A. TUJUAN
Mahasiswa dapat mempelajari dan mengetahui pengaruh
pemberian dan efektivitas beberapa obat analgetika pada hewan uji.
B. DASAR TEORI
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan
dengan anestetika umum) (Tjay, 2007). Nyeri adalah perasaan sensoris dan
emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan.
keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan
sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif pribadi dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. batas nyeri untuk suhu adalah
konstan, yakni pada 44-45oC (Tjay, 2007).
Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level)
pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas
rangsangan yang terendah saat orang merasakan nyeri. Untuk setiap orang ambang
nyerinya adalah konstan (Tjay, 2007).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala
yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya
tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik,
atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau
fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu
pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara
lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi
reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain.
Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP.
Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari
tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum
lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat
nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Atas
dasar kerja farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni
:
a. Analgetika perifer (non-narkotik),
yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini
b. analgetika narkotik khusus digunakan
untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker (Tjay,
2007).
Secara
kimiawi analgetika perifer dapat dibagi dalam bebrapa kelompok, yakni :
a. parasetamol
b. salisilat : asetosal, salisilamida,
dan benorilat
c. penghambat prostaglandin (NSAIDs) :
ibuprofen, dll
d. derivat-antranilat : mefenaminat,
glafenin
e. derivat-pirazolon : propifenazon,
isopropilaminofenazon, dan
f. metamizol
g. lainnya : benzidamin (Tantum) (Tjay,
2007).
Sensasi nyeri, tak perduli apa penyebabnya, terdiri dari
masukan isyarat bahaya ditambah reaksi organisme ini terhadap stimulus. Sifat
analgesik opiat berhubungan dengan kesanggupannya merubah persepsi nyeri dan
reaksi pasien terhadap nyeri. Penelitian klinik dan percobaan menunjukkan bahwa
analgesik narkotika dapat meningkatkan secara efektif ambang rangsang bagi
nyeri tetapi efeknya atas komponen reaktif hanya dapat diduga dari efek
subjektif pasien. Bila ada analgesia efektif, nyeri mungkin masih terlihat atau
dapat diterima oleh pasien, tetapi nyeri yang sangat parah pun tidak lagi
merupakan masukan sensorik destruktif atau yang satu-satunya dirasakan saat itu
(Katzung, 1986).
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (=mirip
opioat) adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid endogen dengan
memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid (biasanya µreseptor)
(Tjay,2007).
Efek utama analgesik opioid dengan afinitas untuk resetor µ
terjadi pada susunan saraf pusat; yang lebih penting meliputi analgesia,
euforia, sedasi, dan depresi pernapasan. Dengan penggunaan berulang, timbul toleransi
tingkat tinggi bagi semua efek (Katzung, 1986).
C. ALAT DAN PROSEDUR
Metode Witkin (Writhing Tes / Metode Geliat)
1.
Prinsip Percobaan
Rasa nyeri yang disebabkan pemberian induktor nyeri akan
menyebabkan timbulnya writhing (geliat) yang dapat diamati sebagai torsi
pada satu sisi, menarik kaki ke belakang, penarikan kembali abdomen, kejang
tetani dengan membengkokan kepala dan kaki ke belakang. efek analgetik dari
ekstrak uji atau obat akan mengurangi atau menghilangkan respon tersebut.
2.
Bahan dan Alat
a.
Bahan
Ekstrak
uji (dua dosis), pembanding/kontrol positif :
·
asetosal
dengan dosis 52 mg/kb BB diberikan secara oral sebagai suspensi, kontrol
negatif : asetosal.
·
Hewan
percobaan : mencit putih, berat badan : 18 – 22 g dari satu jenis kelamin.
·
Jenis
penginduksi nyeri : asam asetat 3% diberikan secara intra peritoneal dengan
dosis 300 mg/kg BB (untuk metode Siegmund jenis penginduksi diganti dengan
larutan fenil pbenzokuinon sebagai larutan 0,02% dalam etanol 5 % yang dibuat
dengan cara pemanasan suhu 37oC, larutan ini diberikan dengan dosis
0,25 ml/ekor).
b.
Alat
Jarum
suntik 1 ml, jarum oral, gelas ukur dan stopwatch
3.
Prosedur
Bahan
uji, obat dan kontrol negatif diberikan secara oral 30 menit sebelum hewan
diberi asam asetat secata intra peritoneal.
4.
Pengamatan
a.
Catat jumlah geliat selama 30 menit dengan selang waktu 5 menit
b.
Lakukan analisis secara statistik dengan ANOVA (uji rancangan acak lengkap)
5.
Perhitungan Dosis
6.
Data Pengamatan
Waktu (Menit)
|
Jumlah Geliat
|
||
CMC Na 1 %
|
Asetosal
|
Parasetamol
|
|
5
|
|||
10
|
|||
15
|
|||
20
|
|||
25
|
|||
30
|
Daya
analgetik :
% daya analgetik obat = 100 – (perlakuan/kontrol x 100%)
E. PEMBAHASAN
Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi atau menghalau rasa sakit atau nyeri. Tujuan dari percobaan kali ini
adalah mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika dari obat
parasetamol, asam mefenamat, dan ibuprofen menggunakan metode rangsang kimia.
Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu mencit (Mus
muscullus). Metode rangsang kimia digunakan berdasar atas rangsang nyeri
yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang digunakan untuk penetapan daya
analgetika.
Percobaan menggunakan metode Witkins yang ditujukan untuk
melihat respon mencit terhadap asam asetat yang dapat menimbulkan respon
menggeliat dari mencit ketika menahan nyeri pada perut. Langkah pertama yang
dilakukan adalah pemberian obat-obat analgetik pada tiap mencit. setelah 30
menit I, mencit II, dan III disuntik secara intraperitoneal dengan larutan
induksi asam asetat 1 %. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal karena
untuk mrncegah penguraian asam asetat saat melewati jaringan fisiologik pada
organ tertentu. Dan laruran asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan
tubuh jika diberikan melalui rute lain, misalnya per oral, karena sifat
kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap pengaruh asam.
Larutan asam asetat diberikan setelah 30 menit karena
diketahui bahwa obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase
absorbsi untuk meredakan rasa nyeri. Selama beberapa menit kemudian, setelah
diberi larutan asam asetat 1 % mencit menggeliat dengan ditandai perut kejang
dan kaki ditarik ke belakang. Jumlah geliat mencit dihitung setiap 5 menit.
Pengamatan yang dilakukan agak rumit karena praktikan sulit membedakan antara
geliatan yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari obat atau karena mencit merasa
kesakitan akibat penyuntikan intraperitoneal pada perut mencit.
Obat analgetik yang memiliki daya analgetik dengan
presentasi yang tidak terlalu tinggi adalah parasetamol sebanyak 17,98% dimana Parasetamol
yang merupakan derivat-asetanilida adalah metabolit dari fenasetin. Parasetamol
berkhasiat sebagai analgetik dan antipiretik. Umumnya parasetamol dianggap
sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan
mandiri). Sedangkan analgetik yang menunjukkan aktivitas paling tinggi adalah
ibuprofen (Asetosal) dengan persentase 85,89%.
Hasil yang didapat diuji dengan menggunakan tabel ANOVA yang
kemudian didapat hasil “berbeda tidak bermakna”. Di sini berarti bahwa data
yang dihasilkan memiliki perbedaan, tetapi jika diuji secara statistic data
perbandingan tersebut tidak memiliki perbedaan. Data praktikum kali ini
dianggap menyimpang karena seharusnya hasil yang didapat adalah berbeda
bermakna. Penyimpangan ini dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain
faktor penyuntikan yang salah atau kurang tepat sehingga volume obat yang
disuntikan tidak tepat. Dapat juga dikarenakan factor fisiologis dari mencit,
mengingat hewan percobaan ini telah mengalami beberapa kali percobaan sehingga
dapat terjadi kemungkinan hewan percobaan yang stress dan juga kelelahan karena
mengingat mencit sebelumnya telah dipuasakan terlebih dahulu. Penyimpangan
pengambilan data juga dapat terjadi karena pengamatan praktikan yang kurang
seksama sehingga ada data geliat mencit yang mungkin terlewat tidak diamati.
Hal ini tentu saja akan mempengaruhi hasil dan perhitungan yang dibuat.
F. KESIMPULAN
Dari
percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
·
Analgetik
merupakan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Analgesik yang paling baik meredam rasa nyeri sampai yang kurang
efektif berdasarkan hasil yg didapat adalah ibuprofen, asam mefenamat, kemudian
paracetamol.
·
Daya
analgetik dari parasetamol sebanyak 17,98% dan Ibuprofen (Asetosal) 85,89%.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh., 1990, Perjalanan dan
Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University Press, D.I Yogayakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia,
Edisi,IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ansel, Howard.C., 1989 Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995, Farmakologi
dan Terapi, Edisi IV. Balai Penerbit Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
H. Sarjono, Santoso dan Hadi R D.,
1995, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Indonesia, Jakarta.
Katzung, Bertram G., 1986, Farmakologi
Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007,
Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Witkin LB, Huebner CF, Galdi F,
Keefe E, Spitaletta P, Plumer AJ, 1961, Pharmacognosy of 2 amino-indane
hydrochloride (SU 8629). A potent non-narcotic analgesic, Journal Of
Pharmacology and Experimental Therapeutics.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar