Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda
atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua
pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan
konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak
bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah konsentrasi zat
terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan :
K=C1/C2 |
Fenomena
distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua
fase cair yang tidak saling bercampur, tergantunf pada interaksi fisik dan
kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur
molekul.
Suatu zat dapat larut dalam dua macam
pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat
padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat
tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing
menjadi jenuh.
Ada beberapa istilah
yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan
larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut
berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak
jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu,
sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah zat
terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang seharusnya pada
temperatur tertentu.
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu
larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan
pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi
baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana
pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di
dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien
distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam
kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau
dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana,
murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik
digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan
pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu
cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan
pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan
konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua
lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut
tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada
banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi,
maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan
semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap
kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk
ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi.
Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan
jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam
percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam
pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik
mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode
penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan
konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik.
Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform, dan CCl4
sedangkan pelarut organik benzena tidak digunakan dalam percobaan ini.
Langkah pertama asam asetat dititrasi
dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator pp sampai berubah warna dari bening
menjadi merah muda. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa
asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air.
Metode titrasi yang digunakan
adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel
asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam
sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna
larutan dari bening menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu p.p
sebelum dititrasi di mana trayek pH dari p.p adalah 8,3-10,0.
Langkah berikutnya, asam asetat
diekstraksi dengan mencampurkan pada pelarut organik seperti kloroform, dan CCl4.
Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak saling
campur. Campuran ini kemudian dikocok beberapa menit, sehingga mengakibatkan
terjadinya distribusi asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi
pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi
asam asetat pada kedua fasa.
Setelah tercapai kesetimbangan pada
corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan.
Setelah dilakukannya pengocokan tersebut, campuran
dibiarkan beberapa saat. Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut
tersebut bisa sempurna. Setelah itu lapisan air yang berada di bawah diambil /
ditampung dalam gelas ukur, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Ini
dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan
minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan).
Pada
pelarut kloroform, asam asetat yang larut dalam air akan berada di
lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut kloroform
berada pada lapisan bawah. Pada pelarut CCl4, asam asetat yang larut
dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut
dalam pelarut CCl4 berada pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena
perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air.
Larutan asam asetat yang larut dalam
air (lapisan airnya) diambil, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan
indikator pp. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening
menjadi merah muda.
Mekanisme perubahan warna yang
terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer yang
bersifat asam yang telah ditambahkan indikator p.p dititrasi dengan titran yang
bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam asetat
dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi
hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik
ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi
kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan
warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan
titran basa dengan indikator p.p. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa
+ H2O
Koefisien distribusi suatu
senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1.
Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu
fase minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka
senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase
minyaknya. Dari perhitungan diperoleh perbedaan
nilai koefisien distribusi asam asetat pada pelarut organik yang berbeda
(kloroform, dan CCl4) yang tidak bercampur. Dimana koefisien distribusi
pada kloroform lebih besar daripada koefisien distribusi pada CCl4
yaitu berturut-turut sebesar 0,1075 dan 0,044. Perbedaan ini menunjukkan proses
ekstraksi cair-cair dengan kloroform memberikan tingkat distribusi asam asetat
yang lebih besar daripada kemampuan pelarut lain atau CCl4.
Secara teknik, faktor pengocokan sangat
penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut
organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga
mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur
konstan.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan
pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan
distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan
emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika
pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme
sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi
obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja
pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan
yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut
dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya.
Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut
air dan minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien
distribusi<1 artinya bahwa zat tidak terdistribusi merata dalam dua pelarut,
dan zat tersebut lebih cenderung untuk menuju ke salah satu pelarut yaitu air.
Massa asam asetat (CH3COOH)
sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada
pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform, dan CCl4. Hal ini
menunjukkan, semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa
zat sisa terlarut pada pelarut air yang besar.
Kesimpulan
yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1.
Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur didasarkan pada metode
ekstraksi cair-cair tidak kontinyu, dimana kelarutan spesi zat terlarut dalam
sistem organik-air tergantung pada kedua jenis pelarut.
2.
Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur digunakan untuk proses
pemisahan suatu cairan organik dari suatu campuran (pelarut organik dan air).
3.
Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fasa
pelarut organik dengan konsentrasi terlarut dalam air.
4.
Koefisien distribusi (Kd) pada kloroform (CHCl3) adalah
sebesar 0,1075 dan koefisien distribusi pada karbon tetraklorida (CCl4)
adalah sebesar 0,044.
5.
Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar
0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu
kloroform dan CCl4.
6.
Semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa
terlarut pada pelarut air yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. 1993. Farmasi
Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta:
UI-Press.
Rivai, H. 1995. Azas
Pemeriksaan Kimia.. Jakarta: UI-Press
Martin, Alfred. 1993. Farmasi
Fisik, jilid II Edisi III.
Jakarta: UI-Press.
Cammarata, S. 1995. Farmasi Fisika. Jakarta: UI-Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar