Jumat, 21 Oktober 2011

Praktikum Fisiologi

PENYELIDIKAN JANTUNG KATAK
Oleh
 Anita Meilina Akhmad

Hasil Pengamatan
Jenis Perlakuan
Kelompok
Pengamatan Terhadap Kontraksi
Jumlah Denyut/ Menit
Kuat/Lemah
Normal
1
60


2
50


3
64


4
63

Rata-Rata
59,25

Panas
1
62
Kuat

2
52
Kuat

3
57
Lemah

4
68
Kuat
Rata-Rata
59,75

Dingin
1
55
Lemah

2
47
Lemah

3
54
Lemah

4
62
Lemah
Rata-Rata
54,5

Acetylcolin
1
36


2
27


3
49


4
58

Rata-Rata
42,5

Otomasi
32

Pembahasan
Jantung katak berbeda dengan jantung manusia. Secara anatomis jantung katak terbagi menjadi tiga ruang yaitu sinus venosus, dua atrium dan satu ventrikel. Sinus venosus adalah ruangan sekitar jantung. Melalui pengamatan darah mengalir melalui sinus venosus kemudian darah mengalir ke atrium dan mengisi ruang ventrikel sebelum darah dipompa kembali oleh otot- otot di ventrikel keseluruh tubuh. Darah vena dari seluruh tubuh mengalir masuk ke sinus venosus dan kemudian mengalir menuju ke atrium. Dari atrium, darah mengalir ke ventrikel yang kemudian di pompa keluar melalui arteri pulmonalis. Secara garis besar peredaran darah katak sama seperti peredaran darah manusia namun saat darah dialirkan kembali melalui vena darah terlebih dahulu mengisi sinus venosus. Jantung katak memiliki respon yang kurang lebih sama dengan jantung manusia, contohnya denyut jantung akan meningkat saat dingin/panas dan melambat saat dingin/panas, kerjanya dapat dipengaruhi oleh hormone, dan memiliki band moderator.
Percobaan pertamakali yang dilakukan pada jantung katak adalah mengenai pengaruh suhu terhadap jantung katak. Saat jantung katak di beri larutan fisiologis sebanyak 3 tetes pada suhu kamar jantung bekerja 63/menit, itu adalah kerja normal jantung pada suhu normalnya dalam rata-rata 59,25. Dapat dilihat bahwa kontraksi jantung terdiri dari kontraksi atrium dan kontraksi ventrikel (pada perubahan warna, dimana saat jantung berkontraksi warna jantung pucat, dan saat relaksasi warna jantung merah kecoklatan). Kedua macam kontraksi menunjukkan bahwa siklus jantung terdiri dari systole dan diastole. Systole merupakan periode kontraksi ventrikel, saat jantung memompakan darahnya dari ventrikel ke sirkulasi pulmonal (A pulmonalis) dan ke sirkulasi sistemik(Aorta)Pada saat sistole katub-katub AV (mitralis dan bikuspidalis) menutup sedangkan katub-katub semilunaris (katub aorta dan katub pilmonal) membuka sehingga ventrikel yang berkontraksi (tekanannya meningkat) memompakan darahnya ke aorta dan A pulmonalis. Sedangkan diastole menunjukkan periode relaksasi ventrikel (kontraksi atrium) saat ventrikel menerima darah dari atrium yang sebelumnya telah menerima darah dari paru (V pulmonalis) dan dari seluruh tubuh (vena cava). Pada saat distole katub-katub semilunaris (katub aorta dan katub pulmonal) menutup sedangkan katub-katub AV (mitralis dan bikuspidalis) membuka sehingga atrium yang berkontraksi (tekanannya meningkat) memompakan darahnya ke ventrikel.
Kontraksi atrium terjadi hampir bersamaan dengan relaksasi ventrikel, walaupun pada saat ventrikel relaksasi, atrium berkontraksi namun besarnya tekanan kedua ruangan ini hampir sama. Sedangkan pada saat atrium relaksasi juga tak tampak karena tertutup oleh besarnya tekanan pada ventrikel yang sedang berkontraksi, dimana proses kontraksi dan relaksasi (systole dan diastole) dari atrium maupun ventrikel pada keadaan normal akan terjadi terus-menerus.
Berbeda halnya setelah jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis pada suhu 40-50°C ternyata ritme jantung katak meningkat menjadi 63/menit dalam rata-rata 59,75.Hal ini disebabkan oleh respon feed back mechanism otot jantung yang bekerja lebih keras untuk mempertahankan suhu normal jantung. Dari percobaan terlihat adanya peningkatan frekuensi, tetapi amplitudonya tetap setelah diberi larutan ringer 37 oC. Hal ini disebabkan karena kenaikan suhu mengakibatkan permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion meningkat, sehigga mempercepat self excitation process dari SA node.
Kenaikan suhu menyebabkan permeabilitas sel otot terhadap ion meningkat sehingga ion inflow meningkat, terjadilah depolarisasi. Saat potensial membran mencapai nilai ambang, maka akan terjadi potensial aksi yang kemudian dikonduksikan ke AV node, lalu ke bundle of his, kemudian ke saraf purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel berkontraksi secara cepat. Akibatnya frekuensi denyut jantung meningkat, tetapi amplitudonya tetap. Tapi perlu diperhatikan bahwa bila peningkatan suhu >42˚C atau berlangsung lama, dapat melemahkan sistem metabolik. Hal ini disebabkan karena enzim tidak bisa bekerja dalam suhu tinggi sehingga menyebabkan kerusakn protein.
Seperti pada grafik dibawah ini, dimana peningkatan kontraksi otot  jantung meningkat secara significant.
Begitu pula pada saat jantung diberi 3 tetes larutan fisiologis dengan suhu 4-10°C, dimana sebelu. Jantung bekerja lebih lambat menjadi 62/menit dalam rata-rata 54,5. Dari percobaan terlihat adanya penurunan frekuensi dan amplitudo setelah pemberian larutan Ringer dengan suhu dingin (4-10°C). Hal ini disebabkan karena penurunan suhu menyebabkan penurunan permeabilitas membran sel otot jantung terhadap ion, sehingga diperlukan waktu lama untuk mencapai nilai ambang, jadi self excitation juga akan menurun . Akibatnya kontraksi otot jantung juga mengalami penurunan.
Perubahan denyut jantung pada suhu yang berbeda terlihat lebih jelas pada percobaan ini karena digunakan jantung katak yang memiliki sifat poikilotermik yang dapat menyesuaikan dengan suhu lingkungan.
Seperti pada grafik dibawah ini, dimana peningkatan kontraksi otot  jantung meningkat secara significant.
Percobaan kedua yang dilakukan adalah jantung diberikan rangsangan berupa hormone asetilkolin. Sebelum diberikan hormone asetilkolin jantung bekerja pada suhu ruang 63/menit dalam rata-rata 59,25. Setelah diberikan asetilkolin kerja jantung menjadi lebih lemah yaitu 58/menit dalam 42,5. Acetylkolin mempunyai efek seperti perangsangan saraf parasimpatis, yaitu secara umum menyebabkan melemahnya efektifitas jantung sebagai pompa.
Pemberian Acetylcholin dapat menurunkan frekuensi dan amplitudo kontraksi jantung. Hal ini terjadi karena acetylcholin meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion K, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi, yaitu meningkatnya permeabilitas negative dalam sel otot jantung yang membuat jaringan menjadi kurang peka terhadap rangsangan. Di dalam AV node, hiperpolarisasi ini menyebabkan penghambatan jungctional yang berukuran kecil untuk merangsang AV node, sehingga terjadi perlambatan kontraksi impuls dan akhirnya terjadi penurunan kontraksi.
Percobaan ketiga adalah melihat otomasi jantung diluar tubuh. Jantung memang memiliki otomasi sendiri di otot jantung berupa serabut purkinje dan serabut his. Terbukti tanpa adanya koordinasi syaraf simpatis dan parasimpatis jantung tetap dapat berdetak diluar tubuh yaitu 32/menit. Tetapi karena kondisi diluar tubuh tidak cocok dengan jantung maka jantung kerjanya menjadi semakin melemah. Jadi, sifat otomasi jantung mampu menyebabkan jantung tetap berdenyut meski tanpa ada impuls dari syaraf.
Kontraksi jantung tidak semata-mata tergantung dari impuls yang dihantarkan oleh saraf. Jantung mempunyai kemampuan untuk self excitation sehingga dapat berkontraksi secara otomatis walaupun telah dilepas dari tubuh dan semua saraf menuju jantung telah dipotong.
Pada peristiwa self excitation, SA node menghantarkan impuls ke AV node yang kemudian diteruskan ke serabut purkinje sehingga otot jantung dapat berkontraksi. Ini menunjukkan bahwa self excitation adalah suatu sistem konduksi khusus dari SA node sebagai pace maker. Self excitation ini dilakukan oleh SA node sebagai pace maker karena membran selnya mudah dilewati ion Na sehingga RMPnya rendah. Selain itu juga karena kebocoran alamiah ion Na+.
Sedangkan perbedaan hasil pada kelompok 3, dimana ditunjukkan bahwa pada kontraksi suhu normal jantung memompa hingga 64/menit dalam 59,25 tetapi ketika mengalami pergantian suhu dimana dengan menggunakan ringer panas pada suhu 40-50°C kontraksi denyut jantung mengalami penurunan menjadi 57/menit dalam 59,75. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, oleh karna itu kemungkinan hasil pengamatan praktikan klompok 3 mungkin mengalami kesalahan. Kesalahan dalam hasil analisis dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, factor yang mempengaruhinya adalah:
·         Aktivitas dan faktor yang mempengaruhi denyut jantung Katak bertambah lambat setelah dalam keadaan tenang.
·         Ukuran dan umur, dimana spesies yang lebih besar cenderung mempunyai denyut jantung yang lebih lambat.
·         Cahaya, pada keadaan gelap denyut jantung Katak mengalami penurunan sedangkan pada keadaan terang denyut jantung Katak mengalami peningkatan.
·         Temperatur, denyut jantung Katak akan bertambah tinggi apabila suhu meningkat.
·         Obat-obat (senyawa kimia), zat kimia menyebabkan aktivitas denyut jantung Katak menjadi tinggi atau meningkat.
Ketidaksesuaiaan pengamatan dengan teori tersebut kemungkinan disebabkan oleh kurang tepatnya perlakuan yang diberikan, yaitu shocking/kejutan suhu yang sudah berlangsung selang beberapa lama, sehingga suhunya dimungkinkan sudah mengalami perubahan walaupun sedikit. sehingga hasil yang diperoleh pun kurang akurat.
Dari hasil pengamatan keseluruhan praktikan dari tiap kelompok didapatkan perbandingan yang sama. Hal tersebut dikarenakan hewan kecil memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih cepat dari pada hewan dewasa, baik itu pada suhu atau temperatur panas, sedang, dingin, maupun alkoholik yang disebabkan adanya kecepatan metabolik yang dimiliki hewan kecil tersebut.  


4 komentar:

  1. wah,,,sip cin,,,,,blogmu keren,,,,,,,,,,,,,,,,,

    BalasHapus
  2. waah kesanduung aku cin,..
    hahhahah :D
    pdahal dpet'e yoo dri pak google kog iki :D
    #buka.aib :D

    BalasHapus
  3. jempol...nilai praktikumku A hehe

    BalasHapus