Senin, 10 Oktober 2011

Akhlak

AKHLAK, MORAL DAN ETIKA

 
Disusun Oleh:
Anita Meilina Akhmad (102210101043)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2010

KATA PENGANTAR
          Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga penulisan ”Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Akhlak,Moral,dan Etika” ini dapat terselesaikan tepat waktu. Kami menyadari bahwa penulisan Makalah Pendidikan Agama ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik yang berupa saran, kritik, bimbingan maupun bantuan lainnya.
Penyusun menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Bapak Baidlowi M.H.I selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga penulisan      Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Akhlak,Moral,dan Etika ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Akhlak,Moral,dan Etika
       Semoga Tuhan Yang Maha Esa Senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya pada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi serta bimbingan kepada Kami.
 Demikian penulisan ”Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Akhlak,Moral,dan Etika” ini, Kami menyadari banyak keterbatasan dan kekurangan pada Makalah ini. Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi peningkatan wawasan kami dalam memberikan penulisan ”Makalah Pendidikan Agama Islam tentang Akhlak,Moral,dan Etika”. Semoga Makalah ini bermanfaat bagi semua pihak. Amien.


BAB 1
PENDAHULUAN
  
1.1  Latar Belakang

Mungkin banyak diantara kita kurang memperhatikan masalah akhlak. Di satu sisi kita mengutamakan tauhid yang memang merupakan perkara pokok/inti agama islam, berupaya menelaah dan mempelajarinya, namun disisi lain dalam masalah akhlak kurang diperhatikan.

Islam bukanlah agama yang mengabaikan akhlak, bahkan islam mementingkan akhlak. Yang perlu diingat bahwa tauhid sebagai sisi pokok/inti islam yang memang seharusnya kita utamakan, namun tidak berarti mengabaikan perkara penyempurnaannya. Dan akhlak mempunyai hubungan yang erat. Tauhid merupakan realisasi akhlak seorang hamba terhadap Allah dan ini merupakan pokok inti akhlak seorang hamba. Seorang yang bertauhid dan baik akhlaknya berarti ia adalah sebaik-baik manusia. Semakin sempurna tauhid seseorang maka semakin baik akhlaknya, dan sebaliknya bila seorang muwahhid memiliki akhlak yang buruk berarti lemah tauhidnya.

Etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia, sehingga manusia bisa dikatakan sebagai orang yang berkalakuan baik apabila dalam dirinya tumbuh memiliki etika yang baik. Jadi sebagitu pentingnya arti etika dalam kehidupan individu bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.  Etika sendiri sebagai bagian dari falsafah merupakan sistim dari prinsip-prinsip moral termasuk aturan-aturan untuk melaksanakannya.

Moral dan etika pada hakekatnya merupakan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menurut keyakinan seseorang atau masyarakat dapat diterima dan dilaksanakan secara benar dan layak. Dengan demikian prinsip dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan sikap yang benar dan yang salah yang mereka yakini.

1.2  Rumusan Masalah
1)    Apa pengertian ahklak, moral dan etika?
2)    Apa saja sumber akhlak dalam Islam?
3)    Bagaimana karakteristik akhlak islam?
4)    Bagaimanan aktualisasi akhlak dalam kehidupan?


BAB 2
PEMBAHASAN


Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk.
Rasulullah saw bersabda: " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya".
Pada makalah ini kami akan memaparkan pengertian akhlak, norma, etika, moral dan nilai.

A. AKHLAK
Ada   dua   pendekatan   untuk   mendefenisikan   akhlak,   yaitu   pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Akhlak   berasal dari bahasa arab yakni  khuluqun    yang menurut loghat diartikan:   budi  pekerti, perangai,   tingkah   laku   atau   tabiat.   Kalimat   tersebut   mengandung   segi-segi persesuaian denga perkataan khalakun yang berarti kejadian, serta erat hubungan dengan khaliq yang berarti pencipta dan makhluk yang berarti diciptakan. Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk dan antara makhluk dengan makhluk.

Secara terminologi kata "budi pekerti" yang terdiri dari kata budi dan pekerti. Budi adalah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio atau character. Pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh hati, yang disebut behavior. Jadi budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang termanifestasikan pada karsa dan tingkah laku manusia.

Sedangkan secara terminologi akhlak suatu keinginan yang ada di dalam jiwa yang akan dilakukan dengan perbuatan tanpa intervensi akal/pikiran. Menurut Al Ghazali akhlak adalah sifat yang melekat dalam jiwa seseorang yang menjadikan ia dengan mudah tanpa banyak pertimbangan lagi. Sedangkan sebagaian ulama yang lain mengatakan akhlak itu adalah suatu sifat yang tertanam didalam jiwa seseorang dan sifat itu akan timbul disetiap ia bertindak tanpa merasa sulit (timbul dengan mudah) karena sudah menjadi budaya sehari-hari
Defenisi akhlak secara substansi tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu :

Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini berarti bahwa saat melakuakan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur dan gila.

Ketiga, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbutan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan. Bahwa ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas tentang perbuatan manusia yang dapat dinilai baik atau buruk.

Keempat, bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesunggunya, bukan main-main atau karena bersandiwara

Kelima, sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena keikhlasan semata-mata karena Allah, bukan karena dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.

Disini kita harus bisa membedakan antara ilmu akhlak dangan akhlak itu sendiri. Ilmu akhlak adalah ilmunya yang hanya bersifat teoritis, sedangkan akhlak lebih kepada yang bersifat praktis.


B.  ETIKA
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan ata adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

Selain akhlak kita juga lazim menggunakan istilah etika. Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filasafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika membahasa tentang tingkah laku manusia.

Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut.
Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia.

Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal.

Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.

Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

C. MORAL
Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat.

Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.

Penganut islam tidak akan terjamin dari ancaman kehancuran akhlak yang menimapa umat, kecuali apabila kita memiliki konsep nilai-nilai yang konkret yang telah disepakati islam, yaitu nilai-nilai absolut yang tegak berdiri diatas asas yang kokoh. Nilai absolut adalah tersebut adalah kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang akan mengantarkan kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat secara individual dan sosial.



Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :


1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.



Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.


K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :


1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.


Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.


2. kumpulan asas atau nilai moral.


Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik


3. ilmu tentang yang baik atau buruk.


Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.


PENGERTIAN MORAL


Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.


‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.


Pengertian Etiket


Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :


1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.


2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.


Perbedaan Etiket dengan Etika


K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :


1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.


Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.


2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.


Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.


3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.


Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.


4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.


Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Pengertian Etika, Moral dan Etiket
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.

Kerangka dasar Islam

A.Kerangka Dasar Agama Islam
Dengan mengikuti sistematik Iman, Islam dan Ihsan yang berasal dari Nabi Muhammad, dapat dikemukakan bahwa kerangka dasar agama Islam terdiri atas:
1.      Akidah
2.      Syari’ah
3.      Akhlak
Yang dimaksud dengan akidah, menurut ilmu tentang asal usul kata (etimologi) adalah ikatan, sangkutan.  Sedangkan menurut ilmu tentang definisi (terminologi) adalah iman, keyakinan. Karena itu, akidah selalu ditautkan dengan Rukun Iman yang merupakan asas seluruh ajaran Islam.
Yang dimaksud dengan syri’ah menurut etimologi, adalah jalan yang harus ditempuh. Menurut peristilahan, syari’ah adalah system norma (kaidah) Illahi yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, mengenai hubungan manusia dengan sesama manusia dalam kehidupan social, hubungan manusia dengan benda dan alam lingkungan hidupnya. Kaidah yang mengatur hubungan langsung manusia dengan Allah disebut kaidah ibadah atau kaidah ubudiah yang disebut juga kaidah ibadah murni, kaidah yang mengatur hubungan manusia selain dengan Allah disebut kaidah mu’amalah. Disiplin ilmu yang membahas dan menjelaskan syari’ah disebut ilmu fikih.
Yang dimaksud dengan akhlak adalah sikap yang menimbulkan prilaku baik dan buruk. Berasal dari kata khuluk yang berarti perangai, sikap, perilaku, watak, budi pekerti.

B. Agama Islam Dan Ajarannya: Ilmu-ilmu KEISLAMAN
Hubungan agama Islam dengan Ilmu – ilmu keislaman yang menjelaskan atau mengembangkan agama Islam menjadi ajaran Islam.
1. Akidah Islam
Akidah perlu diperinci lebih lanjut dengan ilmu kalam, yang mana mempunyai beberapa aliran, yaitu:
a.       Kharijiyah, sebagai kelompok disebut khawarij yakni segolongan umat Islam yang semula pengikut Ali bin Abi Thalib, kemudian keluar dan memisahkan diri dari Ali karena todak setuju kepada sikap Ali terhadap Mu’awiyah dalam menyelesaikan perselisihan (politik) mereka dengan berunding yang kemudian dilanjutkan dengan arbitrasi (perwasitan atau tahkim).
b.      Murji’ah berpendapat bahwa dosa besar yang dilakukan seorang mukmin, tidaklah menyebabkan orang itu keluar dari agama Islam, kecuali ia musyrik.
c.       Syi’ah terdiri dari 3 aliran, yaitu: Itsna ‘Asyariyah, Sab’iyah dan Zaidiyah. Berpendapat bahwa hanya Ali bin Abi Thalib serta keturunannya yang berhak menjadi khalifah.
d.      Jabariyah, berpendapat bahwa manusi terpaksa/dipaksa melakukan sesuatu yang telah ditentukan Allah, manusia tidak mempunyai ikhtiar, kemauan dan kekuasaan untuk menentukan pilihan sendiri mengenai perbuatannya.
e.       Qadariyah, berpendapat bahwa manusia mempunyai qadar (kuasa) untuk menentukan segala perbuatannya.
f.        Muktazilah, mempergunakan akal manusia dalam menjelaskan keyakinan agama.
g.       Ahlussunnah wal jama’ah (sunni), berpegang teguh pada sunah nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya mengenai akidah.
h.       Ahmadiyah, terbagi menjadi 2 aliran, yaitu: Ahmadiyah Qadiyan dan Ahmadiyah Lahore.
i.         Salafiyah, berpegang teguh pada teks yang tertulis dalam Al-Qur’an mengenai akidah, tanpa mencampurkannya dengan filsafat.
2. Syari’ah
Syari’ah mempunyai dua jalur, yaitu:
1.      Jalur vertikal, ditempuh dengan mengikuti kaidah ibadah murni. Mengenai ibadah, yaitu cara dan tata manusia berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh ditambah – tambah atu dikurangi. Ketentuannya diatur oleh Allah sendiri dan dijelaskan secara rinci oleh Rasulnya, karena sifatnya yang tertutup tersebut, dalam ibadah diberlakukan asas umum yaitu pada dasarnya semua perbuatan dilarang dilakukan, kecuali mengenai perbuatan yang dengan tegas  disuruh Allah seperti dicontohkan Rasulnya. Misalnya Shalat, zakat, puasa dan haji.
2.      Jalur horizontal , ditempuh dengan mengikuti kaidah – kaidah mu’amalah. Tentang kaidah mu’amalah, hanya pokok – pokoknya saja yang ditentukan dalam Al-Qur’an dan hadist. Perinciannya terbuka bagi akal manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Karena sifatnya yang terbuka tersebut, dalam bidang mu’amalah berlaku asas umum yaitu pada dasarnya semua perbuatan boleh dilakukan, kecuali mengenai perbuatan tersebut ada larangan dalam Al-Qur’an dan al- Hadits.
Jika kita bandingkan aliran – aliran hokum yang berkembang dikalangan sunni dan syi’ah, ada beberapa hal menarik yang perlu dicatat, yaitu:
1.      dikalangan syi’ah pintu jihad mengenai hokum tidak pernah ditutup.
2.      peranan imam sebagai hokum fikih dikalangan syi’ah sangat dominan dan putusan dipatuhi oleh para pengikutnya.
3.      masyarakatnya menarik garis keturunan secara bilateral. Cara menarik garis keturunan ini menentukan kedudukan para ahli waris dalam pembagian warisan.
4. Akhlak
Ilmu yang mempelajari ajaran akhlak yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadist disebut juga ilmu tasawuf dan ilmu akhlak. Ilmu tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan tata cara pengembangan rohani manusi dalam rangka usaha mencari dan mendekatkan diri kepada Allah.
Mengenai sikap terhadap sesama mahluk dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sikap terhadap sesama manusia.
2. Sikap terhadap makhluk yang bukan manusia.
Sikap terhadap sesama manusia disebut akhlak. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk pada sikap dan perilaku manusia serta segala sesuatu yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan yang seyogyanya diperlihatkan manusia terhadap manusia lain, dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya. Sumber akhlak Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai agam dan ajaran mempunyai system sendiri yang bagian – bagiannya saling bekerja sama untuk mencapai tujuan. Intinya adalah tauhid yang berkembang melalui akidah. Dari akidah mengalir syari’ah dan akhlak islam. Melalui syari’ah dan akhlak dikembangkan sistem – system Islam dalam lembaga keluarga, masyarakat, pendidikan, hokum, ekonomi, budaya, filsafat dan sebagainya.

C. Tasawuf, Filsafat, Politik dan Pembangunan
1. Tasawuf, berasal dari kata suf, yang berarti bulu domba kasar, disebut demikian karena orang yang memekainya disebut orang sufi/mutasawif, hidup dalam kemiskinan dan kesederhanaan.
Sulit mendefinisikan tasawuf secara lengkap, menurut Anne Marie Schimmel, karena orang hanya dapat menyentuh salah satu sudutnya saja, seperti definisi tasawuf diatas.
Menurut Taftazani, pengamat dan peneliti tasawuf, dalam bukunya pengantar ke Tasawuf Islam, ada lima cirri tasawuf Islam:
memiliki nilai – nilai moral.
a. memiliki nilai – nilai moral.
b. pemenuhan fana (sirna, lenyap)dalam realitas mutlak
c. pengetahuan intuitif (berdasarkan bisikan hati) langsung.
d. timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karinia Allah dalam diri sufi karena tercapainya        maqamat (beberapa tingkatan perhentian) dalam perjalanan sufi mendekati Allah.
e. penggunaan lambing – lambing pengungkapan (perasaan) yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.
Terdapat Zahid dalam tasawuf,  yaitu mereka mengembangkan rasa takut kepada Tuhan dan azabnya, yaitu:
a. Sikap zuhud, sikap tidak tertarik pada kesenangan duniawi.
b. Sikap Wara, sikap yang hanya mau mengambil yang halal, pantang mengambil yang diragukan / haram.
c. Sikap Qana’qh, sikap merasa cukup dengan rezki yang halal betapapun sedikitnya.
d. Sikap ingat selalu pada-Nya
e. Sikap kusyuk dan tekun beribadat (shalat, puasa, zikir) dan lain – lainnya.
Dengan demikian arti khas yang dapat menambah muatan kata tasawuf adalah mengolah sikap dan perasaan keragaman dalam mencapai kehidupan yang diridhoi.

2. Filsafat, berasal dari bahasa arab yang berarti falsafah yang diturunkan dari bahasa Yunani Philosophia, artinya cinta kepada pengetahuan atau cinta pada kebenaran. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, karena, asal dan hukumnya.
Filsafat adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang suatu obyek. Obyek pemikiran kefilsafatan adalah segala yang ada, yaitu Tuhan, manusia dan alam. Filsafat Islam adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang aspek-aspek agama ajaran Islam.
Al-Qur’an seja semula telah memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya. Akal adalah potensi luar biasa yang dianugrahkan Allah kepada manusia, karena dengan akalnya manusia memperoleh pengetahuan tentang berbagai hal, dapat membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mengetahui rahasia hidup dan kehidupan dan seterusnya. Oleh karena itu agama dan ajaran Islam memberikan tempat yang tertinggi kepada akal, karena akal dapat digunakan memehami agama dan ajaran Islam sebaik – baiknya dan seluas – luasnya.
3. Politik, didalam Islam kekuasaan politik kait mengait al-hukm. Perkataan al-hukn dan kata – kata yang terbentuk dari kata tersebut dipergunakan 210 kali dalam Al-Qur’an. Dalam bahasa Indonesia, perkataan al-hukm yang telah dialih bahasakan menjadi hokum intinya adalah peraturan, undang – undang, patokan atau kaidah dan keputusan atau vonis (pengadilan). Sedangkan dalam bahasa Arab, dapat dipergunakan dalam arti perbuatan atau sifat jadi sebagai perbuatan hokum bermakna mambuat atau menjalankan keputusan, dikaitkan dengan kehidupan bermasyarakat, arti perbuatan dalam hubungan ioni adalah kebijaksanaan. Disini jelas terlihat hubungan al-hukm dengan konsep atau unsur politik.
Wujud kekuasaan politik menurut agama dan ajaran Islam adalah sebuah system politik yang diselenggarakan menurut hukum Allah yang terkandung dalam Al-Qur’an.

4. Pembaharuan, dalam Islam adalah upaya atau aktifitas, baik pemikiran maupun gerakan untuk mengubah pemahaman atau keadaan kehidupan umat Islam dari keadaan atau kehidupan baru yang hendak diwujudkan. Disini yang diperbaharui bukanlah agama yang merupakan ajaran dasar Islam, tetapi pemahaman tentang agama yang merupakan ajaran fundamental Islam itu.
Disamping tajdid tentang pemahaman agama, pembaharuan juga dilakukan terhadap kehidupan dan penghidupan umat Islam. Dapat dilihat pada firman Allah bahwasannya pembaharuan menuju kebaikan itu dibenarkan oleh Allah, yaitu dalam Al-Qur’an, surat Hud (11) ayat 117 yang artinya “dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri – negeri secara zalim, sedangkan penduduknya orang – orang yang berbuat kebaikan.”
Dilihat dari sudut waktu, pembaharuan dalam Islam dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap tertama berlangsung sebelum periode modern (sebelum abad XIX M), tahap kedua berlangsung selama periode modern yaitu mulai awal abad XIX M sampai sekarang.
Perbedaan antara pembaharuan sebelum perbedaan modern mengambil bentuk memurnikan kehidupan umat agar sesuai dengan kehidupan yang dipraktekan oleh Nabi Muhammad SAW dan generasi salaf (pendahulu). Sedangkan pembaharuan yang dilakukan oleh generasi modern tidak demikian halnya disini D. Akidah, Syari’ah, Akhlak dan Berbagai Aspek Lain Ajaran Islam umat Islam merasa ditantang untuk segera melakukan pembaharuan, agar berubah menjadi umat manusiayang maju adan kuat tanpa melanggar, menyimpang, atau meninggalkan Al-Qur’an dan al-Hadits yang memuat sunnah Rasulullah,
D. Akidah Syari’ah, Akhlak dan Berbagai Aspek Lain Ajaran Islam
Islam sebagai agama akhir yang tetap mutakhir, mempunyai system sendiri yang bagian – bagiannya saling berhubungan dan bekerja sama untuk mencapai tujuan. Intinya adalah tauhid yang berkembang melalui akidah, syari’ah dan akhlak melahirkan berbagai aspek ajaran Islam.
Yang diberikan agama Islam kepada manusia adalah:
1.pegangan hidup/akidah
2. jalan hidup/syari’ah
3.sikap hidup yang mengarahkan perbuatan/akhlak
ketiga – tiganya merupakan ilmu Ilahi yang bersifat abadi yang menjadi sumber insani yang tidak abadi dalam semua disiplin ilmu.

1. Pendidikan
Adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain / memindahkan nilai dan normayang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat.
Yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insane dan bertaqwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya. Didunia ini baik sebagai abdi maupun khalifahnyanya dibumi.
Dalam konfrensi pendidikan di Mekkah, tujuan pendidikan Islam adalah untuk membina insane yang beriman dan bertaqwa yang mengabdidirinya hanya kepada Allah membina serta memelihara alam sesuai dengan syari’ah serta memanfaatkannya dengan akidah dan akhlak.

2. Masyarakat
Masyarakat Islam adalah pergaulan hidup manusia yang berinteraksi terus menerus menurut system nilai/norma tertentu yang terikat pada identitas bersama : Islam.
Ciri pokok masyarakat Islami:
- persaudaraan.
- Persamaan.
- Toleransi/tasamuh
- Amar ma’ruf nahi mungkar.
- Musyawarah
- Keadilan dan menegakan keadilan.
- Keseimbangan.

3. Ekonomi
Yang dimaksud dengan system ekonomi Islam adalah system ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi yang menjadi pedoman kerjanya, dipengaruhi atau dibatasi oleh ajaran – ajaran Islam.
Sumber daya alam yang disediakan Tuhan itu harus diolah oleh tenaga dan akal manusia melalui prinsip – prinsip ekonomi. Usaha manusia untuk mengolah sumber daya alam terikat kepada beberapa syarat, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an:
1.Tidak boleh melampaui batas sehingga membahayakan kesehatan dan kesejahteraan manusia lahir dan batin (QS. 7:31).
2. Hasilnya tidak boleh ditimbun, yanpa dimanfaatkan untuk kepentingan sesama manusia (QS. 9:34).
3. Tidak boleh dilakukan dengan cara yang batil atau curang, antara lain dengan:
a.       mencuri (QS. 5:38)
b.      penipuan (QS. 6:52)
c.       melanggar janji atau sumpah (QS. 16:94)
d.      melakukan perbuatan – perbuatan lain yang bertujuan mengambil harta orang lain tanpa izin, diluar pengetahuan dan kemauan yang berhak.
4. Selalu ingat kepada orang – orang miskin, karena dalam kekayaan dan pendapatan seseorang ada hak orang – orang miskin dalam bagian zakat.
Dalam system ekonomi Islam , nilai – nilai yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dirumuskan menjadi norma melalui ijtihad orang – orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad dan dipraktekan dalam masyarakat.

AKHLAK DALAM ISLAM

Konsep Akhlak

Walaupun manusia boleh dipisahkan daripada bidang ilmu atau pemikiran, bahkan juga boleh dipisahkan daripada agama dan kepercayaan, tetapi tidak boleh dipisahkan dengan akhlak atau moral. Ini kerana setiap perbuatan, amalan atau tindakan yang diambil tidak terlepas atau terkeluar daripada lingkungan hukuman sama ada terhadap dirinya atau orang lain ataupun benda lain iaitu adakah baik atau tidak segala tindakan tersebut. Jika baik jawapannya perkara itu akan dilakukan tetapi jika jahat perkara itu akan ditinggalkan. Itulah akhlak yang baik. Tetapi jika sebaliknya yang dilakukan itulah akhlak yang buruk.
Dari sini ternyata kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia sehingga di kalangan orang yang tidak bermoral mereka merasakan perlu adanya suatu akhlak yang diakui bersama oleh mereka supaya dapat mengatur kehidupan yang lebih baik menurut pandangan mereka.
Islam merangkumi aqidah, dan syariat itu mengandungi roh akhlak. Akhlak adalah roh kepada risalah Islam sementara syariat adalah lembaga jelmaan daripada roh tersebut. Ini bererti Islam tanpa akhlak seperti rangka yang tidak mempunyai isi, atau jasad yang tidak bernyawa. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Islam itu akhlak yang baik". Begitu juga sabda Baginda yang bermaksud : "Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya selain daripada akhlak yang mulia."

Pengertian Akhlak

Akhlak dari segi bahasa : berasal daripada perkataan 'khulq' yang bererti perilaku, perangai atau tabiat. Maksud ni terkandung dalam kata-kata Aisyah berkaitan akhlak Rasulullah saw yang bermaksud : "Akhlaknya (Rasulullah) adalah al-Quran." Akhlak Rasulullah yang dimaksudkan di dalam kata-kata di atas ialah kepercayaan, keyakinan, pegangan, sikap dan tingkah laku Rasulullah saw yang semuanya merupakan pelaksanaan ajaran al-Quran.
Akhlak dari segi istilah : Menurut Imam al-Ghazali, "Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan terlebih dahulu."
Menurut Ibnu Maskawih, "Akhlak ialah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa pertimbangan akal fikiran terlebih dahulu."
Menurut Profesor Dr Ahmad Amin, "Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan dan ia akan menjadi kebiasaan yang mudah dilakukan."
Daripada definisi tersebut dapat kita fahami bahawa akhlak merupakan suatu perlakuan yang tetap sifatnya di dalam jiwa seseorang yang tidak memerlukan daya pemikiran di dalam melakukan sesuatu tindakan.

Perbedaan Akhlak, Moral dan Etika

Yang dimaksudkan dengan akhlak secara umum ialah sistem atau tingkah laku manusia yang bersumberkan kepada asas wahyu atau syarak. Sementara yang dimaksudkan dengan etika ialah sistem tingkah laku manusia yang selain daripada wahyu, tegasnya yang bersumberkan falsafah. Kata etika berasal daripada bahasa Inggeris "Ethic" dan bahasa Greek "Ethos" yang membawa maksud nilai-nilai atau perkara yang berkaitan dengan sikap yang menentukan tingkah laku sesuatu golongan.
Kata moral pula ialah tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika. Tingkah laku yang telah ditentukan oleh etika sama ada baik atau jahat dinamakan moral. Moral ini terbahagi kepada dua iaitu baik dan jahat. Yang baik ialah segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik. Danyang jahat ialah tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai jahat.

Perbedaan Antara Akhlak dan Moral dan Etika

i) Akhlak merupakan satu sistem yang menilai tindakan zahir dan batin manusia manakala moral ialah satu sistem yang menilai tindakan zahir manusia sahaja.
ii) Akhlak mencakup pemikiran, perasaan dan niat di hati manusia dalam hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk lain manakala moral mencakupi pemikiran, perasaan dan niat di hati manusia dalam hubungan manusia dengan manusia sahaja.
iii) Nilai-nilai akhlak ditentukan oleh Allah swt melalui al-Quran dan tunjuk ajar oleh Rasulullah saw manakala moral ditentukan oleh manusia.
iv) Nilai-nilai akhlak bersifat mutlak, sempurna dan tetap manakala nilai-nilai moral bersifat relatif, subjektif dan sementara.

Contoh-contoh Perbedaan Antara Akhlak dan Moral

1. Pakaian : Menurut Islam pakaian bagi seseorang muslim mestilah menutup aurat. Seandainya mereka tidak menutup aurat maka ia telah dianggap sebagai orang yang tidak berakhlak kerana telah melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah swt. Berbeza dengan moral, jika seseorang itu mendedahkan aurat tetapi masih mempunyai perlakuan yang baik, maka mereka masih dianggap bermoral oleh sesetengah pihak.
2. Pergaulan bebas antara lelaki dan perempuan : Fenomena seumpama ini sudah menjadi suatu lumrah bai masyarakat di Barat dan masyarakat kita. Berdasarkan penilaian Barat perkara ini masih dianggap bermoral, sebaliknya jika dilihat dari sudut akhlak Islam, perlakuan sedemikian sudah dianggap tidak berakhlak.
3. Bersalaman : Bersalaman di antara lelaki dan perempuan yang bukan mahramnya adalah haram menurut Islam walaupun tujuannya untuk merapatkan hubungan. Tetapi perkara ini dibolehkan dalam sistem moral.

Skop Akhlak Islam

Skop akhlak Islam adalah luas merangkumi segenap perkara yang berkaitan dengan kehidupan manusia sama ada hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan makhluk lain.
a) Akhlak dengan Allah : Antara ciri-ciri penting akhlak manusia dengan Allah swt ialah :
  • Beriman kepada Allah : iaitu mengakui, mempercayai dan meyakini bahawa Allah itu wujud serta beriman dengan rukun-rukunnya dan melaksanakan tuntutan-tuntutan di samping meninggalkan sebarang sifat atau bentuk syirik terhadapnya.
  • Beribadah atau mengabdikan diri, tunduk, taat dan patuh kepada Allah : iaitu melaksanakan segala perintah dan meninggalkan segala larangannya dengan ikhlas semata-mata kerana Allah swt.
  • Sentiasa bertaubat dengan tuhannya : iaitu apabila seseorang mukmin itu terlupa atau jatuh kepada kecuaian dan kesilapan yang tidak seharusnya berlaku lalu ia segera sedar dan insaf lalu meminta taubat atas kecuaiannya.
  • Mencari keredhaan Tuhannya : iaitu sentiasa mengharapkan Allah dalam segala usaha dan amalannya. Segala gerak geri hidupnya hanyalah untuk mencapai keredhaan Allah dan bukannya mengharapkan keredhaan manusia walaupun kadang kala terpaksa membuat sesuatu kerja yang menyebabkan kemarahan manusia.
  • Melaksanakan perkara-perkara yang wajib, fardhu dan nawafil.
  • Redha menerima Qadha' dan Qadar Allah : Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Apabila mendapat kesenangan dia bersyukur dan apabila dia ditimpa kesusahan dia bersabar maka menjadilah baik baginya."

b) Akhlak dengan manusia :
  • Akhlak dengan Rasulullah : iaitu beriman dengan penuh keyakinan bahawa nabi Muhammad saw adalah benar-benar nabi dan Rasul Allah yang menyampaikan risalah kepada seluruh manusia dan mengamalkan sunnah yang baik yang berbentuk suruhan ataupun larangan.
  • Akhlak dengan ibubapa : iaitu berbuat baik (berbakti) ke pada ibu bapa. Berbuat baik di sini mengandungi erti meliputi dari segi perbuatan, perkataan dan tingkah laku. Contohnya berkata dengan sopan dan hormat, merendahkan diri, berdoa untuk keduanya dan menjaga keperluan hidupnya apabila mereka telah uzur dan sebagainya. Firman Allah swt yang bermaksud : " Kami perintahkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapa."
  • Akhlak dengan guru : Maksud dari sebuah hadith Nabi saw: "Muliakanlah orang yang kamu belajar daripadanya." Setiap murid dikehendaki memuliakan dan menghormati gurunya kerana peranan guru mengajarkan sesuatu ilmu yang merupakan perkara penting di mana dengan ilmu tersebut manusia dapat menduduki tempat yang mulia dan terhormat dan dapat mengatasi berbagai kesulitan hidup sama ada kehidupan di dunia ataupun di akhirat.
  • Akhlak kepada jiran tetangga : Umat Islam dituntut supaya berbuat baik terhadap jiran tetangga. Contohnya tidak menyusahkan atau mengganggu mereka seperti membunyikan radio kuat-kuat, tidak membuang sampah di muka rumah jiran, tidak menyakiti hati mereka dengan perkataan-perkataan kasar atau tidak sopan dan sebagainya. Malah berbuat baik terhadap jiran tetangga dalam pengertiannya itu dapat memberikan sesuatu pemberian kepada mereka sama ada sokongan moral atau material.
  • Akhlak suami isteri : Firman Allah swt yang bermaksud : "Dan gaulilah olehmu isteri-isteri itu dengan baik."
  • Akhlak dengan anak-anak : Islam menetapkan peraturan terhadap anak-anak. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Kanak-kanak lelaki disembelih aqiqahnya pada hari ketujuh dari kelahirannya dan diberi nama dengan baik-baik dan dihindarkan ia daripada perkara-perkara yang memudharatkan. Apabila berusia enam tahun hendaklah diberi pengajaran dan pendidikan akhlak yang baik."
  • Akhlak dengan kaum kerabat : Firman Allah yang bermaksud : "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat."

c) Akhlak terhadap makhluk selain manusia :
  • Malaikat :Akhlak Islam menuntut seseorang muslim supaya menghormati para malaikat dengan menutup kemaluan walaupun bersendirian dan tidak ada orang lain yang melihat.
  • Jin : Adab terhadap golongan jin antaranya Rasulullah melarang membuang hadas kecil di dalam lubang-lubang di bumi kerana ia adalah kediaman jin. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Jangan kamu beristinjak dengan tahi kering dan jangan pula dengan tulang-tulang kerana sesungguhnya tulang-tulang itu adalah makanan saudara kamu dari kalangan jin."
  • Haiwan ternakan : Haiwan yang digunakan untuk membuat kerja, maka tidak boleh mereka dibebani di luar kesanggupan mereka atau dianiaya atau disakiti. Malah ketika hendak menyembelih untuk dimakan sekalipun, maka hendaklah penyembelihan dilakukan dengan cara yang paling baik iaitu dengan menggunakan pisau yang tajam, tidak mengasah pisau di hadapan haiwan tersebut atau menyembelih haiwan di samping haiwan-haiwan yang lain.
  • Haiwan bukan ternakan : tidak menganiayai haiwan-haiwan bukan ternakan seperti mencederakannya dengan menggunakan batu dan sebagainya.
  • Alam : Manusia diperintahkan untuk memakmurkan sumber-sumber alam demi kebaikan bersama. Islam menetapkan bahawa alam ini tidak boleh dicemari dengan kekotoran yang boleh merosakkan kehidupan manusia dan kehidupan lainnya.

Sumber Akhlak Islam

Dalam Islam akhlak adalah bersumber dari dua sumber yang utama iaitu al-Quran dan al-Sunnah. Ini ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam sepotong hadith yang bermaksud : "Sesungguhnya aku diutuskan hanya semata-mata untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
Allah swt telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt yang bermaksud : "Sesungguhnya engkau seorang memiliki peribadi yang agung (mulia)."

Kedudukan Akhlak dalam Islam

Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama Islam. Antaranya :
  • Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Sesungguhnya aku diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." Pernyataan Rasulullah itu menunjukkan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam.
  • Akhlak menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang mana akhlak yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik. Begitulah juga sebaliknya. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Tiada sesuatu yang lebih berat dalam daun timbangan melainkan akhlak yang baik."
  • Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya."
  • Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh merosakkan pahala. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : "Akhlak yang baik mencairkan dosa seperti air mencairkan ais (salji) dan akhlak merosakkan amalan seperti cuka merosakkan madu."
  • Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran, firman Allah swt yang bermaksud : "Sesungguhnya engkau seorang yang memiliki peribadi yang agung )mulia)." Pujian allah swt terhadap RasulNya dengan akhlak yang mulia menunjukkan betapa besar dan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam. Banak lagi ayat-ayat dan hadith-hadith Rasulullah saw yang menunjukkan ketinggian kedudukan akhlak dan menggalakkan kita supaya berusaha menghiasi jiwa kita dengan akhlak yang mulia.
  • Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah hadith diterangkan bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw : "Wahai Rasulullah, apakah itu agama?" Rasulullah menjawab : "Akhlak yang baik."
  • Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya akhlak yang buruk menyebabkan seseorang itu jauh dari syurga. Sebuah hadith menerangkan bahawa, "Si fulan pada siang harinya berpuasa dan pada malamnya bersembahyang sedangkan akhlaknya buruk, menganggu jiran tetangganya dengan perkataannya. Baginda bersabda : tidak ada kebaikan dalam ibadahnya, dia adalah ahli neraka."
  • Salah satu rukun agama Islam ialah Ihsan, iaitu merupakan asas akhlak seseorang muslim. Ihsan iaitu beribadat kepada allah seolah-olah kita melihatNya kerana walauun kita tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihat kita.

Kepentingan Akhlak dalam Kehidupan Manusia

Akhlak merupakan garis pemisah antara yang berakhlak dengan orang yang tidak berakhlak. Akhlak juga merupakan roh Islam yang mana agama tanpa akhlak samalah seperti jasad yang tidak bernyawa. Oleh itu salah satu misi yang dibawa oleh Rasulullah saw ialah membina kembali akhlak manusia yang telah runtuh sejak zaman para nabi yang terdahulu ekoran penyembahan berhala oleh pengikutnya yang telah menyeleweng.
Hal ini juga berlaku pada zaman jahiliyyah yang mana akhlak manusia telah runtuh berpunca daripada mewarisi perangai umat yang terdahulu dengan tradisi meminum arak, membuang anak, membunuh, melakukan kezaliman sesuka hati, menindas, suka memulau kaum yang rendah martabatnya dan sebagainya. Dengan itu mereka sebenarnya tidak berakhlak dan tidak ada bezanya dengan manusia yang tidak beragama.
Akhlak juga merupakan nilai yang menjamin keselamatan daripada api neraka. Islam menganggap mereka yang tidak berakhlak tempatnya dia dalam neraka. Umpamanya seseorang itu melakukan maksiat, menderhaka kepada ibu bapa, melakukan kezaliman dan sebagainya, sudah pasti Allah akan menolak mereka daripada menjadi ahli syurga.
Selain itu, akhlak juga merupakan ciri-ciri kelebihan di antara manusia kerana ianya lambang kesempurnaan iman, ketinggian taqwa dan kealiman seseorang manusia yang berakal. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda yang bermaksud : "Orang yang sempurna imannya ialah mereka yang paling baik akhlaknya."
Kekalnya sesuatu ummah juga kerana kukuhnya akhlak dan begitulah juga runtuhnya sesuatu ummah itu kerana lemahnya akhlaknya. Hakikat kenyataan di atas dijelaskan dalam kisah-kisah sejarah dan tamadun manusia melalui al-Quran seperti kisah kaum Lut, Samud, kaum nabi Ibrahim, Bani Israel dan lain-lain. Ummah yang berakhlak tinggi dan sentiasa berada di bawah keredhaan dan perlindungan Allah ialah ummah yang seperti di Madinah pada zaman Rasulullah saw.
Ketiadaan akhlak yang baik pada diri individu atau masyarakat akan menyebabkan berlaku pelbagai krisis dalaman dan luaran seperti krisis nilai diri, keruntuhan rumahtangga, masyarakat belia yang mundur dan boleh membawa kepada kehancuran sesebuah negara. Presiden Perancis ketika memerintah Perancis dulu pernah berkata : "Kekalahan Perancis di tangan tentera Jerman disebabkan tenteranya runtuh moral dan akhlak."
Pencerminan diri seseorang sering digambarkan melalui tingkah laku atau akhlak yang ditunjukkan. Malahan akhlak merupakan perhiasan diri bagi seseorang sebagaimana aqidah merupakan tunjang agama, syariat merupakan cabang dan rantingnya manakala akhlak adalah yang mewarnai seperti bunga-bungaan yang menyerikan hiasan pokok tersebut.
Akhlak tidak dapat dibeli atau dinilai dengan wang ringgit Ia wujud di dalam diri seseorang hasil daripada didikan kedua ibu bapa atau penjaga serta pengaruh dari masyarakat sekeliling mereka. Jika sejak kecil kita didedahkan dengan akhlak yang mulia, maka secara tidak langsung ia akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari hinggalah seterusnya.
Proses pembentukan sesebuah masyarakat adalah sama seperti membina sebuah bangunan. Kalau dalam pembinaan bangunan, asasnya disiapkan terlebih dahulu, begitu juga dengan membentuk masyarakat mesti dimulakan dengan pembinaan asasnya terlebih dahulu. Jika kukuh asas yang dibina maka tegaklah masyarakat itu. Jika lemah maka robohlah apa-apa sahaja yang dibina di atasnya.
Akhlak amat penting kerana merupakan asas yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika memulakan pembentukan masyarakat Islam. Sheikh Mohamad Abu  Zahrah dalam kitabnya Tanzim al-Islam Li al-Mujtama' menyatakan bahawa budi pekerti atau moral yang mulia adalah satu-satunya asas yang paling kuat untuk melahirkan manusia yang berhati bersih, ikhlas dalam hidup, amanah dalam tugas, cinta kepada kebaikan dan benci kepada kejahatan.

Ciri-ciri Akhlak Islam

1. Islam menyeru agar manusia menghiasi jiwa dengan akhlak yang baik dan menjauhkan diri dari akhlak yang buruk. Yang menjadi ukuran baik dan burukna adalah syarak, iaitu apa yang diperintahkan oleh syarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak itulah yang buruk.
2. Lingkungan skop akhlak Islam adalah luas meliputi segala perbuatan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk selain manusia.
3. Islam menghubungkan akhlak dengan keimanan. Orang yang paling sempurna keimanannya ialah orang yang paling baik akhlaknya.
4. Adanya konsep balasan dan ganjaran pahala atau syurga oleh Allah dan sebaliknya orang yang berakhlak buruk akan mendapat dosa atau disiksa dalam neraka.

Jalan-jalan Pembentukan Akhlak Mulia

Akhlak adalah sesuatu perilaku yang boleh diubah dan dibentuk, contohnya Saidina Umar al-Khattab, sebagaimana keadaan beliau semasa berada di zaman jahiliyyah berbanding keadaannya sesudah memeluk agama Islam. Dari sini dapat disimpulkan bahawa akhlak merupakan sesuatu yang semulajadi tetapi ianya perlu dibentuk. Terdapat beberapa cara untuk membentuk dan membina akhlak mulia. Antara cara-cara itu ialah melalui :

a) Pendidikan Iman sebagai Asas Akhlak
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk mencorak manusia menjadi seseorang yang beriman. Iman adalah asas kepada akhlak Islam. Tidak akan sempurna iman seseorang jika tidak disertai oleh akhlak yang baik. Contohnya dengan melaksanakan segala perintah Allah yang berupa ibadah kerana kesemua perintah Allah tersebut bertujuan untuk membersihkan diri dan menyuburkan jiwa manusia dengan sifat-sifat terpuji.
Lantaran itu setiap ayat al-Quran menyeru manusia berbuat baik dan mencegah manusia daripada melakukan perbuatan mungkar. Biasanya didahului dengan panggilan "Wahai orang-orang yang beriman" kemudian barulah diikuti dengan perintah atau larangan. Iman yang teguh tetap memerlukan akhlak yang teguh. Jika berlaku kemerosotan akhlak di kalangan manusia, puncanya adalah kelemahan iman dan tertakluk kepada kefasikan atau kejahatan yang dilakukan oleh seseorang.
Pendidikan iman bolehlah disimpulkan sebagai suatu pemulihan tenaga keimanan seseorang supaya dapat mempertahankan diri manusia daripada segala kerendahan dan keburukan serta dapat mendorong manusia ke arah kemuliaan.

b) Melalui Latihan dan Bimbingan Pendidik Berkualiti
Pendidikan yang diberikan itu hendaklah bermula dari rumah yang ditangani oleh ibu bapa. Selepas itu barulah berpindah ke peringkat sekolah hingga ke pusat pengajian tinggi bagi pendidikan berbentuk formal. Ibu bapa seharusnya mempunyai keperibadian dan akhlak yang mantap sebagai pendidik dan pembinbing seperti lemah lembut dalam pertuturan, pergaulan, sabar, lapang dada, istiqamah, berwawasan dan seumpamanya.

c) Mengambil Rasulullah saw Sebagai Contoh
Rasulullah adalah contoh teladan dan ikutan yang paling tepat bagi semua peringkat kehidupan. Bersesuaian dengan itu, Allah swt telah berfirman bahawa Nabi Muhammad saw diutuskan kepada manusia untuk menyempurnakan akhlak di kalangan mereka. Firman Allah yang bermaksud : "Demi sesungguhnya bagi kamu pada diri Rasulullah saw itu contoh ikutan yang baik bagi orang-orang yang sentiasa mengharapkan keredhaan Allah dan balasan baik di hari akhirat serta sentiasa menyebut dan memperingati Allah dalam masa senang dan susah." Contoh-contoh akhlak Rasulullah saw :
1. Akhlak Rasulullah saw dengan Allah swt
  • Mengabdikan diri setiap detik dan masa kepada Allah dengan penuh kepatuhan, ketaatan, kecintaan dan kesyukuran yang tidak berbelah bagi terhadap Allah di samping redha dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah kepadanya.
  • Melaksanakan kewajipan yang wajib atau difardhukan serta amalan-amalan sunat seperti bangun malam mengadakan Qiyamullail, berpuasa sunat, zikir, istighfar, doa, tasbih, tahmid dan sebagainya.
2. Akhlak Rasulullah saw dengan sesama manusia
  • Akhlak Rasulullah saw meliputi aspek kekeluargaan, soaial, ekonomi, politik dan sebagainya. Dari aspek kekeluargaan, Rasulullah saw berjaya mewujudkan suasana yang harmoni dan Rasulullah saw pernah bersabda : "Rumahku adalah syurgaku."
  • Rasulullah saw merupakan seorang yang bertanggungjawab, sentiasa memberi kasih sayang, berlemah lembut dan bertolak ansur terhadap semua ahli keluarganya.
  • Rasulullah saw juga selalu berbincang dengan para sahabat dan menghargai pandangan yang diberikan oleh mereka.
  • Begitu juga akhlak dan sikap Rasulullah saw terhadap orang bukan Islam iaitu menghormati mereka, bersopan santun dan memberi haknya kepada mereka terutama dari segi kejiranan. Contohnya kisah baginda dengan seorang wanita Yahudi (jirannya) yang akhirnya wanita Yahudi tersebut telah memeluk Islam atas keprihatinan, kesabaran dan kemuliaan akhlak yang ditonjolkan oleh Rasulullah saw.
3. Akhlak Rasulullah saw dengan makhluk lain.
  • Rasulullah saw begitu peka dan prihatin terhadap makhluk yang lain seperti haiwan, tumbuha-tumbuhan dan alam sekitar.
  • Rasulullah saw menasihati umatnya supaya berlaku ihsan kepada haiwan dan binatang ternakan serta tidak menzalimi atau menyiksa mereka. Demikian juga tumbuh-tumbuhan dan alam sekitar.

Faktor-faktor keruntuhan akhlak (Halangan dalam pembentukan akhlak)
a) Persekitaran
Faktor persekitaran banyak mempengaruhi pembentukan peribadi seseorang. Antaranya ialah :
  • Individu yang hidup dalam keluarga yang tidak mengamalkan cara hidup yang berakhlak, maka jiwanya akan terdidik dengan tingkah laku, tutur kata dan gaya hidup yang tidak baik.
  • Kehadiran teknologi canggih dalam media massa sama ada bercetak atau elektronik juga sedikit sebanyak memberi kesan dalam pembentukan akhlak seseorang iaitu melalui adegan-adegan ganas dan berunsur seks yang boleh merosakkan jiwa mereka.
  • Pengaruh rakan sebaya dan masyarakat sekeliling juga merupakan faktor yang membentuk keperibadian dan akhlak seperti tingkah laku, tutur kata dan cara bertindak.
  • Permasalahan keluarga yang melibatkan ibu bapa contohnya pergaduhan dan perceraian boleh membawa kepada permasalahan sosial seperti lari dari rumah, menyertai rakan sebaya mahupun kumpulan yang rosak akhlaknya sehingga membawa kepada pergaulan bebas, perzinaan, pengambilan dadah, pelacuran (bohsia) dan seumpamanya.
  • Budaya masyarakat yang cenderung ke arah liberalisme juga membawa masyarakat kini mudah terjeba dengan budaya rock, rap, lepak dan seumpamanya.

b) Nafsu
Nafsu adalah anugerah Allah swt kepada manusia dan nafsu juga adalah musuh sebati dengan diri manusia yang melaksanakan hasrat nafsu manusia. Manusia yang terlalu menurut kehendak nafsunya akan terdorong untuk melakukan keburukan. Seandainya nafsu tidak dapat dikawal, sudah asti boleh menghilangkan maruah diri, agama dan nilai budaya sesebuah masyarakat dan membawa kepada kemungkaran sebagaimana berlaku dalam masyarakat kini.

c) Syaitan
Satu lagi musuh ghaib yang sentiasa mendampingi manusia dengan memperalatkan nafsu manusia iaitu syaitan. Fungsi syaitan adalah sebagai agen perosak akhlak manusia berlaku sejak Nabi Adam a.s. dan berterusan hingga ke hari kiamat.
Kesimpulannya setiap manusia yang hidup terpaksa menghadapi ujian dan cubaan hidup dalam usaha melatih diri menjadi manusia yang berakhlak dan bersedia menghadapi segala rintangan.

Cara-cara mengatasi dan memperbaiki akhlak :
  • Menguatkan nilai-nilai aqidah dan keimanan dalam jiwa.
  • Mengawal pancaindera daripada melihat atau mendengar perkara-perkara yang membangkitkan atau menguatkan syahwat dan hawa nafsu yang menjadi punca segala sifat buruk dan keji.
  • Mempelajari huraian atau penjelasan al-Quran dan Hadith serta penafsirannya oleh para ulama mengenai akhlak terpuji untuk membersihkan jiwa.
  • Melatih diri membiasakan perbuatan-perbuatan baik seperti ibadah berupa solat, puasa dan lain-lain dan menjauhkan diri daripada segala perbuatan buruk dan keji.
  • Berkawan dan berjiran dengan orang-orang yang berakhlak mulia kerana kawan atau jiran memberi kesan atau pengaruh dalam pembinaan akhlak seseorang.
  • Mempelajari kehidupan para nabi, sahabat, ulama atau auliya dan menjadikan kehidupan mereka sebagai contoh teladan dalam kehidupan kita.
  • Dalam segala tindak tanduk kita hendaklah sentiasa mengikuti dan menggunakan akal fikiran dan janganlah mengikut perut dan hawa nafsu kita.
  • Sentiasa berdoa memohon bantuan Allah swt agar dilengkapkan diri dengan akhlak yang mulia dan mendapatkan perlindungan daripada perkara-perkara yang tidak diingini.

Sumber dan Dasar Pendidikan Akhlak
Akhlak dalam banyak bebudayaan selain Islam ditentukan oleh kondisi-kondisi setempat dan karenanya dapat berubah. Menurut W.G. Summer, “Dari berbagai kebutuhan yang berulang muncullah kebiasaan-kebiasaan individu dan adat istiadat kelompok, tetapi hasil-hasil ini merupakan konsekwensi yang tidak pernah disadari dan tidak diduga sebelumnya ataupun diharapkan”.
Akhlak dan adat istiadat Islami bukan hal tidak sadar. Mereka berasal dari dua sumber utama, yaitu al-Qur’an dan Sunnah, perbuatan, perkataan dan perintah tidak langsung kehendak Nabi, dan oleh karena itu, dalam pengertian yang sangat tepat merupakan wahyu Ilahi.
Kelahiran Islam di Semenanjung Arabia menandai datangnya suatu era, alam fikiran, dan pendidikan baru. Tujuan utama Islam, baik ditinjau dari aspek agama, risalah, maupun filsafat, ialah memberi manusia petunjuk dan pendidikan baru yang dasar, esensi, serta isinya berbeda dari pola-pola yang digunakan masyarakat Arab jahiliyah selama berabad-abad.
Islam tidak muncul di dalam ruang hampa, tetapi di tengah-tengah kondisi sosial yang penuh dengan pertentangan antar lapisan sosial, kejumudan berfikir dan kekacauan alam fikiran, terutama mengenai hubungan antara individu dan penciptanya. Kondisi tersebut berdampak pada tingkah laku sehari-hari individu serta aspek-aspek kehidupan material dan mental masyarkat jahiliyah. Dengan kata lain, Islam pada esensinya merupakan pendidikan baru bagi masyarakat jahiliyah. Pendidikan tersebut pada gilirannya membuat masyarakat Islam menjadi masyarakat terdidik yang secara sadar dengan fikiran terbuka, kebijaksanaan, dan pelajaran yang baik mampu melepaskan diri dari faktor-faktor penyebab keterbelakangan, kemudian berupaya membangun kebudayaan yang memberi landasan kekuatan dan kemajuan bagi diri mereka sendiri dan masyarakat sekitar.
Islam dengan dua sumber yaitu Al-Quran dan As-Sunnah yang menjadi pegangan dalam menentukan segala urusan dunia dan akhirat. Kedua sumber itulah yang menjadi sumber akhlak Islamiah. Prinsip-prinsip dan kaedah ilmu akhlak Islam semuanya didasarkan kepada wahyu yang bersifat mutlak dan tepat neraca timbangannya.
Apabila melihat pembahasan bidang akhlak Islamiah sebagai satu ilmu berdasarkan kepada dua sumber yang mutlak ini, dapatlah didefinisikan sebagai berikut:
”Satu ilmu yang membahas tatanilai, hukum-hukum dan prinsip-prinsip tertentu untuk mengenal sifat-sifat keutamaan untuk dihayati dan diamalkan dan mengenal sifat-sifat tercela untuk dijauhi dengan tujuan membersihkan jiwa berdasarkan wahyu Ilahi untuk mencapai keridhaan Allah swt”.
Akhlak juga dapat di rumuskan sebagai satu sifat atau sikap kepribadian yang melahirkan perbuatan manusia dalam usaha membentuk kehidupan yang sempurna berdasarkan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Allah. Swt.
Dengan kata lain, akhlak ialah suatu sistem yang menilai perbuatan lahir dan batin manusia baik secara individu, kelompok dan masyarakat. dalam interaksi antara manusia dengan Allah, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan hewan, dengan malaikat, dengan jin dan juga dengan alam sekitar.
Adapun konsep Islam tentang dasar pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:
1.        Pandangan Islam tentang hakikat pendidikan akhlak bersifat mendalam dan menyeluruh, tidak terikat pada pada suatu pandangan tertentu dan tidak bertentangan dengan teori atau filsafat pendidikan manapun.
2.        Dalam dasar akhlaki pendidikan Islam terlihat arah pandang yang komprehensif, mencakup semua aspek positif perkembangan integral: Intelektual, spiritual, fisik, dan aspek-aspek perkembangan lainnya.
3.        Konsep tersebut menghendaki penggunaan segala metode dan sarana pendidikan: tidak terpusat pada satu metode atau sarana tertentu, tidak pula mengutamakan sebagian atas sebagian yang lain.
            Sehubngan dengan akhlak Islami, Drs. Sahilun A. Nasir menyebutkan bahwa akhlak Islami berkisar pada:
1.        Tujuan hidup setiap Muslim, ialah menghambakan dirinya kepada Allah untuk mencapai keridhaan-Nya, hidup sejahtera lahir dan batin, dalam kehidupan masa kini dan masa yang akan datang.
2.        Dengan keyakinannya terhadap kebenaran wahyu Allah dan Sunnah Rasul-Nya, membawa konsekwensi logis, sebagai standar dan pedoman utama bagi setiap moral muslim. Ia memberi sangsi terhadap moral dalam kecintaan dan kekuatannya kepada Allah swt. tanpa perasaan adanya tekanan-tekanan dari luar.
3.        Keyakinannya akan hari kemudian/pembalasan, mendorong manusia berbuat baik dan berusaha menjadi manusia sebaik mungkin, dengan segala pengabdiannya kepada Allah.
4.        Islam bukan moral yang baru yang bertentangan dengan ajaran jiwa Islam, berasaskan dari al-Qur’an dan al-Hadits, diinterpretasikan oleh para ulama mujtahid.
5.        Ajaran akhlak Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan manusia berdasarkan asas kebaikan dan bebas dari segala kejahatan. Islam tidak hanya mengajarkan tetapi menegakannya, dengan janji dan sangsi Ilahi yang maha adil. Tuntunan moral sesuai dengan bisikan hati nurani, yang menurut kodratnya cenderung kepada kebaikan dan benci pada keburukan.

Karakteristik Masyarakat Islam Dalam Surat Al-Ahzab 7 Prinsip-prinsip Tegaknya Syari’at Islam 3 Mengikuti Apa Yang Telah Diwahyukan Kepada Nabi saw dan Bertawakkal Kepada Allah

Pada pembahasan sebelumnya telah kami jelaskan akan prinsip-prinsip tegaknya syariat Allah; Taqwa & tidak mengikuti & mentaati orang-orang kafir & munafik; baik ucapan, perbuatan & pendapat mereka.
Adapun prinsip ketiga sebagai syarat tegaknya syariat Islam adalah mengikuti apa yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw berupa Al-Quran & Sunnah nabi; baik perbuatan, ucapan & ketetapannya, karena Rasulullah saw sendiri, seperti yang difirmankan Allah : :
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
“Dan tidaklah dia berbicara dg hawa nafsu. Tidak lain kecuali berdasarkan wahyu yang diwahyukan (Allah)”.2 (An-Najm : 3-4),
Hal tersebut sesuai dg ayat kedua dari surat Al-Ahzab :
وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً
“Dan ikutlah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu lakukan”2. (Al-Ahzab : 2)
“Maksudnya adalah berbuatlah sesuai dg wahyu yang diturunkan kepadamu dari Quran & Sunnah, karena Allah Maha Mengetahui sagala yang tersembunyi, Maha Tahu dg detail hal-hal yang tersembunyi & tampak kemudian memberikan ganjaran melaluinya”.(1)
Nash diatas mengandung sentuhan yang sangat halus pd bentuk dlamir “Dan ikutlah apa-apa yang diwahtukan kepadamu”. Kata wahyu “kepadamu” menunjukkan pengkhususan, sumbernya “dari Tuhanmu”. Maka taat disini berbentuk khusus dg ketentuan yang telah diwahyukan melebihi ketentuan perintah yang bersumber dari pemilik perintah yang harus ditaati, yang menunujukkan kewajiban utk taat & patuh secara menyeluruh & totalitas tanpa dibumbui oleh keraguan, penyimpangan & kebimbangan, & juga mengisyaratkan kedudukan nabi saw sebagai pemegang amanah & pembawa risalah, karena itu disebutkan dalam bentuk “mudlari” yang menunjukkan perbuatan yang dilakukan saat ini & mendatang.(2)
“Ungkapan ayat yang menggunakan dzat yang Maha Tinggi “Ar-rububiyyah” –Min Rabbika- utk menujukkan akan keutamaan Allah & karunia-Nya dalam memilih seorang nabi & rasul, memuliakannya dg risalah & mengkhususkannaya melalui wahyu”.(3)
“Adapun khitab ayat dg bentuk mufrad2 –tunggal- -wattabi-2 & bentuk jama’2 pd kalimat setelahnya –bima tamalun-2 yang berarti mencakup umatnya, menunjukkan akan adanya wahyu yang diturunkan mencakup taklif2 kepada nabi & umatnya”.(4)
Sebagaimana juga menunjukkan alasan mengikuti wahyu & penekanan yang kuat bahwa Allah SWT Maha Mengetahui hembusan nafas & yang terbetik dalam hati, bagi siapa yang melanggar perintah Allah & larangan-Nya maka tidak bisa disembunyikan dihadapan-Nya & akan diberikan balasan oleh-Nya pd hari kiamat kelak.
Adapun prinsip terakhir yang tidak bisa lepas dari individu muslim dalam membangun masyarakat Islam adalah tawakkal kepada Allah dalam segala perkara. Seperti yang difirmankan Allah :
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً
“Dan bertawakkallah kepada Allah, & cukuplah Allah sebagai pelindung”2 (Al-Ahzab : 3)
“Maksudnya adalah serahkanlah segara urusanmu & perkaramu kepada Allah, & cukuplah dengan-Nya pelindung bagi siapa yang bertawakkal & bertaubat kepada-Nya.”(5)
Secara bahasa kata tawakkal2 berarti menampakkan kelemahan & bergantung kepada yang lainnya, / menyerahkan & mewakilkan segala urusan kepada-Nya, seperti ungkapan : seseorang bertawakkal kepada Allah berarti menyerahkan diri kepada-Nya.(6)
Adapaun secara istilah makna tawakkal2 adalah menyandarkan segala urusan & perkaranya kepada Dzat yang menguasai urusannya tersebut, seperti firman Allah
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
“Maka jika kamu telah berazam, bertawakkallah kepada Allah”,2(Ali Imran : 159)
Adapun kata al-wakil2 yang disebutkan dipenghujung ayat bermakna Dzat yang dijadikan sandaran yaitu Allah, seperti dalam firman-Nya yang lain :

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
“Cukuplah bagi kami Allah & sebaik-baik pelindung”. 2(Ali Imron : 173)(7)
Imam Al-Ghozali(8) dalam kitabnya menyatakan : “Tawakkal berasal dari kata Al-wakalah, seperti : dia mewakilkan urusannya kepada si Fulan, berarti menyerahkannya kepadanya & menggantungkan urusan kepadanya. Dan yang mewakilkannya disebut wakil2, sedangkan yang menyerahkan urusan tersebut disebut muttakilan alaih2 –orang yang meminta utk diwakilkan kepadanya- sekalipun dirinya merasa tenang, tsiqah, tidak merasa memiliki kekurangan & kelemahan. Maka tawakkal merupakan ungkapan ketergantungan hati kepada yang diwakilkannya”.(9)
Jadi tawakkal merupakan kerja yang dapat menenangkan hati & keimanan, & unsur pemantapan keyakinan individu muslim & jamaah muslimah.
Adapun hakikat tawakkal, para ulama berbeda pandangan. Imam Al-Qusyairy dalam kitabnya menyebutkan beberapa pengertian umat dari makna tawakkal, yaitu sebagai berikut :
1. Sebagian manusia menjadikan tawakkal sebagai pintu masuk menuju marifah & ilmu pengetahuan, yaitu ilmu jiwa dg perasaan cukup seorang hamba kepada Rabbnya.
2. Sebagian yang lainnya ada yang menjadikan tawakkal dg ketenangan jiwa & menahan gerak hati terhadap hal-hal yang tidak bermanfaat. Yaitu penyerahan diri kepada Tuhan seperti mayit dihadapan orang yang memandikannya, yang dapat membolak balikkan mayit sekehandaknya, sebagaimana juga harus meninggalkan pilihan lain & menyerahkan seluruhnya kepada Allah sesuai yang di Kehendaki.
3. Sebagian lainnya berpandangan bahwa tawakkal adalah tsiqah kepada Allah, tenteram & damai bersama-Nya.
4. Sebagian yang lain juga mengatakan bahwa tawakkal adalah menghilangkan rasa keraguan & menyerahkan segala urusan kepada Allah yang Maha memiliki kerajaan.
5. Sebagian lain mengatakan bahwa tawakkal adalah memutus hubungan kepada selain Allah.
6. Sebagian lain berpendapat bahwa tawakkal adalah menyamakan & puas terhadap yang ada disisimu, baik yang banyak ataupun sedikit.
7. Sebagian lain mengatakan bahwa tawakkal adalah menyerahkan urusan kepada Tuhan & ketentuan-Nya, / menyerahkan segala urusan kepada-Nya dalam segala hal.
8. Sebagaian lainnya ada yang mengatakan : Tawakkal ada tiga tingkatan : tawakkal, taslim (tunduk) & tafwidh (berserah diri). Orang yang bertawakkal akan mendapatkan ketenangan jiwa terhadap janji Allah, sementara yang menyerahkan dirinya kepada Allah merasa cukup dg ilmunya, & yang menyerahkan segala urusan kepada Allah akan ridla terhadap segala ketentuan-Nya. Tawakkal adalah permulaan, taslim adalah pertengahan & tafwidh penghabisan (tujuan). Tawakkal sifat orang yang beriman, taslim sifat para awliya sedangkan tafwidh sifat para monoteisme. Tawakkal sifat orang-orang awam, taslim sifat al-khowas sedangkan tafwidh sifat khasul khasah. Tawakkal sifat para anbiya, taslim sifat nabi Ibrahim & tafwidh sifat nabi Muhammad saw”(10)
Demikianlah pandangan & pendapat umat tentang tawakkal, mereka berusaha mendefinisikan makna tawakkal dg interaksi yang mereka lakukan utk menggapai pendekatan diri kepada Allah & berserah diri kepada-Nya.
Menurut penulis empat pendapat pertama menjadikan tawakkal sebagai tempat berserah diri secara penuh & menafikan adanya sebab, karena tidak sah tawakkal seseorang yang mengindahkan akan sebab. Karena tawakkal tidak bisa menafikan adanya sebab musabab jika tidak maka bathil tawakkalnya.
Adapun pendapat kelima & keenam, dari satu sisi dapat dibenarkan namun dari sisi lain tidak sah, karena mereka juga menjadikan adanya sebab akibat yang merupakan bagian dari tawakkal itu sendiri sehingga tawakkalnya menjadi cacat. Sementara itu meninggalkan sabab akibat yang dibolehkan merupakan bentuk yang terpuji. Adapun pendapat terakhir yang beranggapan bahwa tawakkal adalah menyandarkan diri pd yang diwakilkannya, padahal kadangkala seseorang menggantungkan dirinya pd yang dipercaya namun ada beberapa hal yang menjadi catatan atasnya & pertentangan. Jika hal itu diserahkan kembali kepadanya, maka dirinya akan rela & akan hilang pertentangan terhadap dirinya dg Dzatnya. Namun bagi mufawwidh2 berada diatasnya, karena dirinya mencari seseorang yang akan diserahkan utk dijadikan pengharapan utk bisa mengurus segala perkaranya. Dan hal tersebut merupakan keridlaan & pilihan, penyerahan & pengharapan. Karena itu tawakkal merupakan fase menuju taslim, sementara tawakkal & taslim merupakan tangga menuju tafwidh.(11)
Tawakkal juga merupakan ibadah utama dari ibadah-ibadah lainnya, akhlak yang mulia, memiliki kedudukan tertinggi di dalam agama & maqom yang mulia dari orang yang berkeyakinan, serta derajat yang tinggi bagi para muqarrabin2.
Allah & Rasul-Nya telah memerintahkan di dalam ayat-ayat-Nya & hadits-haditsnya akan taqwa, ada yang diturunkan pd masa Makkiyah, seperti firman Allah :
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
”Dan milik Allah makhluk ghaib yang ada dilangit & dibumi & kepada-Nyalah segala perkara kembai,maka sembahlah & bertawaakkallah hanya kepada-Nya,da Tuhanmu tidak lengah atas apa yang kamu kerjakan”2 (Hud : 123)
Dan firman Allah SWT :
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ
”Dan bertawakkallah kepada yang Maha Hidup & tidak Mati, bartasbih & bertahmid kepada-Nya”.2 (Al-Furqon : 58)
Dan firman Allah :
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ
”Maka bertawakkallah kepada Allah, karena sesungguhnya kamu berada dalam kebenaran yang nyata”.2 (An-Naml : 79)
Dan ada pula yang diturunkan pd masa madaniyyah2, seperti firman Allah :
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
”Maka jika kamu telah berazam, bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai orang yang bertawakkal”.2 (Ali Imran : 159)

فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً
”Maka palingkanlah –wajahmu- dari mereka & bertawakkallah kepada Allah & cukuplah Allah sebagai pelindung”.2 (An-Nisa : 81)

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan jika mereka membentang –sayapnya- utk berdamai, maka bentangkanlah –pula- untuknya & bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Dialah Allah Maha mendengar & Maha Mengetahui”.2 (Al-Anfal : 61)
Ayat-ayat diatas & ayat-ayat lainnya yang tidak disebutkan disini memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw utk senantiasa bertawakkal kepada Allah & menyerahkan segala urusannya kepada-Nya Yang Memiliki kerajaan langit & bumi, Yang Hidup & tidak pernah mati & lalai terhadap apa yang dilakukan hamba-Nya di dunia, baik yang dzahir & yang batin, siang & malam, yang tersembunyi ataupun yang terang-terangan, & Dialah Allah Yang Maha Tahu atas segala sesuatu.
Seakan tujuan diturunkannya ayat-ayat diatas memberikan hiburan kepada nabi & para pengikutnya, yang berjalan meniti jalan kebenaran, karena tidak layak bagi mereka utk takut kepada selain Allah, dituntut dalam berjalan pd rel dawah dg sungguh-sungguh. Adapun hasil yang akan dicapai seluruhnya diserahkan kepada Allah sebesar apapun permasalahnnya, karena mereka tidak akan ditanya hasil yang telah dicapai namun mereka tetap akan diberi ganjaran dari setiap perbuatan mereka.
Tawakkal adalah sifat akhlak para nabi semenjak zaman nabi Nuh AS hingga nabi Muhammad saw, Allah berfirman :
وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَى مَا آذَيْتُمُونَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ
“Dan kenapa kami tidak bertawakal kepada Allah, padahal Dialah yang telah memberikan hidayah kepada kami jalan-jalan kami & kami tetap bersabar atas siksaan yang ditimpakan kepada kami & hanya kepada Allah hendaknya orang-orang bertawakkal”. 2(Ibrahim : 12)
Imam Sayyid Qutb berkata : “Mengembalikan segala urusan kepada Allah & bertawakkal kepada-Nya adalah merupakan kaidah yang tetap & menenangkan hati, sehingga dirinya dapat mengenal batasan-batasan & tempat kembalinya, & menyerahkan segala yang ada dalam dirinya kepada Dzat yang memiliki & mengurus perkara tersebut dg penuh percaya diri, dg penuh ketenangan & keyakinan”.(12) Seperti yang telah dilakukan oleh para nabi & rasul dalam menghadapi umat mareka dari berbagai penyimpangan, menghadapi segala cobaan dg penuh kesabaran & keyakinan bahwa kemenangan datangnya dari Allah SWT.
Namun ada yang perlu diperhatikan disini ; bahwa disana ada perbedaan antara kata tawakkal2 / tawakkul2 –dalam bahasa arab memakai tasydid pd huruf kaf- & kata tawaakal2 –tidak bertasydid-, tawakkul2 adalah seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, amal yang diperintahkan & dianjurkan dg terlebih dahulu mengambil sebab akibat. Adapun tawaakal2 menafikan amal & kerja keras & hanya menunggu hasil tanpa menyadari adanya sebab akibat, sehingga hal tersebut merupakan perbuatan yang dilarang atas orang beriman, karena Islam adalah agama kehidupan, amal & realita, & realita menegaskan bahwa tidak ada hasil jika tidak ada sebabnya, & tidak ada buah tanpa ada usaha & belajar.(13)
Karena itu orang mumin harus menggantungkan segala aktivitas & urusannya kepada Allah setelah melakukan usaha yang maksimal, karena Dialah Allah yang memberi manfaat & menahan, tidak ada seorangpun yang mampu menghalangi & menentangnya, & cukuplah Allah sebagai pelindung dari segala perkara & urusan.
Sebelum kami tutup pembahasan ini, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan disini; bahwa tiga ayat yang kita bahas ini memiliki keserasian & hubungan yang erat antara satu perkara dg yang lainnya, seakan seperti satu bagian yang tidak bisa dipisahkan, yang kandungan memiliki nilai & pelajaran yang baik sehingga bagi orang beriman diharuskan memiliki perhatian terhadapnya & dijadikan manhaj hidup & dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, karena taqwa –seperti yang disebutkan pd urutan pertama ayat ini- sangat dituntut utk dimiliki oleh setiap individu muslim, sebagai ciri & karakteristiknya, sementara itu taqwa tidak akan memberikan pengaruh pd diri seseorang jika tidak mampu melepaskan diri dari belelnggu kejahilan, akhlak yang merusak & menyimpang dari syariat Allah & juga melepas diri dari musuh-musuh Allah, dg kata lain bagi mumin yang bertaqwa hendaknya meninggalkan segala perkara yang berseberangan dg manhaj Allah & Rasul-Nya, tidak mengikuti orang-orang kafir & munafik, prilaku mereka, pandangan hidup mereka, & tidak menjadikan mereka sebagai pemimpin orang-orang yang beriman.
Dan disana ada satu jalan utk mendapatkan hidayah & petunjuk yaitu Al-Quran al-karim yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw & sunnah nabi saw, tegak & tegar diatasnya tanpa ada keraguan & syak2 (keraguan) dalam hatinya. Setelah melakukan itu semua hendaknya bertawakkal kepada Allah dg menyerahkan segala perkara & urusannya kepada Allah SWT, karena Dialah yang Maha Mengetahui segala seuatu, Mengetahui & Memantau apa yang dilakukan oleh hamba-hamba-Nya, & menjadikan tawakkal sebagai titik akhir setelah bekerja & beramal.
Demikianlah prinsip-prinsip & arahan-arahan Allah yang termaktib dalam pembukaan surat al-ahzab, yang begitu banyak memberikan pelajaran yang baik, nasehat yang bijak dalam rangka membangun masyarakat islam di tengah pergulatan kehidupan serba modern ini, di saat umat Islam sedang terlelap tidur & mengalami kemunduran dalam berbagai bidangnya; tsaqofah & hadlorohnya, ekonomi & sosilanya, & Ilmu pengetahuannya. Dan Al-Quran masih akan selalu menyeru kita & memerintahkan kita utk bertaqwa & mengikuti wahyu-Nya sebagai bekal terbaik bagi kita, mencegah kita utk tidak mentaati & mengikuti orang kafir & munafik apalagi tunduk kepada mereka meski dalam kehidupan nyata mereka berada dipuncak kejayaan, baik ilmu & tsaqofahnya, tidak menjadikan sebagai teman akrab apalagi memilih mereka menjadi pemimpin, sehingga kita akan mengalami kehinaan & kerendahan, seakan Al-Quran berkata : “Bertaqwalah kalian kepada Allah karena Dia Maha Mengetahui & Bijaksana, lakukanlah segala perintahnya & jauhkan larangannya, ikuti & terapkanlah undang-undang yang ada dalam Al-Quran & sunnah nabi, baik pd perkara yang kecil ataupun besar, baik yang ada dalam diri kalian sendiri, keluarga, teman & lingkungan kalian, & bertawakkallah kepada Allah & cukupklah Allah sebagai Pelindung kalian”. Wallahu aalam.
_____________________________
(1). At-tafsir al-wasith, bag. 11,hal. 14.
(2). Lihat suratul ahzab urdun wa tafisrun, hal. 22
(3). Opcit.
(4). Tafsir at-tahrir wa tanwir, jil. 10,hal. 252
(5). At-tafsir al-munir, jil 11. hal. 229.
(6). Lihat Mukhtar As-shohah, hal 305, & al-mujam al-wasith, hal 1098.
(7). Tafsir at-tahrir wa tanwir, jil. 10, hal. 253.
(8). Imam Al-Ghozali, adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghozali, hujjatul Islam,pembaharu Islam pd tahun 105 H. lahir di Kota Thaus tahun 450 H/1058 M. bapaknya adalah seorang yang fakir, penyamak kulit lalu dijualnya ketoko di kota Thaus, namun diperjalanan meninggal & meninggalkan beliau & ssaudaranya yang bernama Ahmad, lalu dititipkan kepada temannya,dan meminta kepadanya utk diajrakan khot, maka dilaksanakanlah wasiatnya hingga habis harta bendanya, maka dinasehatilah keduanya utk belajar di sekolah & mendapatkan bantuan kepadanya. Imam Al-ghozali memulai kehidupannya di Kota Thaus bersama gurunya Ahmad Ar-radzakani, kemudian pindah ke kota Naisabur & menimba ilmu bersama imam haramain Al-Juwaini & mengambil dari madzhab al-Asyari, lalu beliau sibuk dengannya hingga keluar & berhasil menimba ilmu dalam tempo waktu yang singkat hingga akhirnya beliau menjadi ulama terkemuka disana sampai akhir hayatnya. Baliau wafat pd tahun 478 H/1085 M.
(9). Lihat : Fitthariq ilallah, No 5 bab tawakkal, hal 17-19.
(10). Lihat kitab fitthariq ilallah, no 3, tawakkal, hal 17-19
(11). Lihat kitab Madarijus salikin baina manazili iyyaka nabudu waiyyaka nastain, Muhammad bin Abu Bakar Ayyub Az-zarI Abu Abdullah 691-751 H, Tahqiq Muhammad Hamid Al-Faqi, jil. 2, hal 135-140, cet. II tahun 1393 H/1973 M dar el-kutub el-arabi, Bairut & kitab fitthariq ilallah, no 3, tawakkal, hal 20
(12). Fi Dlilalil Quran, jil. 5, hal. 2823.
(13). Lihat suratul ahzab urdun wa tafsir, hal.


BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
Pengertian akhlak adalah secara umum ialah sistem atau tingkah laku manusia yang bersumberkan kepada asas wahyu atau hadist.
Pengertian moral adalah kata adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, yang bersumber pada selain Al-Qur’an atau hadist, atau dari filsafat.
Pengertian etika adalah watak kesusilaan dan adat.
Sumber-sumber akhlak dalam Islam yakni: Al – Qur’an dan As - Sunnah.
Karakteristik akhlak Islam adalah sebagai berikut :
1. Islam menyeru agar manusia menghiasi jiwa dengan akhlak yang baik dan menjauhkan diri dari akhlak yang buruk. Yang menjadi ukuran baik dan burukna adalah syarak, iaitu apa yang diperintahkan oleh syarak, itulah yang baik dan apa yang dilarang oleh syarak itulah yang buruk.
2. Lingkungan skop akhlak Islam adalah luas meliputi segala perbuatan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia dan manusia dengan makhluk selain manusia.
3. Islam menghubungkan akhlak dengan keimanan. Orang yang paling sempurna keimanannya ialah orang yang paling baik akhlaknya.
4. Adanya konsep balasan dan ganjaran pahala atau syurga oleh Allah dan sebaliknya orang yang berakhlak buruk akan mendapat dosa atau disiksa dalam neraka.
Aktualisasi akhlak dalam kehidupan bisa dibagi menjadi 2, yaitu akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap selain manusia. Misalnya terhadap sesama manusia adalah bersikap baik, jujur, dan sopan. Terhadap selain manusia misalnya memperlakukan makhluk Allah yang lain dengan tidak semena-mena.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.akhlakislam.com/karakteristik-masyarakat-islam-dalam-surat-al-ahzab-7-prinsip-prinsip-tegaknya-syariat-islam-3-mengikuti-apa-yang-telah-diwahyukan-kepada-nabi-saw-dan-bertawakkal-kepada-allah.htm

Fakhry, Majid, Etika Dalam Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996

Sinaga, Hasanudin dan Zaharuddin, Pengatar Studi Akhlak, Jakarta : PT Raja Grafmdo Persada, 2004

 Yaqub, Hamzah. Etika Islam. Bandung : CV Diponegoro, 1988
(artikel ini disadur dari persentasi pada mata kuliah akhlak tasawuf)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar