Minggu, 15 April 2012

Praktikum Analgetika (Farmakologi)

A. TUJUAN
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh pemberian dan efektivitas beberapa obat analgetika pada hewan uji.
B. DASAR TEORI
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum) (Tjay, 2007). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level) pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan (Tjay, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Atas dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
a.       Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini
b.      analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker (Tjay, 2007).
Secara kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam bebrapa kelompok, yakni :
a.       parasetamol
b.      salisilat : asetosal, salisilamida, dan benorilat
c.       penghambat prostaglandin (NSAIDs) : ibuprofen, dll
d.      derivat-antranilat : mefenaminat, glafenin
e.       derivat-pirazolon : propifenazon, isopropilaminofenazon, dan
f.       metamizol
g.      lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay, 2007).
Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari masukan isyarat bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat analgesik opiat berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan reaksi pasien terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan menunjukkan bahwa analgesik narkotika dapat meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi nyeri tetapi efeknya atas komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek subjektif pasien. Bila ada analgesia efektif, nyeri mungkin masih terlihat atau dapat diterima oleh pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun tidak lagi merupakan masukan sensorik destruktif atau yang satu-satunya dirasakan saat itu (Katzung, 1986).
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (=mirip opioat) adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µreseptor) (Tjay,2007).
Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor µ terjadi pada susunan saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia, euforia, sedasi, dan depresi pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi tingkat tinggi bagi semua efek (Katzung, 1986).
C. ALAT DAN PROSEDUR
Metode Witkin (Writhing Tes / Metode Geliat)
1.      Prinsip Percobaan
Rasa nyeri yang disebabkan pemberian induktor nyeri akan menyebabkan timbulnya writhing (geliat) yang dapat diamati sebagai torsi pada satu sisi, menarik kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen, kejang tetani dengan membengkokan kepala dan kaki ke belakang. efek analgetik dari ekstrak uji atau obat akan mengurangi atau menghilangkan respon tersebut.
2.      Bahan dan Alat
a.       Bahan
Ekstrak uji (dua dosis), pembanding/kontrol positif :
·         asetosal dengan dosis 52 mg/kb BB diberikan secara oral sebagai suspensi, kontrol negatif : asetosal.
·         Hewan percobaan : mencit putih, berat badan : 18 – 22 g dari satu jenis kelamin.
·         Jenis penginduksi nyeri : asam asetat 3% diberikan secara intra peritoneal dengan dosis 300 mg/kg BB (untuk metode Siegmund jenis penginduksi diganti dengan larutan fenil pbenzokuinon sebagai larutan 0,02% dalam etanol 5 % yang dibuat dengan cara pemanasan suhu 37oC, larutan ini diberikan dengan dosis 0,25 ml/ekor).
b.      Alat
Jarum suntik 1 ml, jarum oral, gelas ukur dan stopwatch
3.      Prosedur
Bahan uji, obat dan kontrol negatif diberikan secara oral 30 menit sebelum hewan diberi asam asetat secata intra peritoneal.
4.      Pengamatan
a. Catat jumlah geliat selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit
b. Lakukan analisis secara statistik dengan ANOVA (uji rancangan acak lengkap)
5.      Perhitungan Dosis
6.      Data Pengamatan
Waktu (Menit)
Jumlah Geliat
CMC Na 1 %
Asetosal
Parasetamol
5



10



15



20



25



30



Daya analgetik :
  % daya analgetik obat = 100 – (perlakuan/kontrol x 100%)
E. PEMBAHASAN
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari percobaan kali ini adalah mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika dari obat parasetamol, asam mefenamat, dan ibuprofen menggunakan metode rangsang kimia. Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu mencit (Mus muscullus). Metode rangsang kimia digunakan berdasar atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang digunakan untuk penetapan daya analgetika.
Percobaan menggunakan metode Witkins yang ditujukan untuk melihat respon mencit terhadap asam asetat yang dapat menimbulkan respon menggeliat dari mencit ketika menahan nyeri pada perut. Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik pada tiap mencit. setelah 30 menit I, mencit II, dan III disuntik secara intraperitoneal dengan larutan induksi asam asetat 1 %. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena untuk mrncegah penguraian asam asetat saat melewati jaringan fisiologik pada organ tertentu. Dan laruran asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute lain, misalnya per oral, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap pengaruh asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit karena diketahui bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah diberi larutan asam asetat 1 % mencit menggeliat dengan ditandai perut kejang dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit. Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan sulit membedakan antara geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit merasa kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit.
Obat analgetik yang memiliki daya analgetik dengan presentasi yang tidak terlalu tinggi adalah parasetamol sebanyak 17,98% dimana Parasetamol yang merupakan derivat-asetanilida adalah metabolit dari fenasetin. Parasetamol berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik. Umumnya parasetamol dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan analgetik yang menunjukkan aktivitas paling tinggi adalah ibuprofen (Asetosal) dengan persentase 85,89%.
Hasil yang didapat diuji dengan menggunakan tabel ANOVA yang kemudian didapat hasil “berbeda tidak bermakna”. Di sini berarti bahwa data yang dihasilkan memiliki perbedaan, tetapi jika diuji secara statistic data perbandingan tersebut tidak memiliki perbedaan. Data praktikum kali ini dianggap menyimpang karena seharusnya hasil yang didapat adalah berbeda bermakna. Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga volume obat yang disuntikan tidak tepat. Dapat juga dikarenakan factor fisiologis dari mencit, mengingat hewan percobaan ini telah mengalami beberapa kali percobaan sehingga dapat terjadi kemungkinan hewan percobaan yang stress dan juga kelelahan karena mengingat mencit sebelumnya telah dipuasakan terlebih dahulu. Penyimpangan pengambilan data juga dapat terjadi karena pengamatan praktikan yang kurang seksama sehingga ada data geliat mencit yang mungkin terlewat tidak diamati. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil dan perhitungan yang dibuat.
F. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
·         Analgetik merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgesik yang paling baik meredam rasa nyeri sampai yang kurang efektif berdasarkan hasil yg didapat adalah ibuprofen, asam mefenamat, kemudian paracetamol.
·         Daya analgetik dari parasetamol sebanyak 17,98% dan Ibuprofen (Asetosal) 85,89%.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia,  Jakarta.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D., 1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Witkin LB, Huebner CF, Galdi F, Keefe E, Spitaletta P, Plumer AJ, 1961, Pharmacognosy of 2 amino-indane hydrochloride (SU 8629). A potent non-narcotic analgesic, Journal Of Pharmacology and Experimental Therapeutics.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar