Senin, 17 Oktober 2011

Biologi Farmasi


Streptomyces aureofaciens sebagai penghasil antibiotik
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dahulu manusia hanya mengambil sesuatu dari lingkungannya yang langsung dapat dimanfaatkan untuk kehidupannya, misalnya buah-buahan langsung dipetik untuk dimakan, sementara bagian lain dari tumbuhan itu dibiarkan atau dibuang begitu saja. Begitu pula pemanfaatan manusia terhadap hewan, hanya diambil daging atau telurnya saja. Namun setelah berkembangnya Biologi, khususnya pada cabang bioteknologi, manusia telah berhasil menemukan berbagai bagian tubuh tumbuhan atau hewan yang dapat diolah menjadi bahan baku industri. Bioteknologi merupakan sesuatu ilmu yang mengaplikasikan seluruh tubuh organisme atau bagian tubuh dari suatu organisme dalam teknologi untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Dengan kata lain, bioteknologi merupakan pemanfaatan organisme dan agen-agen biologis untuk menghasilkan barang dan jasa demi kepentingan manusia. Hal itu berhubungan dengan pemanfaatan organisme atau komponen selulernya secara terarah dan terkontrol yang melibatkan berbagai multidisiplin ilmu serta merupakan aplikasi terpadu antara mikrobiologi, biokimia, biologi sel, fisiologi, genetika molekuler, rekayasa genetika, dan teknik kimia.
Dengan berkembangnya mikrobiologi, telah diketahui berbagai struktur dan sifat-sifat dari berbagai jenis mikroba/jasad renik, baik yang menguntungkan maupun yang bersifat patogen (menyebabkan penyakit).  Mikroba yang berkembang dalam bidang farmasi dalam pembuatan antibiotik, steroid, vitamin, vaksin dan hormon. Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan antibiotik antar lain bakteri streptomyces yang banyak bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Dalam makala ini akan dibahas baktery streptomyces aureofaciens yang berperan dalam menghasilkan antibiotik.

1.2 Streptomyces sp
Tanah merupakan salah satu habitat bagi mikroorganisme begitu pula mikroorganisme streptomyces dari kelas actinomyces. Populasi Actinomycetes pada tanah yang subur mencapai 700.000 sel/gram (Budiyatno, 2004). Pada umumnya populasi mikroorganisme pada rhizosfer jauh lebih tinggi dibandingkan populasi pada bagian tanah lainnya. sekitar 70% dari antibiotik yang telah ditemukan dihasilkan oleh Actinomycetes terutama Streptomyces.
            Streptomyces adalah bakteri gram positif yang menghasilkan spora yang dapat ditemukan di tanah koloni mereka yang keras, berbulu dan tidak/jarang berpigmen.  Streptomyces adalah organisme kemoheteroorganotrof yaitu organisme yang mampu menggunakan materi organik yang kompleks sebagai sumber karbon dan energy.  Materi yang mereka dapatkan berasal dari degradasi molekul ini di dalam tanah. Karena sifat ini bakteri ini penting untuk menjaga tekstur dan kesuburan tanah. Bakteri ini memiliki suhu optimal untuk pertumbuhan pada 25oC dan pH 8-9.
                      


http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b3/Streptomyces_sp._PHIL_2983_lores.jpg/250px-Streptomyces_sp._PHIL_2983_lores.jpg
 





Gambar 1 Streptomyces sp
Gambar 2 streptomyces sp

2. PEMBAHASAN
2.1 Streptomyces sp penghasil antibiotic
Tanah merupakan salah satu habitat bagi mikroorganisme, dalam satu
gram tanah terdapat jutaan bakteri, fungi, protozoa dan mikroorganisme lain. Populasi Actinomycetes pada tanah yang subur mencapai 700.000 sel/gram (Budiyatno, 2004). Pada umumnya populasi mikroorganisme pada rhizosfer jauh lebih banyak dibandingkan bagian tumbuhan yang lain. Bakteri actinomyces merupkan bakteri penghasil anyibiotik terutama pada  sterptomyces sp. Yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri E coli dan dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
            Antibiotik adalah substansi yang dapat menghmbat pertumbuhan organisme hidup yang lain yang bersalan dari mikroorganisme. Pada sebuah penilitaian streptomyces aureofaciens di ujikan pada bakteri E. coli dan staphylococcus aureus dengan hasil dalam jurnal penelitian sains yang dilakukan Ambarwati didapat hasil sebagi berikut:
·         Purifikasi Actinomycetes dilakukan dengan cara : koloni yang tumbuh pada media diamati. Setiap koloni yang memiliki kenampakan berbeda diisolasi pada media ScA hingga diperoleh isolat murni. Isolat yang diduga sebagai anggota Actinomycetes terutama Streptomyces bisa diamati dari terbentuknya miselium dan warna isolate.  Isolat yang telah dipurifikasi diinokulasi pada media Oatmeal agar. Caranya ambil satu ose isolat dan ditumbuhkan secara streak pada media Oatmeal agar. Medium yang telah diinokulasi diinkubasi pada suhu 280C selama 4 hari sampai 2 minggu. Diamati warna isolat yang tumbuh. Pada isolat yang telah dipurifikasi dilakukan pewarnaan gram untuk menentukan apakah isolat yang diperoleh merupakan Actinomycetes.
Table 1 Hasil pewarnaan gram isolat yang diduga Actinomycetes

No
Kode Isolat
Morfologi sel
Gram
1
PM1e
Batang
(+)
2
PM21
Batang
(+)
3
PM22
-
-
4
PM23
-
-
5
PM24
Batang
(+)
6
PM1d
Batang
(+)
7
PM26
Batang
(+)
8
KK17
Batang
(+)

Keteranagan:
PM       : Putri malu
KK       :Kucing-kucingan

Berdasarkan hasil pewarnaan gram, ke-8 isolat yang ditemukan berbentuk
batang dan berwarna ungu kebiruan sehingga termasuk gram positif. Ciri ini
sesuai dengan kriteria Actinomyctes.
·          Selanjutnya isolat yang diduga Actinomycetes diuji cobakan pada bakteri uji, yaitu E. coli dan Staphylococcus aureus dengan metode paper disk. Berdasarkan hasil uji antibiotik pada bakteri uji kemudian ditentukan diameter daerah hambatan dan dikategorikan tingkat hambatannya.
Table 2 hasil uji antibiotic terhadap bakteri E.coli dan bakteri staphylococcus aureus

No
Kode Isolat
Rata-rata Diametr Daerah Hambatan (mm)


E. coli
S.aureus
1
PM1e
17mm
++
16mm
++
2
PM21
-
-
9mm
-
3
PM22
-
-
-
-
4
PM23
-
-
-
-
5
PM24
9mm
-
11mm
+
6
PM1d
9mm
-
10mm
+
7
PM26
12mm
+
-
-
8
KK17
-
-
10mm
+

Keterangan:
+++      : diameter daerah hambtan 20,00mm tau lebih
++        : diameter daerah hambatan 15,00-19,90mm
+          : diameter daerah hambatn 10,00-14,90mm


dari ke-8 isolat didapatkan daerah hambatan yang berbeda-beda. Menurut
Yulinah, dkk (1987) aktivitas penghambatan dapat digolongkan (+) bila diameter
darah hambatan (termasuk diameter paper disk, 8 mm) sebesar 10,00 – 14,9
mm. (++) bila diameter darah hambatan sebesar 15 – 19,9 mm dan (+++)
bila daerah hambatan sama dengan atau lebih besar dari 20 mm. Berdasarkan
hal di atas maka hasil penelitian ini dapat dikategorikan : Isolat PM1e dapat
menghambat baik E. coli maupun S. aureus dengan diameter daerah hambatan
masing-masing sebesar 17 mm (++) dan 16 mm (++). Isolat PM21 hanya
menghambat S. aureus dengan diameter daerah hambatan sebesar 9 mm (-).
Isolat PM24 memiliki daya hambat lebih kuat pada S. aureus dengan diameter
daerah hambatan sebesar 11 mm (+), sedang pada E. coli diameter daerah hambatan hanya 9 mm (-). Demikian juga dengan isolat PM1d, diameter daerah
hambatan pada E. coli hanya 9 mm (-) sedangkan pada S. aureus sebesar 10 mm
(+). Isolat PM26 hanya dapat menghambat E. coli dengan diameter daerah
hambatan sebesar 12 mm (+). Sementara isolat KK17 justru hanya menghambat  S. aureus dengan diameter daerah hambatan sebesar 10 mm (+). Dengan
demikian dapat diketahui bahwa isolat PM26 hanya mampu menghambat
bakteri gram negatif, PM21 dan KK17 hanya menghambat bakteri gram positif
dan PM1e, PM24 serta PM1d mampu menghambat keduanya, baik bakteri
gram negatif maupun gram positif.
Isolat yang dijadikan antibiotik biasanya yang memiliki daerah hambatan
20 mm atau lebih. Tetapi dalam penelitian ini tidak ditemukan isolat yang
menghasilkan daerah hambatan lebih dari 20 mm. Hal ini mungkin disebabkan
karena sampel tanah terlalu basa, sehingga Actinomycetes yang hidup relatif
sedikit. Sampel tanah yang diisolasi hanya dari 2 tingkat pengenceran terakhir
(10-6 dan 10-) sehingga isolat yang tumbuh juga lebih sedikit. Dengan demikian
untuk penelitian-penelitian mendatang sebaiknya isolasi dilakukan pada semua
tingkat pengenceran. Selain itu sampel tanah diambil ketika tanah dalam
keadaan kering sehingga tanah yang menempel pada akarpun relatif sedikit.
Hasil ini hampir sama dengan penelitian Rahayu, dkk (2006) yang meneliti uji
antimikrobia isolat bakteri dari rhizosfer rumput pangola dengan diameter daerah
hambatan terbesar 18 mm.
            Dari hasil penelitian diatas bakteri streptomyces yang terdapat dalam rhizofer tumbuhan putri malu dan tumbuhan kucing-kucingan berpotensi menghasilkan antibiotic yang bermanfaat bagi kebutuhan kesehatan bagi manusia.

2.2 Tetrasiklin yang dihasilkan dari bakteri streptomyces aureofaciens
                 Streptomyces aureofaciens menghasilkan Klortetrasiklin yang dapat diproduksi secar sistematik menghasilkan tetrasiklin yang sering digunakan sebagai antibiotik. Tetrasiklin pertama kali ditemukan oleh Lloyd Conover. Berita tentang Tetrasiklin yang dipatenkan pertama kali tahun 1955.
                 Tetrasiklin ini merupakan antibiotic yang berspektrum luas yang dapat berpenetrasi pada jaringan tubuh sehingga dapat melawan rickettsia dan Chlamydia intraseluler. Tetrasiklin juga bekerja pada semua mikroorganisme yang resisten terhadp penisiln, berbagai bakteri gram positif dan negative mikoplasma,dan leptospira. Tetrasiklin yang sering digunkan adalah oksitetrasiklin, klortetrasiklin, doksisiklin, dan tetrasiklin. Doksisiklin merupakan tetrasiklin semisintetik yang memiliki waktu retensi lebih lama dari minosiklin (Sylvia T. Pratiwi 2008). Antibiotic ini sering digunkan untuk mengobati infeksi saluran kemih, pneumonia Mycoplasma, serta infeksi rickettsia dan Chlamydia. Tetrasiklin ini juga digunkan sebagai obat alternative yang digunkan untuk mengobati penyakit menular seksual sepeti sifilis dan gonorrhea.



 


                                                                                                                          



Gambar 3 struktur tetrasiklin

            Tetrasiklin berperan dalam menghambat sintesis protein bakteri dengan cara berikatan pada bagian 16S ribosom subunit 30S, sehingga mencegah aminoasil-tRNA terikat pada situsA (situs aktif) pada ribosom. Ikatan ini secara alami bersivat reversible (sylivia T. Pratiwi 2008).
            Pemakaian antibiotic jika tidak digunakan sesuai atuiran akan menyebabkan bakteri akan resistensi terhadap antibiotic tersebut. Resistensi terhadap bakteri bisa muncul bikla dihasilkan membrane sitoplasma yang berbeda dn mencugah peningkatan tetrasiklin paa subunit 30S ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung (Sylvia T. Pratiwi 2008).
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan            
Pada rhizofer tumbuhan liar seperti putri malu dan kucing-kuciangan hidup bakteri yang menghasilkan antibiotic yang berguna bagi manusia. Pada rhizofer tumbuhan tersebut terdapt bakteri sterptomyces golongan actinomyces yang menghasilkan antibiotic klortetrasiklin dan tetrasiklin yang berguna untuk mengobati infeksi saluran kemih, pneumonia Mycoplasma, serta infeksi rickettsia dan Chlamydia. Tetrasiklin ini juga digunkan sebagai obat alternative yang digunkan untuk mengobati penyakit menular seksual sepeti sifilis dan gonorrhea.









                                                                                                                  






           
                                                                                                           

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati. 2007. Studi actinomyces yang Berpotensi Menghasilkan Antibiotik dari Rhizofer Tumbuhan Putri Malu dan Kucing-kucingan.Surakarta:Universitas Muhamadiyah Surakarta
Ambarwati. 2007. IsolasiActynomices dari Tanah Sawah Sebagai Penghasil Antibiotik. Surakarta:Universitas Muhamadiyah Surakarta
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Yogyakarta: UGM
                                                                                                                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar