Minggu, 18 Desember 2011

Sistem Indera

A.  PERTANYAAN PRAKTIKUM
1.     Jelaskan pengertian:
·        Buta Warna
·        Rinne
·        Weber
2.     Uraikan cara kerja pelaksanaan praktikum:
·     Buta Warna
·     Rinne
·     Weber
3.     Ulas secara singkat bagaimana cara interpretasi hasil pengamatan:
·        Buta Warna
·        Rinne
·        Weber
B. PEMBAHASAN JAWABAN PERTANYAAN
Percobaan                                   : Indera Pengelihatan
Nama Percobaan                        : Visus (Ketajaman)
Dasar Teori   
Kebanyakan kesulitan dalam resolusi pengelihatan disebabkan karena kegagalan mata memfokuskan bayangan pada selaput jala. Pada mata normal lensa berbentuk – (garis lurus) untuk membentuk bayangan tajam dari benda- benda yang terlihat dengan tanpa mempersoalkan jarak. Penyesuaian disebut akomodasi. Tes untuk mengukur ketajaman pengelihatan dengan menggunakan skala snellen.
Jalannya Percobaan 
Berdiri di hadapan Optyotype snellen yang telah disediakan, lalu berdiri ditanda yang telah ditentukan sekitar mundur 6 ubin/ lantai dari letak alat. Saat tes salah satu mata ditutup tetapi tidak boleh menekan terlalu kehras, karena dapat menimbulkan keburaman saat mata dibuka. Lalu mencoba membaca, dan begitu selajutnya untuk mata sebelahnya.
Interpretasi
Rumus visus atau ketajaman adalah V= d/D, dimana,
V= Visus
d= Jarak Optotype Snellen dengan subjek
D= Skala sejauh mana mata normal masih bisa terbaca
Bilangan  6/60 dalam skala meter menunjukkan nilai pembilangnya adalah jarak orang yang tidak mampu melihat sebuah deretan obyek dengan sempurna dan nilai penyebutnya mewakili jarak orang normal yang masih dapat melihat obyek tersebut dengan baik.
Apabila didesimalkan, maka 6/60 = 0.1 dan bila dipersentasikan berarti 10% bermakna fungsi penglihatan individu yang diperiksa sebesar 10%, dan dia kehilangan 90% fungsi penglihatannya. Menurut batasan WHO( World Health Organisation ) dan telah di adopsi secara aklamasi di kalangan praktisi, batasan tajam penglihatan normal adalah berkisar 6/12 atau fungsi penglihatan yang dimiliki adalah 50%. Namun 6/6 adalah nilai dimana seseorang dianggap memiliki kemampuan penglihatan 100%. Semuanya tercakup dalam satuan meter sebagai acuan


Percobaan                       : Indera Pengelihatan (Buta warna)
Nama Percobaan            : Buta Warna Dengan Uji Stilling- Isihara & Stilling Isihara
Dasar Teori
Tes Ishihara adalah tes buta warna yang dikembangkan oleh Dr. Shinobu Ishihara. Tes ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1917 di Jepang. Sejak saat itu, tes ini terus digunakan di seluruh dunia, sampai sekarang.
Tes buta warna Ishihara terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal (pseudo-isochromaticism).
Salah satu dari teori terbatu dikemukakan oleh psikiater Inggris, Thomas Young pada tahun 1802 dan dimodifikasi oleh seorang ahli ilmu faal (physiologist) Hermann Von Helmholtz setengah abad kemudian. Teori tersebut didasarkan atas fakta bahwa tiga warna sudah cukup untuk meghasilkan semua warna pada spektrum. Teori Young- Helmholtz mengemukakan bahwa tiga macam reseptor warna yang berbeda diwakili oleh warna merah, hijau, dan biru. Setiap reseptor maksim`l peka terhadap satu panjang gelombang yang lain, tetapi dapat menyesuaikan diri secara luas sehingga suatu panjang gelombang tertentu akan menstimulasi lebih dari 1 rseptor. Semua warna dihasilkan dari stimulusi gabungan reseptor ini. Warna kuning terjadi bila reseptor merah dan hijau distimulasi bersama- sama. Warna putih dihasilkan dari menstimulasi ketiga reseptor tersebut sekaligus. Teori Young- Helmholtz modern mencoba untuk menggabungkan ketiga macam sel kerucut [yang setiap selnya mengandung sebuah pigmen peka gambar (photo sensitivc) dengan ketiga warna).
Jalannya Percobaan:
Subjek akan diperlihatkan kartu satu persatu, kemudian subjek akan diminta menebak angka yang terdapat dalam kartu tersebut. Dan terdapat kartu pengacak yang disebut ditorsi, jika diperhatikan tidak membentuk angka dan hanya membentuk sebuah alur.
Interpretasi:       
Pada tes pembacaan buku Ishihara dapat disimpulkan :
1) Normal: Nara coba dapat menjawab semua pertanyaan
2) Buta warna Parsial
a. Bila plate no. 1 sampai dengan no 17. hanya terbaca 13 plate atau kurang.
b. Bila terbaca angka-angka pada plate no. 18, 19, 20 dan 21 lebih mudah atau lebih jelas dibandingkan dengan plate no. 14, 10, 13, dan 17.
c. Bila ragu-ragu kemungkinan buta warna parsial dapat dites dengan:
·       Membaca angka-angka pada plate no. 22, 23, 24, dan 25. Pada orang normal, akan terbaca dengan benar angka-angka pada plate-plate tersebut diatas secara lengkap (dua rangkap). Pada penderita buta warna parsial hanya terbaca satu angka pada tiap-tiap plate tersebut diatas.
·       Menunjuk arah alur pada plate no. 26, 27, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan 38. Untuk orang normal bias menunjuk alur secara benar sedangkan untuk buta warna
3) Buta warna Total: Tidak dapat melihat semua warna, karna subjek semua terlihat berwarna hitam
Percobaan                       : Indera Pendengaran
Nama Percobaan            : Rinne dan Weber Test
Dasar Teori
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan rendah karena penjarangan molekul tersebut. Setiap alat yang mampu menghasilkan pola gangguan molekul udara seperti itu adalah sumber suara.
1.    Test Rinne
Tes Rinne adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan atara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga pasien.
Cara Kerja:
Garpu tala 512 Hz kita bunyikan secara lunak lalu menempatkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid pasien. Segera pindahkan garputala didepan meatus akustikus eksternus. Kita menanyakan kepada pasien apakah bunyi garputala didepan meatus akustikus eksternus lebih keras dari pada dibelakang meatus skustikus eksternus (planum mastoid).
Catat:
Tes rinne positif jika pasien mendengar didepan maetus akustikus eksternus lebih keras. Sebaliknya tes rinne negatif jika pasien mendengar didepan meatus akustikus eksternus lebih lemah atau lebih keras dibelakang.
Ada 3 interpretasi dari hasil tes rinne :
1) Normal : tes rinne positif
2) Tuli konduksi: tes rine negatif (getaran dapat didengar melalui tulang lebih lama)
3) Tuli persepsi, terdapat 3 kemungkinan :
·        Bila pada posisi II penderita masih mendengar bunyi getaran garpu tala.
·        Jika posisi II penderita ragu-ragu mendengar atau tidak (tes rinne: +/-)
·        Pseudo negatif: terjadi pada penderita telinga kanan tuli persepsi pada posisi I yang mendengar justru telinga kiri yang normal sehingga mula-mula timbul.
2.    Test Weber
Tes weber adalah tes yang dilakukan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga pasien.
Cara Kerja:
membunyikan garputala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis horizontal. Menurut pasien, telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras. Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua pasien sama-sama tidak mendengar atau sam-sama mendengaar maka berarti tidak ada lateralisasi.
Getaran melalui tulang akan dialirkan ke segala arah oleh tengkorak, sehingga akan terdengar diseluruh bagian kepala. Pada keadaan ptologis pada MAE atau cavum timpani missal:otitis media purulenta pada telinga kanan. Juga adanya cairan atau pus di dalam cavum timpani ini akan bergetar, biala ada bunyi segala getaran akan didengarkan di sebelah kanan.
Interpretasi:
a. Bila pendengar mendengar lebih keras pada sisi di sebelah kanan disebut lateralisai ke kanan, disebut normal bila antara sisi kanan dan kiri sama kerasnya.
b. Pada lateralisai ke kanan terdapat kemungkinannya:
·         Tuli konduksi sebelah kanan, missal adanya ototis media disebelah kanan.
·         Tuli konduksi pada kedua telinga, tetapi gangguannya pada telinga kanan ebih hebat.
·         Tuli persepsi sebelah kiri sebab hantaran ke sebelah kiri terganggu, maka di dengar sebelah kanan.
·         Tuli persepsi pada kedua teling, tetapi sebelah kiri lebih hebaaaat dari pada sebelah kanan.
·         Tuli persepsi telinga dan tuli konduksi sebelah kanan jarang terdapat.
Daftar Pustaka                :
       Atkinson, R.L,. Atkinson, R.C,. Hilgard, E.R. (1983). Pengantar Psikologi. Jakarta. Erlangga.
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Kedokteran, Edisi Duapuluh. Jakarta: EGC.
Thianren. 2008. Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus.Jakarta:EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar