Selasa, 27 Desember 2011

Praktikum Kimia Fisika: Koefisien Distribusi

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan :
K=C1/C2
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantunf pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu.
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform, dan CCl4 sedangkan pelarut organik benzena tidak digunakan dalam percobaan ini.
Langkah pertama asam asetat dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator pp sampai berubah warna dari bening menjadi merah muda. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu p.p sebelum dititrasi di mana trayek pH dari p.p adalah 8,3-10,0.
Langkah berikutnya, asam asetat diekstraksi dengan mencampurkan pada pelarut organik seperti kloroform, dan CCl4. Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian dikocok beberapa menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. Setelah dilakukannya pengocokan tersebut, campuran dibiarkan beberapa saat. Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna. Setelah itu lapisan air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam gelas ukur, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan). Pada pelarut kloroform, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut kloroform berada pada lapisan bawah. Pada pelarut CCl4, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut CCl4 berada pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air.
Larutan asam asetat yang larut dalam air (lapisan airnya) diambil, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan indikator pp. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator p.p dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam asetat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator p.p.Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya. Dari perhitungan diperoleh perbedaan nilai koefisien distribusi asam asetat pada pelarut organik yang berbeda (kloroform, dan CCl4) yang tidak bercampur. Dimana koefisien distribusi pada kloroform lebih besar daripada koefisien distribusi pada CCl4 yaitu berturut-turut sebesar 0,1075 dan 0,044. Perbedaan ini menunjukkan proses ekstraksi cair-cair dengan kloroform memberikan tingkat distribusi asam asetat yang lebih besar daripada kemampuan pelarut lain atau CCl4.
Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya.
Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut air dan minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya bahwa zat tidak terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung untuk menuju ke salah satu pelarut yaitu air.
Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform, dan CCl4. Hal ini menunjukkan, semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada pelarut air yang besar.

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur didasarkan pada metode ekstraksi cair-cair tidak kontinyu, dimana kelarutan spesi zat terlarut dalam sistem organik-air tergantung pada kedua jenis pelarut.
2. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur digunakan untuk proses pemisahan suatu cairan organik dari suatu campuran (pelarut organik dan air).
3. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fasa pelarut organik dengan konsentrasi terlarut dalam air.
4. Koefisien distribusi (Kd) pada kloroform (CHCl3) adalah sebesar 0,1075 dan koefisien distribusi pada karbon tetraklorida (CCl4) adalah sebesar 0,044.
5. Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform dan CCl4.
6. Semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada pelarut air yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Rivai, H. 1995. Azas Pemeriksaan Kimia.. Jakarta: UI-Press
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Cammarata, S. 1995. Farmasi Fisika. Jakarta: UI-Press


Tidak ada komentar:

Posting Komentar