Selasa, 27 Desember 2011

Kimia Fisika

 LAJU REAKSI
a. Kemolaran
            Kemolaran adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam 1 liter larutan
Kemolaran (M) sama dengan jumlah mol (n) zat terlarut dibagi volume (v) larutan
Kemolaran (Molaritas) dinyatakan dengan lambang M, adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
M=n/V M=gr/Mr x 1000/V
M= gr/ Mr x V (L) M=% x p x 10 /M
Pengenceran larutan
Larutan pekat (mempunyai kemolaran besar) dapat diencerkan dengan menambah volum pelarut, sehingga akan diperoleh larutan yang lebih encer (kemolarannya kecil).
pada pengenceran berlaku rumus :
             V1 M1 = V2 M2          V= volum sebelum pengenceran
                                                L1 = kemolaran sebelum pengenceran
                                                V= volum sesudah pengenceran
                                                M2 = kemolaran sesudan pengenceran
dimana:
V1M1 : volume dan konsentrasi larutan asal
V2 M2 : volume dan konsentrasi hasil pengenceran
 Volume pelarut yang ditambahkan = V2 – V1
pada pengenceran hanya terjadi pertambahan volum, sedang jumlah zat terlarut tetap, maka M2 < M1
Pencampuran larutan sejenis dengan konsentrasi berbeda menghasilkan konsentrasi baru, dengan rumusan :
  M campuran= V1M1+ V2 M2+...+Vn Mn / V1 + V2 +...+ Vn
b. Konsep Laju Reaksi
            Laju reaksi menyatakan laju perubahan konsentrasi zat-zat komponen reaksi setiap satuan waktu:
 V= delta [M]/t
         Laju pengurangan konsentrasi pereaksi per satuan waktu
         Laju penambahan konsentrasi hasil reaksi per satuan waktu
         Perbadingan laju perubahan masing-masing komponen sama dengan perbandingan koefisien reaksinya
Pada reaksi :
N2(g) + 3 H2(g) > 2 NH3(g)
 Laju reaksi :
-     laju penambahan konsentrasi NH3
-          laju pengurangan konsentrasi  N2 dan H2.
 c. Pengertian Laju Reaksi
          Laju reaksi adalah perbandingan perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi terhadap perubahan waktu.
Pada reaksi :                A (Reaktan) > B (Produk)
Laju Reaksi didefinisikan sebagai :
  • Berkurangnya konsentrasi A(reaktan) tiap satuan waktu 
  • Bertambahnya konsentrasi B(produk) tiap satuan waktu
Dirumuskan : 
Laju Reaksi =Perubahan konsentrasi (mol/liter) / Waktu (s)
Untuk persamaan reaksi:  pA + qB                
                                       mC + nD
 V = k [A]x[B]y

Keterangan :
V      = Laju Reaksi
K      = tetapan laju reaksi
[  ]    = konsentrasi zat
X      = orde/tingkat reaksi terhadap A
Y      = orde/tingkat reaksi terhadap B
x + y    = orde/tingkat reaksi keseluruhan
 d. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
            Laju reaksi dipengaruhi oleh :
  •   Luas permukaan sentuhan/ Ukuran partikel
            “Luas permukaan mempercepat laju reaksi karena semakin luas permukaan zat, semakin banyak bagian zat yang saling bertumbukan dan semakin besar peluang adanya tumbukan efektif menghasilkan perubahan”.
            “Semakin luas permukaan zat, semakin kecil ukuran partikel zat. Jadi semakin kecil ukuran partikel zat, reaksi pun akan semakin cepat”.
  • Konsentrasi
            Konsentrasi mempengaruhi laju reaksi, karena banyaknya partikel memungkinkan lebih banyak tumbukan, dan itu membuka peluang semakin banyak tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan.
             “Hubungan kuantitatif perubahan konsentrasi dengan laju reaksi tidak dapat ditetapkan dari persamaan reaksi, tetapi harus melalui percobaan”.
            Dalam penetapan laju reaksi ditetapkan yang menjadi patokan adalah laju perubahan konsentrasi reaktan.
  • Suhu
 Kenaikan suhu dapat mempercepat laju reaksi karena dengan naiknya suhu energi kinetik partikel zat-zat meningkat sehingga memungkinkan semakn banyaknya tumbukan efektif yang menghasilkan perubahan
            Hubungan Kuntitatif perubahan suhu terhadap laju reaksi:
        Hubungan ini ditetapkan dari suatu percobaan, misal diperoleh data sebagai berikut:

Suhu (oC)
Laju reaksi (M/detik)
10
20
30
40
t
0,3
0,6
1,2
2,4
Vt
      
Dari data diperoleh hubungan:

  Vt= Vo. 2 t-to/ 
Setiap kenaikan suhu 10 oC, maka laju mengalami kenaikan 2 kali semula, maka secara matematis dapat dirumuskan
Dimana :
Vt  = laju reaksi pada suhu t
Vo = laju reaksi pada suhu awal (to)
  • Katalis
 Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi. Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan atara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas. Katalis homogen umumnya bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantarakimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:
A + C → AC (1)
B + AC → AB + C (2)
Meskipun katalis (C) termakan oleh reaksi 1, namun selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, sehingga untuk reaksi keseluruhannya menjadi :
A + B + C → AB + C
Beberapa katalis yang pernah dikembangkan antara lain berupa katalis Ziegler-Natta yang digunakan untuk produksi masal polietilen dan polipropilen. Reaksi katalitis yang paling dikenal adalah proses Haber, yaitu sintesis amoniak menggunakan besi biasa sebagai katalis. Konverter katalitik yang dapat menghancurkan produk emisi kendaraan yang paling sulit diatasi, terbuat dari platina dan rodium. 4. Molaritas Molaritas adalah banyaknya mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Hubungannya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi. Hubungan antara laju reaksi dengan molaritas adalah: V = k [A]m [B]n dengan: • • • • 
V = Laju reaksi k = Konstanta kecepatan reaksi m = Orde reaksi zat A n = Orde reaksi zat B
 Ada 2 jenis katalis  :
  1.  Katalis aktif yaitu katalis yang ikut terlibat reaksi dan pada akhir rekasi terbentuk kembali. 
  2. Katalis pasif yaitu katalis yang tidak ikut bereaksi, hanya sebagai media reaksi saja.                                                                       
Untuk reaksi:
A + B  > C
Rumusan laju reaksi adalah :
V = k [A]m [B]n
Dimana :
k  = tetapan laju reaksi
m = orde reaksi untuk A               Orde reakasi total = m + n
n  = orde reaksi untuk B
e. Teori Tumbukan
 Tumbukan yang menghasilkan zat baru adalah tumbukan efektif. Tumbukan efektif dapat dicapai jika
  1. Molekul-molekul memiliki energi yang cukup agar dapat mulai bereaksi dengan memutuskan ikatan kimia lawan, dan molekul itu sendiri ikatan kimianya akan putus karena tumbukan dari molekul lain lawan. Energi yang diperlukan ini dinamakan energi aktivasi (Ea), yaitu sejumlah energi minimum yang diperlukan oleh suatu zat untuk memulai reaksi.
  2. Posisi tumbukan harus tepat mengenai sasaran, sehingga ikatan kimia lawan dan molekul itu sendiri dapat putus. Jadi putusnya ikatan kimia memerlukan 2 hal penting, yaitu tumbukan dengan Ea dan posisi yang tepat. Perhatikan gambar di atas, walaupun energi cukup, namun jika posisinya tidak tepat, tidak semua energi mengenai ikatan, sehingga terjadi pemborosan energi. Sebaliknya walaupun posisinya tepat mengenai sasaran, namun jika energi molekul belum mencapai Ea, tumbukannya akan pelan, sehingga gaya tarik pada ikatan kimia tidak dapat diputus.

Praktikum Kimia Fisika: Koefisien Distribusi

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang berbeda atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke dalam dua pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2, dirumuskan :
K=C1/C2
Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantunf pada interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase yaitu struktur molekul.
Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan ke dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat tersebut akan mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi yang lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu.
Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.
Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Semakin sering kita melakuka ekstraksi, maka semakin banyak zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna proses pemisahannya. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.
Senyawa-senyawa organik, misalnya dalam percobaan ini digunakan asam asetat umumnya relatif lebih suka larut ke dalam pelarut-pelarut organik daripada ke dalam air, sehingga senyawa-senyawa organik mudah dipisahkan dari campurannya yang mengandung air atau larutannya. Metode penentuan koefisien distribusi asam asetat dilakukan dengan penentuan konsentrasi asam asetat baik yang ada dalam fasa air maupun fasa organik. Pelarut organik yang digunakan dalam percobaan ini adalah kloroform, dan CCl4 sedangkan pelarut organik benzena tidak digunakan dalam percobaan ini.
Langkah pertama asam asetat dititrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indikator pp sampai berubah warna dari bening menjadi merah muda. Titrasi ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut organik dan air. Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu p.p sebelum dititrasi di mana trayek pH dari p.p adalah 8,3-10,0.
Langkah berikutnya, asam asetat diekstraksi dengan mencampurkan pada pelarut organik seperti kloroform, dan CCl4. Ketika dimasukkan ke dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian dikocok beberapa menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi asam asetat ke dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
Setelah tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan terbentuk dua lapisan. Setelah dilakukannya pengocokan tersebut, campuran dibiarkan beberapa saat. Hal ini bertujuan agar pemisahan antara kedua pelarut tersebut bisa sempurna. Setelah itu lapisan air yang berada di bawah diambil / ditampung dalam gelas ukur, sedangkan lapisan minyaknya dibuang. Ini dikarenakan lapisan air dari pengocokanlah yang akan dititrasi. Bila lapisan minyak yang dititrasi maka akan terjadi reaksi saponifikasi (penyabunan). Pada pelarut kloroform, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut kloroform berada pada lapisan bawah. Pada pelarut CCl4, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan atas, sedangkan larutan asam asetat yang larut dalam pelarut CCl4 berada pada lapisan bawah. Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air.
Larutan asam asetat yang larut dalam air (lapisan airnya) diambil, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan indikator pp. Pada titik akhir titrasi terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah ditambahkan indikator p.p dititrasi dengan titran yang bersifat basa, dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu asam asetat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator p.p.Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya. Dari perhitungan diperoleh perbedaan nilai koefisien distribusi asam asetat pada pelarut organik yang berbeda (kloroform, dan CCl4) yang tidak bercampur. Dimana koefisien distribusi pada kloroform lebih besar daripada koefisien distribusi pada CCl4 yaitu berturut-turut sebesar 0,1075 dan 0,044. Perbedaan ini menunjukkan proses ekstraksi cair-cair dengan kloroform memberikan tingkat distribusi asam asetat yang lebih besar daripada kemampuan pelarut lain atau CCl4.
Secara teknik, faktor pengocokan sangat penting dan mempengaruhi proses distribusi suatu larutan organik pada pelarut organik dan air yang tidak saling campur. Selain itu, temperatur juga mempengaruhi proses ekstraksi, karena ekstraksi harus dilakukan pada tempertur konstan.
Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.
Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada larutan yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam satu pelarut dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya.
Koefisien distribusi=1 artinya bahwa zat terdistribusi merata dalam pelarut air dan minyak atau zat dapat larut dalam air dan minyak. Sedangkan koefisien distribusi<1 artinya bahwa zat tidak terdistribusi merata dalam dua pelarut, dan zat tersebut lebih cenderung untuk menuju ke salah satu pelarut yaitu air.
Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform, dan CCl4. Hal ini menunjukkan, semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada pelarut air yang besar.

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :
1. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur didasarkan pada metode ekstraksi cair-cair tidak kontinyu, dimana kelarutan spesi zat terlarut dalam sistem organik-air tergantung pada kedua jenis pelarut.
2. Teknik pemisahan dua campuran yang tidak saling campur digunakan untuk proses pemisahan suatu cairan organik dari suatu campuran (pelarut organik dan air).
3. Koefisien distribusi adalah perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam fasa pelarut organik dengan konsentrasi terlarut dalam air.
4. Koefisien distribusi (Kd) pada kloroform (CHCl3) adalah sebesar 0,1075 dan koefisien distribusi pada karbon tetraklorida (CCl4) adalah sebesar 0,044.
5. Massa asam asetat (CH3COOH) sisa dalam pelarut air adalah sebesar 0,284 g dan 0,1362 g berturut-turut pada pelarut organik yang berbeda yaitu kloroform dan CCl4.
6. Semakin kecil Kd yang dihasilkan akan diperoleh massa zat sisa terlarut pada pelarut air yang besar.
DAFTAR PUSTAKA
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Rivai, H. 1995. Azas Pemeriksaan Kimia.. Jakarta: UI-Press
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Cammarata, S. 1995. Farmasi Fisika. Jakarta: UI-Press


Kimia Organik

Beberapa Asam Organik
1)      Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung.
Asal dari obat yang dikenal dengan "Aspirin" - ternyata dari jaman Yunani kuno, dan diperkenalkan oleh Bapak Para Dokter se-dunia - yaitu Hippocrates. Tentu saja Hippocrates tidak menyebut Aspirin, melainkan menyebut tumbuhan bernama willow yang bila batangnya dikeringkan dan dijadikan bubuk, dapat menghilangkan rasa sakit.
Ribuan tahun berlalu, hingga di tahun 1829, para ilmuwan berhasil mengisolasi bahan dalam tumbuhan willow yang berfungsi meredakan rasa sakit. Bahan tersebut bernama salicin. Bahan ini dapat menghilangkan sakit, tapi memiliki efek samping terhadap perut - manfaat dan mudaratnya sama besar. Tentu saja harus ada jalan keluar. Di tahun 1853, seorang ahli kimia Perancis bernama Charles Frederic Gerhardt berhasil menetralkan salicin alami menjadi asam salisilat (salicylic acid) lewat penyanggaan (buffering) dengan natrium dan asam asetat. Asam salisilat ini lebih "ramah" terhadap perut.
Di tahun 1899, seorang ahli kimia Jerman, bernama Felix Hoffmann, yang bekerja bagi Bayer, menemukan kembali formula Gerhardt. Hoffmann membujuk Bayer untuk memasarkan obat itu, yang selanjutnya muncul di pasar dengan nama pasaran "Aspirin".
Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen.
2)      Asam format (nama sistematis: asam metanoat) adalah asam karboksilat yang paling sederhana. Asam format secara alami terdapat pada antara lain sengat lebah dan semut. Asam format juga merupakan senyawa intermediet (senyawa antara) yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia asam format dapat dituliskan sebagai HCOOH atau CH2O2.
Di alam, asam format ditemukan pada sengatan dan gigitan banyak serangga dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga merupakan hasil pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif, yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang tercampur air), jika dicampurkan dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut. Senyawa kimia turunan asam format, misalnya kelompok garam dan ester, dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki rumus kimia HCOO.
3)      Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat.
Vitamin C berhasil di isolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan pada tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin ini merupakan agen yang dapat mencegah sariawan. Albert Szent-Györgyi menerima penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini.
4)      Asam piruvat (CH3COCO2H) adalah sebuah asam alfa-keto yang memiliki peran penting dalam proses-proses biokimia. Anion karboksilat dari asam piruvat disebut piruvat.
Asam piruvat adalah cairan tak berwarna, dengan bau yang mirip asam asetat. Asam piruvat bercampur dengan air, dan larut dalam etanol dan dietil eter. Di laboratorium, asam piruvat dibuat dengan cara memanaskan campuran asam tartarat dengan kalium bisulfat, atau melalui hidrolisis asetil sianida, yang dibuat melalui reaksi asetil klorida dan kalium sianida.
Piruvat adalah suatu senyawa kimia yang penting dalam biokimia. Senyawa ini merupakan hasil metabolisme glukosa yang disebut glikolisis. Sebuah molekul glukosa terpecah menjadi dua molekul asam piruvat, yang kemudian digunakan untuk menghasilkan energi. Jika tersedia cukup oksigen, maka asam piruvat diubah menjadi asetil-KoA, yang kemudian diproses dalam siklus Krebs. Piruvat juga dapat diubah menjadi oksaloasetat melalui reaksi anaploretik yang kemudian dipecah menjadi molekul-molekul karbon dioksida. Nama siklus ini diambil dari ahli biokimia Hans Adolf Krebs, pemenang Hadiah Nobel 1953 bidang fisiologi, karena ia berhasil mengidentifikasi siklus tersebut).
Jika tidak tersedia cukup oksigen, asam piruvat dipecah secara anaerobik, menghasilkan asam laktat pada hewan dan manusia, atau etanol pada tumbuhan. Piruvat diubah menjadi laktat menggunakan enzim laktat dehidrogenase dan koenzim NADH melalui fermentasi laktat, atau menjadi asetaldehida dan lalu etanol melalui fermentasi alkohol.
Asam piruvat juga dapat diubah menjadi karbohidrat melalui glukoneogenesis, menjadi asam lemak atau energi melalui asetil-KoA, menjadi asam amino alanin dan juga menjadi etanol. Turunan asam piruvat, 3-bromopiruvat telah dipelajari untuk pengobatan kanker.
5)      Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.
Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7°C, sedikit di bawah suhu ruang.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berarti gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).
6)      Asam oksalat adalah senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam etanadioat. Asam dikarboksilat ini biasa digambarkan dengan rumus HOOC-COOH. Merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga agen pereduktor.
Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat (CaOOC-COOCa), penyusun utama jenis batu ginjal yang sering ditemukan.

Praktikum Kimia Fisika

KERAPATAN dan BOBOT JENIS
Pada percobaan ini, penentuan kerapatan dan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer. Sampel yang digunakan adalah etanol, kloroform, aseton. Pengukuran dengan menggunakan piknometer, sebelum digunakan harus dibersihkan dan dikeringkan hingga tidak ada sedikitpun titik air di dalamnya. Hal ini bertujuan untuk memperoleh bobot kosong dari alat. Jika masih terdapat titik air di dalamnya, dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Pada pengisiannya dengan sampel, harus diperhatikan baik-baik agar di dalam alat tidak terdapat gelembung udara, sebab akan mengurangi bobot sampel yang akan diperoleh. Alat piknometer yang digunakan telah dilengkapi dengan termometer, sehingga langsung dapat diketahui suhu sampel tersebut. Pada percobaan etanol, pengukuran harus segera dilakukan ketika piknometer telah diisi sampel, sebab sampel akan terus berkurang bobotnya. Dalam percobaan dengan menggunakan piknometer, aquadest mempunyai kerapataan 0,06 g/cm3. Dan padatan lilin mempunyai kerapatan 0,48507 g/cm3.
Kerapatan adalah  masa perunit volume suatu zat pada temperatur tertentu. Dalam percobaan dengan menggunakan piknometer, aquadest mempunyai kerapataan 0,06 g/cm3. Dan padatan lilin mempunyai kerapatan 0,48507 g/cm3. Pada intinya, bobot cairan itu berbeda, bobot air, etanol, aseton, kloroform mempunyai kerapatan yang berbeda, oleh sebab itu jika masing-masing cairan tersebut ditimbang, akan menghasilkan berat yang berbeda, walaupun dalam bentuk mililiter sama jumlahnya.
Cara pengukuran bobot jenis ada beberapa cara antara lain : (Effendi, 2003; 225). Piknometer (biasanya terbuat dari kaca bentuk erlenmeyer kecil dengan kapasitas  antara 10 ml sampai 50 ml).
1.      Hidrometer berupa pipa kaca yang ujungnya tertutup dan bagian bawahnya tertutup dan diberi pemberat pada bagian bawah. Bila lat ini dicelupkan dalam cairan yang akan diperiksa maka angka menunjukkan bobot jenisnya.
2.      Mohr-Westphal Balane. Alat ini hampir sama dengan neraca lengan kiri berisi tabung kaca dengan pemnberatnya (sehingga bila dicelupkan dalam cairan yang akan diperiksa akan tenggelam). Selanjutnya lengan sebelah kanan berisi pemberat yang dapat ditambahkan dan dapat dikurangi. Jumlah pemberat yang berada dalam keadaan kesetimbangan dengan gaya tolak cairan menunjukkan bobot cairan yang dipindahkan sejumlah volume tabung tersebut. Prinsip penentuan ini sebenarnya berdasar prinsip hukum Archimedes. Bila benda dicelupkaqn dalam air maka benda tersebut akan mendapat perlawanan (gaya ke atas) sebesar jumlah air yang dipindahkan.
Pengujian bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis yaitu : (Ditjen POM, 1979 ;77)
1.      Bobot jenis sejati
 Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang terbuka dan  tertutup.
2.      Bobot jenis nyata
Massa partikel dibagi volume partikel tidak termasuk pori/lubang terbuka, tetapi termasuk pori yang tertutup.
3.      Bobot jenis efektif
              Berbeda dengan kerapatan bobot jenis adalah bilangan murni atau tanpa dimensi, yang dapat diubah menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis untuk penggunaan praktis lebih sering didefinisikan sebagai perbandingan massa dari suatu zat terhadap jumlah volume air pada suhu 4oC atau temperatur lain yang telah ditentukan (Roth, 1988 ; 90).
Untuk melakukan percobaan penetapan bobot jenis, disini kami menggunakan piknometer. Pertama-tama piknometer dibersihkan dengan menggunakan aquadest, kemudian dibilas dengan alkohol untuk mempercepat pengeringan piknometer kosong tadi. Pembilasan dilakukan untuk menghilangkan sisa dari permbersihan, karena biasanya pencucian meninggalkan tetesan pada dinding alat yang dibersihkan, sehinggga dapat mempengaruhi hasil penimbangan piknometer kosong, yang akhirnya juga mempengaruhi nilai bobot jenis sampel. Pemakaian alkohol sebagai pembilas memiliki sifat-sifat yang baik seperti mudah mengalir, mudah menguap dan bersifat antiseptikum. Jadi sisa-sisa yang tidak diinginkan dapat hilang dengan baik, baik yang ada di luar, maupun yang ada di dalam piknometer itu sendiri.
Piknometer kemudiannya dikeringkan di dalam oven dengan suhu 1000C selama 1 jam. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan piknometer pada bobot sesungguhnya. Setelah itu didiamkan sampai dingin dalam baskom berisi air es. Akhirnya piknometer ditimbang pada timbangan analitik dalam keadaan kosong. Setelah ditimbang kosong, piknometer lalu diisikan dengan sampel mulai dengan aquadest, sebagai pembanding nantinya dengan sampel yang lain (minyak kelapa, dan bensin). Pengisiannya harus melalui bagian dinding dalam dari piknometer untuk mengelakkan terjadinya gelembung udara. Proses pemindahan piknometer harus dengan menggunakan tissue. Akhirnya piknometer yang berisi sampel ditimbang.
Adapun keuntungan dari penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer adalah mudah dalam pengerjaan. Sedangkan kerugiannya yaitu berkaitan dengan ketelitian dalam penimbangan. Jika proses penimbangan tidak teliti maka hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil yang ditetapkan literatur. Disamping itu penentuan bobot jenis dengan menggunakan piknometer memerlukan waktu yang lama.
              Ahli Farmasi mengetahui bahwa air adalah pelarut yang baik untuk garam, gula dan senyawa sejeis, sedang minyak mineral dan benzene biasanya merupakan pelarut untuk zat yang biasanya hanya sedikit larut dalam air. Penemuan empiris ini disimpulkan dalam pernyataan like dissolve like. Kelarutan bergantung pada pengaruh kimia, listrik, struktur yang menyebabkan interaksi timbalm balik zat pelarut dan zat terlarut (Martin, 1990; 558)
              Zat terlarut dapat berada sebagian atau keseluruhan sebagai molekul terdisolusi dalam ion-ion salah satu fase tersebut. Hukum distribusi ini diginakan untuk konsentrasi zat yang umum pada kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut (Martin, 1990;560)
              Apabila ditinjau suatu zat tunggal yang terlarut dalam 2 maacm poelarut cairan yang tidak saling bercampur, maka dalam sistem tersebut tidak akan terjadi keseimbangan (equilibrium) sebagai berikut :
Zat terlarut                             Zat terlarut luar
Fase bawah                             Fase atas
 
 
 Menurut hukum termodinamika, pada keadaan seimbang ini nisbih (ratio) aktivitas species terlarut dalam kedua fase tersebut diasebut hukum distribusi Nerst. Biasanya aktivitas dapat diganti dengan konsentrasi, sehingga hukun itu dapat ditulis sebagai berikut :
K=Cu/Cl
Dimana : K = Koefisien distribusi
               Cu = Koefisien dalam fase atas
               Cl  = Koefisian dalam fase bawah
Koefisien partisi tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konsentrasi absolute zat atau volume kedua fase tersebut (Martin, 1990;622)
Begitu pula kelarutan asam organic lain dapat mempunyai keadaan demikian, yaitu dapat larut dalam air ataupun dapat larut dalam lemak. Aplikasi di bidang Farmasi adalah apabila ada zat pengawet untuk senyawa organic berada dalam emulsi, maka pengawet ini sebagian larut dalam minyak. Ini berarti kadar pengawet akan meninggikan air menuju ke minyak. Padahal zat pengawet bekerja dalam media air. Perlu diketahui bahwa perbandingan kelarutan ini dipegaruhi oleh beberapa faktor antara lain yang berpengaruh pada pH larutan (Effendi, 2003 ;275).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah :
1.  Temperatur, dimana  pada suhu yang tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga dapat mempengaruhi bobot jenisnya, demikian pula halnya pada suhu yang sangat rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit untuk menghitung bobot jenisnya. Oleh karena itu, digunakan suhu dimana biasanya senyawa stabil, yaitu pada suhu 25oC (suhu kamar).
2.   Massa zat, jika zat mempunyai massa yang besar maka kemungkinan bobot jenisnya juga menjadi lebih besar.
3.      Volume zat, jika volume zat besar maka bobot jenisnya akan berpengaruh tergantung pula dari massa zat itu sendiri, dimana ukuran partikel dari zat, bobot molekulnya serta kekentalan dari suatu zat dapat mempengaruhi bobot jenisnya.
4.   Kekentalan/viskositas sutau zat dapat juga mempengaruhi berat jenisnya. Hal ini dapat dilihat dari rumus :
V  =  k x d x t
      Dari rumus tersebut, viskositas berbanding lurus dengan bobot jenis (d). Jadi semakin besar viksositas suatu zat maka semakin besar pula berat jenisnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Roth, Hermann J dan Gottfried Blaschke. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta: UGM-Press.
Ansel H.C. 1989. Pengenatar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Terjemahan Faridah Ibrahim, Universitas Indonesia Press.
Lachman, L., dkk. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Edisi III. Jakarta: UI Press.
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi V. Yogyakarta: UGM-Press.

Rabu, 21 Desember 2011

Rakernas PAFI

Baru saja RAKERNAS PAFI 2011 berakhir, waktunya para calon kader baru untuk bersiap siap kembali untuk menghadapi RAKERNAS tahun 2012.Menurut ad/art pafi yang saya baca di blog Persatuan Ahli Farmasi Indonesia mengatakan bahwa akan diselenggarakan setiap setahun sekali, sama dengan rakerda dan rakercab. Sedangkan MUNAS, MUSDA, dan MUSCAB diagendakan setiap lima tahun sekali. Dimana ditahun 2013 nanti kita akan melangsungkan MUNAS PAFI XIII. Informasi yang saya berikan ini merupakan informasi awal bagi rekan-rekan yang ingin mempersiapkan diri menghadiri kegiatan ini dari jauh hari. Tentunya ada perbedaan antara rakernas tahun ini tadi dengan tahun depan, begitupun dengan perubahan informasi mengenai lokasi rakernas tahun 2012 nanti. Baiklah, berikut informasi awal mengenai RAKERNAS PAFI 2012.
Mengenai lokasi yang awalnya direncanakan di tanggerang, banten; karena terlalu jauh dari bandara cengkareng, dipindah ke Jogyakarta. Kemudian mengenai waktu pelaksanaan, direncanakan pada hari kamis sampai dengan sabtu, tanggal 29 november sampai dengan 1 desember 2012. Biaya pendaftaran sejumlah Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupia) per-peserta. Seperti rakernas tahun-tahun sebelumnya, untuk RAKERNAS 2012 isyu yang akan kita diskusikan ialah mengenai rancangan perubahan ad/art dan syarat-syarat calon ketua umum. Dimana berdasar pp 51/2009 s1 farmasi (ambil niih) adalah salah seorang Tenaga Teknis Kefarmasian ( TTK ) yang bahkan standar kompetensinya sampai sekarang saja belum terformulasikan. Tenaga Teknis Kefarmasian ( TTK ) merupakan tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker / Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan  Farmasi, Akademi Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ada beberapa perubahan besar dalam pekerjaan kefarmasian yang akan dirubah oleh PP 51/2009 ini. Berikut saya coba simpulkan perubahan-perubahan tersebut:
  • Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
  • Istilah Asisten Apoteker yang selama ini seakan-akan dijabat oleh lulusan Sekolah Menengah Farmasi (SMF)/ Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi (SMK Farmasi); Akademi Farmasi (AKFAR)/ Ahli Madya Famasi; dan Analis Farmasi, dirubah menjadi Tenaga Teknis Kefarmasian.
  • Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker.
  • Pekerjaan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.
  • Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), sebagai persyaratan mutlak untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
  • Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja.
  • Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab.
  • Dalam hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.
  • Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat dilakukan secara mandiri oleh Tenaga Teknis Kesehatan.
  • Asisten Apoteker dan Analis Farmasi yang telah memiliki Surat Izin Asisten Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Selain persyaratan materiil diatas, bagi rekan yang ingin mengikuti RAKERNAS PAFI 2012 ini harus memenuhi syarat formil, yaitu berupa kepemilikan Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), dan memiliki Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN). Dalam mekanisme keanggotaan PAFI ada 3 yaitu:
  • Anggota Biasa, yakni Ahli Farmasi minimal tamatan pendidikan Sekolah Asisten Apoteker/ Sekolah Menengah Farmasi;
  • Anggota Luar Biasa, yakni mereka yang bidang tugasnya bersangkutan dengan farmasi; dan
  • Anggota Kehormatan, yakni mereka yang telah berjasa kepada PAFI dan mereka yang telah berjasa dalam bidan farmasi.
Berdasar jenis keanggotaan PAFI itulah kita dapat mengajukan secara tertulis kepada Pimpinan Organisasi dengan mengisi formulir sesuai peraturan yang berlaku, yang nantinya akan diberikan kartu tanda keanggotaan apabila telah memenuhi persyaratan. Persyaratan seorang warga Negara Indonesia yang dapat diterima menjadi anggota PAFI diautur dalam Pasal 1 ayat (1) ART, yaitu:
  • Menyetujui dan menerima Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Program Organisasi dan Peraturan-Peraturan Organisasi;
  • Sanggup secara aktif mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi; serta
  • Ditetapkan dan disahkan oleh Pengurus.
Tata cara mengurus Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN) PAFI berdasarkan peraturan organisasi PAFI, yaitu berdasarkan Keputusan Nomor 03 Tahun 2011 tentang Perubahan Keputusan Nomor 03 Tahun 2009 Tentang Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN):
  • Setiap Tenaga Teknis Kefarmasian mengisi Formulir Data Isian Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN) dengan tulisan jelas dan dapat dengan mudah dibaca, melampirkan 1 (satu) lembar pas foto terbaru, berwarna, wajah menghadap ke depan, ukuran 3 x 4 cm dan satu lembar foto copy SIAA atau kalau belum memiliki SIAA, melampirkan 1 lembar foto copy Ijazah Sarjana Farmasi atau Ijazah Akademi Farmasi atau Ijazah Poltekkes Jurusan Farmasi atau Ijazah Poltekkes Jurusan Akafarma atau Ijazah Poltekkes Jurusan Anafarma atau Ijazah Asisten Apoteker bagi lulusan SAA dan SMF. Bagi lulusan SMK Farmasi disamping melampirkan foto copy Ijazah juga melampirkan foto copy Sertifikat Kompetensi Keahlian SMK Bidang Kesehatan Program Keahlian Farmasi yang diterbitkan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
  • Setiap atau beberapa orang Tenaga Tehnik Kefarmasian mengirimkan formulir KTAN yang sudah diisi beserta lampirannya dan bukti transfer melalui e-mail kepada Pengurus Pusat PAFI Departemen Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan.
  • Biaya Kartu Tanda Anggota Nasional (KTAN) PAFI adalah sebesar Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) dengan perincian : Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) untuk Pengurus Daerah; Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) untuk Pengurus Cabang; Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah) untuk Pengurus Pusat PAFI dan Rp. 15.000,- (lima belas ribu rupiah) untuk biaya produksi dan ongkos kirim KTAN ke alamat Pengirim.
  • Setiap atau beberapa orang Tenaga Tehnis Kefarmasian mengirimkan biaya KTAN dengan mentransfer sendiri-sendiri atau bersama-sama masing-masing Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) kepada Bendahara Umum Pengurus Pusat PAFI Bank BCA KCP Purbalingga Jawa Tengah Nomor Rekening AC. 0970300988 atau BANK MANDIRI KCP Purbalingga No. Rekening : AC 139-00-1096737-4 a/n. SUGIARTI. Bukti transfer biaya KTAN bersama formulir KTAN dan lampirannya dikirim ke salah satu alamat e-mail tersebut diatas.
  • Departemen Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Pengurus Pusat PAFI berkewajiban segera memproses pembuatan KTAN sejak di terimanya berkas permohonan KTAN dari seorang atau beberapa orang Tenaga Tehnik Kefarmasian dan segera mengirimkan kembali setelah KTAN selesai dibuat dan siap dikirin melalui pos kilat khusus ke alamat pemilik KTAN atau pengirim.
Naah jadi yang udah niat lahir batin sebaiknya segera persiapkan diri lebih dini. ;;)

Sumber: Persatuan ahli farmasi indonesia, Indonesia Pharmacy Association.