta: UI Press.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V.
Yogyakarta: UGM-Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar