Senin, 10 Oktober 2011

Syariah dan Fiqih


 SYARIAH dan FIQIH

 Disusun Oleh:
Anita Meilina Akhmad (102210101043)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2010
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
            Bagi umat Islam, syari’ah adalah “tugas umat manusia yang menyeluruh”, meliputi moral,teologi, dan etika pembinaan umat, aspirasi spiritual, ibadah formal, dan ritual yang rinci. Syari’ah mencakup semua aspek hukum public dan perorangan, kesehatan, bahkan kesopanan dan akhlak. Menganggap bagian syari’ah yang tidak memadai, akan dituduh bid’ah oleh mayoritas umat Islam yang meyakini bahwa keseluruhan syari’ah itu bersifat Ilahiyyah. Pandangan yang menjadi keyakinan umum ini akan menjadi hambatan psikologis utama dalam upaya merekrontruksi syari’ah, apalagi diperkuat dengan ancaman tuntutan hukum pidana dengan dakwah murtad (apostasy). Ini adalah ancaman nyata di Negara-negara Islam seperti Sudan dewasa ini.

1.2..Rumusan Masalah
a)      Bagaimanakah pengertian syari’ah dan fikih itu?
b)     Apa sajakah perbedaan antara syari’ah dan fikih ?
c)      Apa tujuan dalam mempelajari syari’ah ?
d)     Apa sajakah dasar-dasar penetapan syari’ah ?

1.3.Tujuan
            Adapun tujuan dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
a.     Untuk mengetahui apa pengertian dari syari’ah dan fikih
b.    Untuk mengetahui perbedaan syari’ah dan fikih
c.     Untuk mengetahui tentang tujuan mempelajari syari’ah
d.    Untuk mengetahui dasar-dasar penetapan syari’ah
1.4.Landasan teori
a)      Pengertian syari’ah
Imam Abu Hanifah pendiri Mazhab Hanafi, mengatakan bahwa : syari’at adalah sebagai semua yang diajarkan Muhammad SAW., yang beersumber pada wahyu Allah.
b)     Pengertian fikih
Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan tentang syari’at Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalilnyasecara rinci atau dengan kata lain merupakan yurisprudensi atau kumpulan hukum-hukum syari’at islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dalil-dalilnya secara rinci.
c)      Perbedaan syari’ah dan fikih
·         Berbeda dalam objek
·         Berbeda dalm sumber pokok
·         Berbeda dalam sanktum
d)     Tujuan mempelajari syari’ah
e)     Dasar-dasar penetapan syari’ah
·         Al Qur’an
·         Sunnah
·         Ijma’
·         Qiyas

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      PENGERTIAN SYARI’AH DAN FIQIH

2.1.1.Pengertian Syari’ah
Syari’at secara etimologis, bermakna “jalan yang lempeng (lurus-pen) atau jalan yang dilalui air terjun.”[1] Sedangkan pengertian terminologisnya, syari’at didefinisikan sebagai “jalan yang harus ditempuh (oleh setiap umat muslim).”[2]
Syari’at menurut pengertian teknis dalam bahasa inggris disebut cannon law of  islam, yakni keseluruhan dari perintah-perintah Tuhan. Tiap perintah dinamakan hukum.[3] Perkataan islam berasal dari kata aslama. Kata dasarnya salima yang berarti sejahtera; tidak bercela; tidak bercacat. Dari kata itu, terjadi kata masdar salamat; salm; dan silm yang berarti kedamaian; kepatuhan; penyerahan diri. Orang yang menerima islam disebut muslim yang berarti berserah diri pada Allah atau patuh menerima karena Allah.[4]

Bagi orang Arab di Saudi Arabia adalah penting sekali untuk mengetahui jalan yang menuju ke mata air. Mata air Arabia yang tanahnya terdiri dari gurun pasir adalah sangat vital bagi kehidupan orang, sehingga jalannya menuju mata air itu selalu harus dikenalinya.
Demikian pentingnya syari’at bagi manusia seperti pentungnya jalan ke mata air bagi orang Arab yang terkenal dengan gurun pasir. Syari’at menurut ilmu fiqih terdapat dua pandangan besar dalam mengartikan syari’at adalah:
Imam Abu Hanifah pendiri Mazhab Hanafi, mengatakan bahwa:
Syari’at adalah sebagai semua yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.,yang bersumber pada wahyu Allah, ini adalah tidak lain sebagai dari bagian dari ajaran islam.[5]
Sedangkan menurut Imam Idris As-syafi’I, pendiri Mazhab Syafi’I mengemukakan pendapatnya:
Bahwa syari’at dapat didefinisikan merupakan peraturan-peraturan lahir batin bagi umat islam yang bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan (deductions), yang dapat ditarik dari wahyu Allah dan sebagainya.peraturan- peraturan lahir itu mengenai cara bagaimana manusia berhubungan dengan Allah, dan dengan sesama mahluk lain selain manusia.

2.1.2.Pengertian Fiqih
Fiqih berasal dari bahasa Arab ; Fiqh diartikan sebagai faham atau pemahaman. Pengertian terminologisnya, fiqih Islam merupakan pengetahuan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang sebagaimana diketahui dari Al-Qur’an dan As-Sunah, atau yang disimbulkan dari keduanya atau tentang apa yang disepakati oleh para cerdik-pandai (mujtahid).[6] Abdul Wahhab Khallaf[7]
Mendefinisikan fiqih sebagai pengetahuan tentang syariat Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalilnya secara rinci atau dengan kata lain merupakan yurisprudensi atau kumpulan hukum-hukum syariat Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil dalil-dalilnya secara rinci. Jadi, ilmu fiqih adalah suatu ilmu yang mempelajari syariat yang bersifat amaliah (perbuatan) yang diperoleh dari dalil-dalil hukum yang terinci dari ilmu tersebut.
Pada periode Mutaakhirin ini, pula terjadi pelembagaan fiqih dalam beberapa madzhab. Ketika itu ada empat madzhab besar berkembang dan mampu bertahan hingga saat ini, yaitu Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hambali. Empat madzhab tersebut tersebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berdasarkan sejarah masuknya Islam ke Nusantara, Madzhab Syafi’i lah yang pertama kali di anut penduduk Nusantara. Dan saat ini mayoritas kaum muslimin indonesia bermadzhabSyafi’i.


2.2         PERBEDAAN SYARIAH DAN FIQIH
Adapun perbedaan yang perlu diketahui tentang syariah dan fiqih yaitu :
1. Berbeda dalam objek
2. Berbeda dalam sumber pokok
3. Berbeda dalam sanctum (sanksi)

1. Berbeda dalam objek
Syariah : objeknya meliputi bukan saja batin manusia akan tetapi juga lahiriah manusia dengan Tuhan (hablumminallah) atau ‘Ittiqaddiyah atau ibadah, sedangkan
Fiqih : objeknya peraturan lahir manusia, yaitu hubungan lahir antara manusia dengan manusia sesamanya,hubungan manusia dengan mahluk lain selain manusia, misalnya dengan planet bumi, ruang angkasa, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
2. Berbeda dalam sumber pokok
Syariah : sumber pokoknya adalah berasal dari wahyu Ilahi dan atau deduction atau kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari wahyu (deduction of wahyu), baik wahyu yang langsung dari Allah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. (Al-Qur’an) maupun wahyu yang tidak langsung, baik melalui insting maupun hasil ijtihad Rasulullah SAW. (Al-Hadist), sedangkan
Fiqih : berasal dari rasio atau hasil pemikiran manusia dan kebiasaan- kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat atau hasil ciptaan manusia dalam bentuk peraturan dan undang-undang.
3.                                     Berbeda dalam sanctum (sanksi)
Syariah : sanksinya adalah pembalasan Tuhan Rabbul’alamin di Yaumul Mahsyar (hari akhirat kelak), tetapi kadang-kadang tidak terasa oleh manusia di dunia ini ada hukuman Tuhan secara yidak langsung. Di hari akhirat nanti ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya surat Yasin ayat 65

ٲّٓليّوْ مٓ نٓخٺِمُ عٓلٰٓى آٰفوٓاھِھِِمْ اِصْلَوْھَاالْٻَوْمَ بِمَاكُنْٺُمْ ٺَكْڧُرُوْنَ

Artinya :
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan member kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka lakukan (usahakan)[8]

Fiqih : sanksinya bersifat sekuler (keduniaan), dengan menunjuk sebagai pelaksana alat perlengkapan negara, seperti : polisi, jaksa,hakim dan lembaga permasyarakatan sebagai pelaksana sanksinya (hukuman)[9]

Perbedaan pokok antara syariah dan fiqih dapat juga diartikan sebagai berikut :
Syariah
-                                           Berasal dari wahyu Ilahi (Al-Qur’an) dan Sunah Rasul (Hadist).
-                                           Bersifat fundamental.
-                                           Hukumnya bersifat qath’i (tetap tidak berubah).
-                                           Hukum syariah hanya satu (universal).
-                                           Menunjukkan kesatuan.
-          Langsung dari Allah yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan penjelasannya dalam Hadist bila kurang dipahami.
-          Disebut juga Islamic Law.
       Fiqih
-          Karya manusia yang dapat berubah dari masa ke masa.
-          Bersifat instrumental.
-          Hukumnya zhanni (dapat berubah)
-          Banyak berbagai ragam (instidental)
-          Menunjukkan keragaman.
-          Berasal dari ijtihad dari para ahli hokum sebagai hasil pemahaman manusia yang dirumuskan oleh mujtahid.
-          Hukum fiqih disebut juga Islamic Jurisprudency

2.3.   TUJUAN MEMPELAJARI SYARI’AH
            Adapun tujuan mempelajari syariat adalah :
a.                                  Dharuriyah
Dharuriyah adalah kebutuhan pokok yang harus terjamin dan terlindungi dalam kehidupan manusia di mana saja, apa saja, dan kapan saja. Dalam wacana syariat Islam, dharuriyah yang harus dilindungi atau dipelihara kemaslahatannya, yaitu meliputi: agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Apabila tidak terpelihara atau terancam kelima hal itu dalam kehidupan manusia, maka akan terjadi ketidak harmonisan. Oleh karena itu setiap manusia atau pemerintah dalam mewujudkan suatu hukum positif, pokok utama yang harus mendapat perlindungan hukum adalah berkaitan dengan kelima hal tersebut.

·                             Perlindungan Hukum Terhadap Agama
Pemerintah dalam menerapkan tujuan syari’at yang bersifat dharuriyah ini harus melindungi agama bagi warga negaranya, baik muslim maupun non muslim. Dalam kebergamaan, syari’at Islam selalu mengembangkan sifat tasamuh (toleransi) terhadap pemeluk agama lain selama tidak mengganggu satu sama lain.
·                            Perlindungan Hukum Terhadap Jiwa
Manusia wajib mempertahankan jiwanya ketika ada yang mengancam dan menyerang. Oleh karena itu, Islam menyariatkan juga menyariatkan hukum qisas, diyat, dan kafarat. Sebagaimana dinyatakan Allah berikut ini
و  لكم ڧی لقصاص حيو ة يااولى الاالباب لعلكم تتقون
Artinya:
Dan dalam qishas itu (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 179)
·                            Perlindungan Hukum Terhadap Akal
Perlindungan terhadap akal ini agar manusia terhindar dari kerusakan akal yang dapat berpengaruh terhadap mentalitas dan psikologis.
·                            Perlindungan Hukum Terhadap Keturunan
Untuk melindungi keturunan manusia, maka Islam menyariatkan perkawinan agar mempunyai keturunan yang saleh; keturunan yang menjadi panutan, bukan keturunan yang lemah. Islam juga menyariatkan makan yang halal dan baik agar manusia tidak sakit sehingga keturunannya menjadi lemah, baik fisik maupun psikis.
·                            Perlindungan Hukum Terhadap Harta
Untuk melindungi harta, Islam membolehkan manusia melakukan berbagai transaksi dan perjanjian (muamalah) dalam masalah perdagangan (tijarah), barter (mubadalah), bagi hasil (mudharabah) dan sebagainya.


b.         Hajiyah
Hajiyah adalah kebutuhan sekunder yang dibutuhkan manusia dalam hidupnya untuk mengurangi kesulitan-kesulitan. Untuk memenuhi hajiyah di bidang ibadah, Islam telah memberikan hukum rukhsah (keringanan), kemudahan, dan kelapangan apabila terdapat kesulitan dalam melaksanakan hukum azimah (ketetapan Allah). Prinsip syari’ah dalam memenuhi hajiyah adalah kemudahan dan keringanan bagi manusia untuk melaksanakan kewajiban pada Allah dan Rasul-Nya.
               
 ...ھواجتبكم و ما جعل عليكم فى الدين من حرج...
Artinya:
“… Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan...” (Q.S.22 Al-Haj: 78)
c.                                                Tahsiniyah
Tahsiniyah adalah kebutuhan pelengkap, yaitu sesuatu yang dituntut oleh norma dan tatanan hidup manusia dalam pergaulannya, baik di tingkat nasional maupun internasional. Prinsip syari’at dalam mewujudkan tahsiniyah adalah kebagusan (tahsin) dan keindahan (tajmil) bagi manusia untuk melaksanakan kewajibannya.

2.4. DASAR-DASAR PENETAPAN SYARI’AH ISLAM
                Empat sumber syari’ah adalah Al-Qur’an, sunnah nabi, ijma’, dan qiyas. Logika syari’ah sebagai suatu sistem perundang-undangan agama menunjukkan dengan jelas bahwa ia adalah perundang-undangan yang, pertama, dijabarkan langsung dari Al-Qur’an; kedua, dari tradisi atau sunnah nabi dan terakhir, dan masyarakat yang hidup sesuai dengan wahyu dan tradisi tadi.
Al Qur’an
                Seluruh teks Al-Qur’an, yang diyakini umat islam secara literal sebagai firman Allah dikumpulkan sangat dini dalam sejarah islam. Teks Al-Qur’an dianggap sangat akurat dan tidak perlu diperdebatkan lagi oleh seluruh umat islam. Yang perlu ditelaah kembali, menurut kami adalah penggunaan Al-Qur’an sebagai dasar hukum positif.
                Kunci untuk memahami peranan Al-Qur’an dalam perumusan syari’ah adalah dengan mengapresiasikan bahwa Al-Qur’an terutama yang lebih berupaya membangun standar dasar perilaku umat islam ketimbang mengekspresikan standar-standar itu sebagai hak dan kewajiban. Seperti dicatat Coulson, peranan nabi dalam membangun standar perilaku “ditunjukkan (dari segi waktu dan tekanan) pada peranannya sebagai pengambil keputusan politik”, dengan menyebutkan berbagai konsekuensi hukum atas pelanggaran standar-standar itu.[10]
Sunnah
Kata sanna berarti menciptakan sesuatu dan mewujudkannya menjadi suatu model. Kata tersebut juga diterapkan untuk memperagakan tingkah laku.[11] Suatu tingkah laku yang patut dicontoh dapat dimulai dengan membuat model atau mengambil praktik nenek moyang suatu suku atau komunitas. Seperti dijelaskan oleh Fazlur Rahman, konsep sunnah memiliki dua sisi: Sisi yang secara historis (dianggap) fakta tingkah laku dan sisi normatif fakta tersebut bagi generasi-generasi penerus.[12] Dalam konteks umat Islam, konsep tersebut dijelasakan oleh ulama lainnya sebagai berikut: “dikalangan para pengikut Muhammad yang taat dan dalam komunits muslim paling tua, sunah berarti segala sesuatu yang dapat dibuktikan sebagai praktek Nabi dan pengikutnya yang paling awal sebagaimana halnya Arab Bafui setia pada sunah luhurnya, denikian pula komunitas mislim diperintahkan untuk menegakkan dan mengikuti sunah yang baru. Jadi konsep muslim tentang sunah adalah suatu varian dari konsep Arab kuno.”[13]
               
  Ijma’
                         Ketika sunah dikhususkan hanya yang datang dari Nabi, maka tradisi yang hidup (living tradition) para sahabat Nabi dan generasi penerusnya diturunkan statusnya menjadi lebih rendah-walau tetap digunakan sebagai ijma’ atau konsesus,sumber ketiga syari’ah.[14] Disamping berdasarkan alas an logis kebenaran sunah juga turut mendukung ijma’ sebagai sumber syariah. Diriwayatkan bahwa Nabi pernah berkata :”Umatku tidak akan pernah bersepakat dalam kesalahan.”[15]
   Qiyas
                Dalam menerapkan qiyas atau analogi seorang ahli hukum “menyimpulkan,dari prinsip yang telah dijadikan preseden, mirip dengan preseden ini berdasarkan kuatnya alasan (‘illat)”.[16] Karena penentuan ‘illat dibelakang presseden sebelumnya, dan kehadiran yang sama dalam kasus yang baru merupakan pendapat para ahli hukum, maka Qiyas telah ditolak karena mendasarkan syari’ah lebih pada akal manusia daripada wahyu Tuhan. Dakwaan ini dihindari jika hanya qiyas dibatasi pada kasus-kasus yang tidak ada sumber lain yang dapat diterapkan dan hasilnya diketahui sepenuhnya sesuai dengan keseluruhan syari’ah, juga sejalan dengan prinsip dan aturan yang telah dibangun.
 
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Kata “syari’ah islam” selalu mengandung konotasi hukum atau aturan islam. Pasalnya kata ini memiliki hakekat ‘urfiyyah, sehingga pemaknaanya harus sejalan dengan ‘urf (kebiasaan) pengguna bahasa Arab, yakni, aturan yang ditetapkan Allah SWT kepada hambaNya untuk mengatur amal perbuatannya. Pada dasarnya, syari’at islam bila diterapkan secara kamil, syamil, dan mutakamil akan membawa mashlahat bagi umat manusia. Kemaslahatan datang ketika hukum islam diterapkan, bukan sebaliknya, penetapan dan penerapan hukum islam tergantung ada tidaknya kemaslahatan. Kemaslahatan bukanlah ‘illat pensyari’atan hukum islam, baik secara parsial maupun menyeluruh. Pasalnya, tidak dalil yang mendasari perkara ini. Jika ada sebagian pihak berusaha menyodorkan dalil, sesungguhnya dalil-dalil tersebut tidak mengandung ‘illat, namun hanyalah natijah atau hikmah. Sholat misalnya, jika dilaksanakan dengan benar bisa mencegah seseorang dari kekejian dan kemungkaran. Namun mencegah kekejian dan kemungkaran bukanlah, tentunya jika seseorang telah mampu mencegah dirinya dari tindak keji dan mungkar, niscaya ia tidak perlu lagi sholat.
3.2.Saran
            Kami harap setelah anda membaca makalah yang kami persiapkan ini, anda semua lebih paham apa itu yang namanya syari’ah dan apa itu fiqih. Setelah memahami penjelasan mengenai keduanya, kami harap anda juaga mau dan akan selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Amin. 
 
DAFTAR PUSTAKA

An-Na’im,Abdul Ahmed. 1990. Dekonnstruksi Syariah. Yogyakarta: LKiS.
Ramulyo,Mohd I. 1995. Asas –Asas Hukum Islam. Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Daradjat,Zakiah dkk.2000. Dasar – Dasar Agama Islam. Jakarta: Universitas Terbuka.
As – Shiddieqy,Hasbi.1953. Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Rosyadi,A Rahmat dan  Rais Ahmad.2006. Formalisasi Syariat Islam dalam Perspektif Tata Hukum Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.
http://www.google.com/dasar - dasar penetapan hukum syariah islam

 

                  T.M. Hasby As Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqih, Bulan Bintang, cet.2, 1974, hal.19

                  H. Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, Hal.30.

                  Asaf A.A. Fyzee, Pokok-pokok Hukum Islam I, Tinta Mas, 1965, Hal.22-23.

                  Sidi Gazalba, Modernisasi Dalam Persoalan, Bagaimana Sikap Islam, PT. BUlan Bintang, Jakarta, 1980, Hal.40.

                  Asaf A.A. Fyzee, Outlines of Muhammadan Law (Oxford University Press, 1955), Hal.15.

                 Asaf A.A. Fyzee, op. Cit, hal 26

                 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (lImu Ushul Fikih), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,1996, cet IV, hal 2.

                 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, Bumi Restu, Pelita II 1977/1978 hal 713

                 Syaidus Sahar, Asas-Asas Hukum Islam, Bandung, Alumni,1986, hal 25.

                  Coulson, History of Islamic Law,  hal.11.

                  Fazlur Rahman, “ Concepts of Sunnah, Ijtihad, Ijma’ in the Early Period”, Islamic Studies 1 (1962):6

                  Rahman, Islam, hlm.44

                 Ignas Goldziher, Muhammadenische studien seperti deterjemahakan dan dicatat dalam Liebesny, The Low of theNear Middle East, hal 13

                 Rahman,Islam, hal 60-61,70; Schacht, Origi of Muhammaden Jurisprudence, hal 94-95

                 Khadduri, “Nature and Sources of Islamic Low.” Hal 14

                 Rahman, islam, hlm. 71

Tidak ada komentar:

Posting Komentar